Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Tipu-tipu Importir Baja untuk Hindari Bea Masuk
4 Januari 2019 16:37 WIB
Diperbarui 15 Maret 2019 3:50 WIB
ADVERTISEMENT
Mulai 16 Desember 2018, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 22 Tahun 2018 ditarik dan dikembalikan ke aturan lama. Keputusan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita yang mencabut Permendag 22 Tahun 2018 ini disambut baik oleh industri baja di dalam negeri.
ADVERTISEMENT
Sebab, Permendag 22 Tahun 2018 selama ini dimanfaatkan oleh importir baja untuk menghindari bea masuk. Caranya dengan mengimpor baja karbon tapi dengan menggunakan Harmonied System (HS) number untuk alloy steel.
Dengan memakai kode HS untuk baja alloy, baja karbon impor bisa masuk tanpa dikenai bea masuk. Bea Cukai tak memeriksa apakah baja yang masuk itu baja karbon atau baja alloy karena Permendag 22 Tahun 2018 mengatur pemeriksaan yang longgar untuk baja impor, yakni dengan post border inspection.
Dengan pergeseran pemeriksaan ke post border inspection, pengawasan impor baja yang sebelumnya dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) beralih ke Kementerian/Lembaga (K/L).
"Importir makin pintar. Dikasih statement itu baja alloy padahal itu baja karbon. Ujungnya itu baja karbon, bukan baja alloy," tutur Direktur Utama PT Krakatau Steel Tbk, Silmy Karim, kepada kumparan, Jakarta, Selasa (11 Desember 2018).
ADVERTISEMENT
Selama Permendag 22 Tahun 2018 itu diberlakukan, impor baja alloy menurun dan sebaliknya impor baja karbon melonjak. Lonjakan itu terjadi karena banyaknya baja karbon yang masuk dengan 'menyamar' sebagai baja alloy.
"Satu tahun terakhir impornya naik tajam. Terutama di produk hilir. Akhirnya banyak industri yang teriak. Ini coba kita tata melalui asosiasi melalui kementerian. Pengalihan HS number untuk menghindari pajak. Ini tidak fair," tegas Silmy.
Longgarnya pengawasan ini juga membuat impor baja Indonesia meroket. Padahal, impor baja di negara-negara tetangga turun. Misalnya Malaysia yang impor bajanya turun 20 persen, Filipina turun 46 persen, Singapura turun 13 persen, Thailand turun 30 persen, dan Vietnam turun 64 persen.
"Data ASEAN, bagaimana negara lain menurun impornya, Indonesia malah naik. Indonesia sampai Q2 naik 59 persen. Di mana Malaysia turun, kita malah naik," ucapnya.
ADVERTISEMENT
Karena itu lah, pihaknya terus berjuang hingga Permendag 22 Tahun 2018 itu dicabut.
"Industri baja memang saat ini atau kurang lebih atau satu tahun belakangan mendapatkan cobaan yang begitu luar biasa dengan terbitnya Permendag Tahun 2018, nomor 22. Kabarnya Minggu lalu sudah direvisi. Kita terus melakukan upaya untuk ditinjau kembali aturan itu karena itu akan mematikan industri baja," tutupnya.