Traveloka Cs Garap Bisnis Umrah, Bagaimana Nasib Travel Konvensional?

18 Juli 2019 19:01 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Rhenald Kasali saat peluncuran buku The Great Shifting di rumah perubahan, Bekasi, Sabtu (21/7). Foto: Abdul Latif/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Rhenald Kasali saat peluncuran buku The Great Shifting di rumah perubahan, Bekasi, Sabtu (21/7). Foto: Abdul Latif/kumparan
ADVERTISEMENT
Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) belum lama ini menandatangani kerja sama dengan Pemerintah Arab Saudi. Salah satu poin yang disetujui dua negara ini adalah kolaborasi untuk mengembangkan Umrah Digital Enterprise. Dalam kerja sama ini pemerintah Indonesia melibatkan dua startup unicorn Tanah Air, yakni Tokopedia dan Traveloka, yang bakal ikut ambil bagian dalam mengembangkan startup umrah digital.
ADVERTISEMENT
Jika kolaborasi ini berjalan, masyarakat yang hendak menjalankan ibadah umrah tak perlu lagi mengurus segala keperluan secara konvensional. Menurut Kominfo, nantinya akan ada integrasi sistem mulai dari keuangan, perjalanan, hingga pengiriman barang. Artinya pengurusan akomodasi, pemilihan fasilitas hingga pengurusan visa bisa dilakukan dalam satu aplikasi.
Menanggapi rencana kolaborasi tersebut, Guru Besar Ilmu Manajemen Universitas Indonesia (UI), Rhenald Kasal menilai, bisnis travel umrah konvensional bisa diuntungkan. Sebab Traveloka dan Tokopedia sejatinya bukanlah pelaku utama dalam industri ini. Kedua unicorn tersebut akan berperan sebagai orkestrator.
“Istilahnya mereka menjalankan metode #MO. #MO adalah metode bisnis di era Industri 4.0 dengan tidak menguasai sendiri end to end, melainkan hanya memobilisasi dan orkestrasi pelaku-pelaku usaha yang sudah ada yang menjadi ekosistemnya,” ungkap Renald kepada kumparan, Kamis (18/7).
Melody eks JKT48 umrah. Foto: instagram/melodylaksani92
Artinya, nantinya Traveloka dan Tokopedia bisa menjadi platform ataupun marketplace bagi biro-biro travel umrah konvensional. Sehingga, menurut Renald, ini menjadi kesempatan emas bagi biro travel yang mau bergabung. Sebaliknya, ini bisa jadi momok besar jika biro-biro travel enggan menjadi bagian dari ekosistem.
ADVERTISEMENT
“Jadi kalau demikian mereka bisa menjadi peluang bagi yang mau masuk sebagai ekosistem. Tapi bisa mematikan kalau masih mau hidup pakai cara-cara lama,” ujarnya.
Sehingga jika biro umrah konvensional ingin bertahan maka ada dua pilihan: pertama ikut bergabung atau kedua, harus punya captive market.
Namun Renald mengingatkan, di era ini masyarakat cenderung menyukai hal-hal yang serba mudah. Semua kebutuhan sehari-hari saat ini bisa dipenuhi dengan menggunakan aplikasi. Sehingga menurut Rhenald, kemudahan dalam beribadah umrah pun juga telah memiliki urgensi yang tinggi.
“Sangat tinggi (urgensinya). Sudah 400 juta simcard dimiliki konsumen dan 67 persen penduduk hidup dan berkegiatan secara online,” ujarnya.
Rhenald optimistis jika kolaborasi tersebut benar-benar terwujud maka bisnis umroh akan jauh lebih efisien.
ADVERTISEMENT
“Harusnya jadi lebih efisien. Tak lagi perlu paperwork. Serba transparan, kebutuhannya bisa dikenali, pembayaran lebih mudah, urus visa lebih gampang dan lain-lain,” tandasnya.