Allegri: Ada Untungnya Juga Karier Saya sebagai Pemain Tidak Cemerlang

22 April 2019 20:12 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Allegri diguyur oleh pemain-pemain Juventus. Foto: REUTERS/Massimo Pinca
zoom-in-whitePerbesar
Allegri diguyur oleh pemain-pemain Juventus. Foto: REUTERS/Massimo Pinca
ADVERTISEMENT
Tak ada tinta emas yang mengabadikan perjalanan Massimiliano Allegri sebagai pemain sepak bola. Kariernya redup, seredup tim-tim kecil yang dibelanya. Itu belum ditambah dengan larangan bermain karena dituding terlibat dalam skandal pengaturan laga saat membela Pistoiese di Copa Italia 2001.
ADVERTISEMENT
Namun, lain cerita dengan kiprahnya sebagai pelatih. Sassuolo dipastikannya menjejak ke Serie B di akhir 2007/08. Artinya, musim 2008/09 menjadi kali pertama Sassuolo berlaga di kompetisi kasta kedua sepak bola Italia.
Ia membawa mantan klubnya, Cagliari, finis ke peringkat sembilan klasemen Serie A 2008/09. Tak sampai di situ, Allegri juga membawa dua tim masyhur Italia Allegri menikmati gemerlap scudetto.
Yang pertama, AC Milan pada 2010/11. Pencapaian itu tak main-main karena menjadi scudetto pertama Milan setelah puasa tujuh tahun. Padahal, musim 2010/11 merupakan periode perdana Allegri mengasuh Milan.
Yang kedua, tentu Juventus. Tak tanggung-tanggung, lima scudetto dipersembahkannya kepada 'Si Nyonya Tua' yang tak kunjung renta.
Raih scudetto kedelapan secara beruntun, Juventus lampaui rekor Lyon. Foto: Isabella BONOTTO / AFP
ADVERTISEMENT
Pencapaian itu menghapus semua spekulasi bahwa pemecatan Milan akan mencoreng karier kepelatihannya yang baru ranum. Segala pencapaian itu juga membuktikan bahwa seorang pelatih sukses tidak perlu punya karier hebat saat menjadi pesepak bola.
"Yaaaah... Ada untungnya juga karier saya sebagai pemain tidak cemerlang. Saya punya banyak pelatih yang mendidik saya soal keputusan hebat. Sekarang 'kan saya pelatih, nih. Jadi, saya bisa menengok ke belakang dan mengevaluasi sejumlah keputusan mereka," jelas Allegri, dilansir dari Football Italia.
Di antara sekian banyak hal hebat yang dipelajarinya dari mantan-mantan pelatihnya, mungkin salah satunya adalah memahami kebutuhan tim. Dengan pemahaman tersebut, Allegri menjadi salah satu pelatih di Serie A yang paling beruntung karena timnya diperkuat oleh pemain-pemain ideal yang sesuai dengan kebutuhan taktiknya.
ADVERTISEMENT
Namun, tim-tim berkembang. Mereka yang tadinya dipandang sebelah mata, mendadak tampil sebagai kekuatan baru. Ajax Amsterdam, contoh paling kentara. Toh, Juventus merasakan sendiri sehebat apa kebangkitan Ajax.
Rodrigo Bentancur, Federico Bernardeschi, dan Frenkie de Jong pada laga Ajax vs Juventus leg I. Foto: AFP/Emmanuel Dunand
Itu di kompetisi Eropa yang cakupannya lebih luas. Di level domestik yang pemetaannya lebih pasti, perubahan pun tetap ada. Siapa pula yang menyangka Atalanta dapat tampil sebagai kuda hitam baru Serie A?
Di sisi lain, target klub pun meningkat. Bagi Juventus, tak sekadar menambah daftar panjang scudetto, tapi juga jadi juara di level yang lebih tinggi. Liga Champions, misalnya.
Berangkat dari situ, tugas Allegri juga makin berat. Keputusan taktiknya yang cenderung mengandalkan kemampuan individu juga akan lebih baik bila diberikan penyegaran.
ADVERTISEMENT
Kabar baiknya, Allegri terbuka dengan pilihan tersebut. Sebagai pelatih, ia sadar, sepak bola belum berhenti melahirkan kejutan. Maka, ia pun mesti mempersiapkan kejutan untuk lawan-lawannya.
"Kami harus meningkatkan kualitas sepak bola kami sendiri dan belajar bagaimana mengatasi hal-hal yang tidak sesuai rencana dengan lebih baik. Momen-momen tersebut bisa saja mengubah jalannya kompetisi," ucap Allegri.
"Saya dan tim akan bertemu dengan pihak klub kapan pun mereka mau. Kami akan menganalisis apa yang tidak berjalan musim ini. Saya juga akan mencoba pergantian peran untuk sejumlah pemain. Setiap pelatih memiliki metode masing-masing. Yang terpenting, tujuan kami tercapai," jelas Allegri.