Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0

ADVERTISEMENT
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) memastikan tarif Tol Sedyatmo atau Tol Bandara Soekarno-Hatta (Soetta) yang dikelola PT Jasa Marga (Persero) Tbk (JSMR) naik mulai 12 Mei 2019.
ADVERTISEMENT
Tarif Golongan I naik dari Rp 7.000 menjadi Rp 7.500. Sedangkan Golongan II naik dari Rp 8.500 menjadi Rp 10.000.
Sebelumnya kenaikan tarif Tol Sedyatmo direncanakan akan diberlakukan per 14 Februari 2019. Namun dibatalkan oleh Jasa Marga karena diminta oleh Kementerian PUPR dan BPJT untuk mensosialisasikan terlebih dahulu.
"Pertanyaannya, terkait kenaikan itu, apakah cukup dengan sosialisasi saja, apanya yang akan disosialisasikan. Yang urgent untuk Tol Sedyatmo bukan sosialisasi kenaikan tarifnya, tetapi bagaimana keandalan jalan tol ruas Sedyatmo tersebut. Inilah yang harus kita persoalkan," kata Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi, saat dihubungi kumparan, Jumat (10/5).
Menurut YLKI, tarif Tol Sedyatmo tidak layak untuk dinaikkan. Tulus mengatakan, benar bahwa operator tol punya hak yang cukup kuat untuk menaikkan tarif tol per dua tahun. Namun, hal itu bisa dilakukan jika keandalan dan kemampuan jalan tol bisa dipenuhi melalui standar pelayanan minimal sebagai prasyarat untuk kenaikan tarif tol.
ADVERTISEMENT
"Tanpa adanya rekayasa lalu lintas yang mumpuni untuk mengembalikan keandalan jalan tol, maka kenaikan tarif tol Sedyatmo adalah bentuk perampasan hak konsumen sebagai pengguna jalan tol," tegasnya.
Ia menjelaskan, jalan Tol Sedyatmo secara empirik tidak pantas lagi disebut sebagai tol bandara. Boleh jadi Tol Sedyatmo semula memang didedikasikan untuk akses ke bandara, tetapi saat ini secara empirik sudah runtuh. Mengingat, trafik yang melintasi Tol Sedyatmo tidak semua menuju ke bandara, tetapi banyak yang ke luar bandara, seperti ke Cengkareng, Rawabokor, dan sekitarnya, bahkan ke Tangerang.
"Mix traffic inilah yang menyebabkan akses ke bandara sering terganggu, dan mengakibatkan kemacetan, karena terhambat exit tol di sekitar tol Sedyatmo," ucapnya.
Ia menambahkan, tata ruang dan tata guna lahan di sekitar tol Sedyatmo sangat buruk dengan banyaknya apartemen dan perumahan baru, hotel, mal, dan lain-lain. "Sehingga dampaknya kepada keandalan tol Sedyatmo tersebut," ujarnya.
Keandalan Tol Sedyatmo akan makin menurun jika kapasitas penumpang bandara semakin meningkat. Saat ini penumpang Bandara Soetta mencapai 65 juta lebih. Ditargetkan akan mencapai 100 juta pada 2025. Hal ini seiring dengan pembangunan runway 3, dan bahkan Terminal 4 bandara Soetta.
ADVERTISEMENT
"Jika jumlah penumpang 100 juta ini tercapai, artinya trafik di Tol Sedyatmo akan makin padat dan keandalannya makin menurun. Artinya PT Jasa Marga selaku operator Tol Sedyatmo, tidak akan mampu memenuhi berbagai indikator untuk meningkatkan pelayanan yang tercakup dalam Standar Pelayanan Minimal (SPM) Jalan Tol. Kecuali jika pemerintah bisa memindahkan 30 persen pengguna Tol Sedyatmo menjadi pengguna KA bandara, yang sampai sekarang masih kembang kempis, karena sepi penumpang. Bisa kita bayangkan jika 100 juta penumpang bandara Soetta semuanya melewati jalan Tol Sedyatmo, macam mana pula keandalan jalan Tol Sedyatmo?" papar Tulus.
Dengan demikian, mengacu pada kondisi empirik seperti itu, YLKI menilai kenaikan tarif Tol Sedyatmo melanggar hak konsumen.