Sudah Jatuh Tempo, Lapindo Belum Bayar Cicilan Utang ke Pemerintah

12 Juli 2019 17:20 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Press briefing Ditjen Kekayaan Negara Kemenkeu mengenai asuransi gedung dan pembayaran Lapindo Foto: Resya Firmansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Press briefing Ditjen Kekayaan Negara Kemenkeu mengenai asuransi gedung dan pembayaran Lapindo Foto: Resya Firmansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat, hingga kini anak usaha PT Lapindo Brantas Inc, yaitu PT Minarak Lapindo Jaya belum membayar utang dana talangan ganti rugi ke warga terdampak semburan lumpur Sidoarjo.
ADVERTISEMENT
Adapun utang dana talangan yang harus dibayar Minarak Lapindo Jaya ke pemerintah sebesar Rp 771 miliar. Namun hingga jatuh tempo pada 10 Juli 2019, perusahaan tersebut baru membayar Rp 5 miliar yang dilakukan pada Desember 2018 lalu.
"Sebetulnya jatuh tempo terakhir tanggal 10 Juli 2019. Dalam catatan kami tidak ada pembayaran baru. Jadi kalau ditanya yang sudah dilakukan ya Desember tahun lalu Rp 5 miliar," ‎kata Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kemenkeu Isa Rachmatawarta saat ditemui di kantornya, Jakarta, Jumat (12/7).
Semestinya, Minarak Lapindo Jaya membayar utang dana talangan itu selama 4 kali, mulai tahun 2015. Atas keterlambatan tersebut, menurut dia, perusahaan itu akan terkena denda di luar utang dan bunga. Namun Isa enggan membeberkan jumlah dendanya.
Tanggul Lapindo sepanjang 200 meter ambles di titik 67 Gempol Sari, dengan kedalaman sekitar 5 meter akibat meluapnya lumpur. Foto: ANTARA FOTO/Umarul Faruq
"Jadi sebetulnya berdasarkan perjanjian saja, ada denda kalau enggak membayar. Selain bunga, juga ada denda yang mereka bayar. Jadi ada bunga, ada denda," tegasnya.
ADVERTISEMENT
Sembari menunggu pembayaran, pemerintah saat ini juga tengah melakukan proses sertifikasi tanah yang menjadi jaminan utang dana talangan Minarak Lapindo Jaya. Sejak 2015 hingga kini, tercatat baru 45 hektare tanah yang sudah tersertifikasi.
"Yang disertifikatkan baru 44-45 hektare, itu baru di area terdampak wilayah tanggul, dan Perumahan Tanggulangin Sejahtera baru sebagian kecil dari area terdampak," ‎jelas Isa.
Dia pun mengungkapkan, kendala dalam proses sertifikasi tanah di area terdampak itu yakni ‎Badan Pertanahan Nasional (BPN) kesulitan dalam menentukan batas tanah karena telah terendam lumpur. Namun demikian, pihaknya akan terus meminta BPN melaksanakan tugasnya.