Tolak Gula Impor, Petani Tebu Demo di Depan Istana Merdeka

16 Oktober 2018 12:28 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petani tebu yang tergabung dalam APTRI menggelar aksi unjuk rasa di depan Istana Merdeka. (Foto: Dok. Istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
Petani tebu yang tergabung dalam APTRI menggelar aksi unjuk rasa di depan Istana Merdeka. (Foto: Dok. Istimewa)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Petani tebu yang tergabung dalam Andalan Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) kembali menggelar unjuk rasa di depan Istana Merdeka, Jakarta. Salah satu tuntutannya adalah meminta pemerintah menghentikan impor gula rafinasi.
ADVERTISEMENT
Sekjen APTRI, M Nur Khabsyin, menyatakan aksi unjuk rasa petani tebu se-Indonesia akan dilakukan 3 hari berturut-turut dimulai hari ini tanggal 16 Oktober 2018 hingga 18 Oktober 2018 di Istana Merdeka. Unjuk rasa diikuti oleh perwakilan petani tebu se-Indonesia yaitu sebanyak 300 orang dari Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Yogyakarta.
"Petani tebu dari daerah daerah tidak mempunyai biaya untuk berangkat ke Jakarta karena gulanya tidak laku. Kami hanya mengirim perwakilan saja karena situasi lagi prihatin dan merugi," ungkap dia saat mengirimkan pesan singkatnya kepada kumparan, Selasa (16/10).
Petani tebu yang tergabung dalam APTRI menggelar aksi unjuk rasa di depan Istana Merdeka. (Foto: Dok. Istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
Petani tebu yang tergabung dalam APTRI menggelar aksi unjuk rasa di depan Istana Merdeka. (Foto: Dok. Istimewa)
Adapun beberapa tuntutan yang disuarakan petani tebu. Misalnya meminta pemerintah menghentikan impor gula rafinasi.
Menurut Nur Khabsyin pada tahun 2018 ini, stok gula konsumsi surplus 2,4 juta ton. Rinciannya adalah stok sisa akhir tahun 2017 sebesar 1 juta ton, rembesan gula rafinasi tahun 2018 sebesar 800 ribu ton, produksi gula konsumsi tahun 2018 sebesar 2,1 juta ton, impor gula konsumsi tahun 2018 sebanyak 1,2 juta ton.
ADVERTISEMENT
"Sehingga total stok 5,1 juta ton, sedangkan kebutuhan gula konsumsi hanya 2,7 juta ton," bebernya.
Tuntutan kedua adalah pemerintah wajib membeli gula petani yang tidak laku. Komitmen pemerintah akan membeli gula tani sebanyak 600 ribu ton melalui Perum Bulog dengan harga Rp 9.700 per kg ternyata hanya angin surga. Bulog hanya membeli sekitar 100 ribu ton saja, sehingga sebagian petani terpaksa menjual gula dengan harga di bawah Rp 9.000 per kg karena sudah tidak kuat menahan kebutuhan hidup dan biaya untuk mengolah kembali tanaman tebu.
Petani tebu yang tergabung dalam APTRI menggelar aksi unjuk rasa di depan Istana Merdeka. (Foto: Dok. Istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
Petani tebu yang tergabung dalam APTRI menggelar aksi unjuk rasa di depan Istana Merdeka. (Foto: Dok. Istimewa)
"Dengan harga pembelian Bulog itu pun kami masih rugi karena biaya produksi gula petani sebesar Rp 10.600-11.000 per kg. Maka kerugian kami untuk tahun 2018 sebesar Rp 2 triliun dengan perhitungan kerugian petani Rp 2.000 per kg dikali 1 juta ton gula tani," tuturnya.
ADVERTISEMENT
Kemudian tuntutan lainnya adalah meminta pemerintah menindak tegas pelaku rembesan gula rafinasi. Rembesan gula rafinasi menyebabkan gula tani tidak laku karena pasar sudah penuh gula impor. Tahun 2018 ini dia menghitung ada sekitar 800 ribu ton rembesan gula rafinasi sehingga petani sangat dirugikan. Kementerian Perdagangan dinilainya harus bertanggung jawab terhadap banjirnya gula impor rafinasi.
"Kami sudah menemukan banyak rembesan dan melaporkan ke Bareskrim Mabes Polri. Rembesan ini akibat izin impor rafinasi yang kebanyakan yaitu 3,6 juta ton, padahal kebutuhan hanya 2,4 juta ton," jelasnya.