Analisis: Efektivitas Jadi Kunci Kemenangan United atas Spurs

14 Januari 2019 8:05 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
:Pogba dan Eriksen berduel. (Foto: REUTERS/Eddie Keogh)
zoom-in-whitePerbesar
:Pogba dan Eriksen berduel. (Foto: REUTERS/Eddie Keogh)
ADVERTISEMENT
Baru saja beberapa waktu lalu, Tottenham Hotspur sukses menumbangkan Chelsea di ajang Piala Liga Inggris 2018/19 berkat permainan efektif yang mereka perlihatkan. Kini, mereka justru dipukul oleh Manchester United dengan cara serupa.
ADVERTISEMENT
Dalam laga pekan 22 Premier League 2018/19, United sukses merengkuh kemenangan atas Spurs. Bersua di Stadion Wembley, Senin (14/1/2019) dini hari WIB tersebut, United meraih kemenangan tipis 1-0, via gol tunggal dari Marcus Rashford pada menit 44.
Berkat kemenangan ini, bisa dibilang Ole Gunnar Solskjaer lolos dari ujian berat. Ya, laga melawan Spurs ini menjadi laga besar perdana yang ia jalani selaku pelatih interim 'Iblis Merah'. Di lima laga sebelumnya, lawan yang ia hadapi hanyalah tim-tim kelas medioker macam Cardiff City, Huddersfield Town, Bournemouth, Newcastle United, dan Reading.
Kemenangan ini, selain membawa Solskjaer lolos ujian berat, juga menunjukkan bahwa di balik wajah awet muda yang dimiliki Solskjaer, tersimpan pula kecerdasan taktikal yang apik. Kecerdasan taktikal yang menunjukkan bahwa ia punya kapasitas sebagai juru taktik tim sekelas United.
ADVERTISEMENT
United yang Bermain dengan Cerdas dan Efektif
Dalam laga ini, United sempat menekan Spurs. Di awal-awal laga, mereka malah melepas tekanan secara intens ke lini pertahanan. Selain dimaksudkan untuk mengacaukan aliran bola Spurs di awal pertandingan, ada maksud lain di balik tekanan intens yang dilancarkan oleh United ini.
Pemain Spurs dan United saling berduel. (Foto: Reuters/John Sibley)
zoom-in-whitePerbesar
Pemain Spurs dan United saling berduel. (Foto: Reuters/John Sibley)
Dari tekanan intens yang dilepas United tersebut, Spurs terpancing. Mereka tergoda untuk menekan balik United karena merasa ada celah-celah yang bisa dimanfaatkan untuk menyengat balik. Maka, setelah laga berjalan 15 menit, ditandai dengan intensitas tekanan United yang mengendur, Spurs mulai berani melancarkan beberapa serangan.
Alhasil, inisiatif permainan mulai dipegang Spurs. Kuasa bola, memasuki menit 30 laga, mulai mereka genggam dengan persentase 61% berbanding 39%, Tembakan juga lebih banyak mereka lepaskan, yakni 5 berbanding 4. Namun, inilah justru yang memang diinginkan oleh United. Mereka memancing Spurs keluar sehingga justru banyak ruang-ruang di pertahanan Spurs yang bisa mereka manfaatkan.
ADVERTISEMENT
Memiliki sosok macam Paul Pogba, Marcus Rashford, Anthony Martial, dan Jesse Lingard membuat United nyaman dalam melakukan serangan balik. Celah sekecil apapun mereka eksploitasi, dan gol Rashford pada menit 44, yang diawali oleh intersep Lingard, lalu diteruskan oleh umpan gemilang Pogba, menunjukkan kecerdasan United dalam memanfaatkan celah di laga ini.
Tidak hanya lewat gol Rashford saja, beberapa kesempatan yang muncul di babak kedua juga hadir karena cerdasnya United dalam memanfaatkan ruang di pertahanan Spurs. Memang di babak kedua Pogba dkk. ditekan oleh Spurs, tapi, mengingat Spurs memulai babak kedua dengan ketertinggalan 0-1, hal itu jadi sesuatu yang wajar.
Hal yang luar biasa adalah bagaimana United bisa memancing Spurs bermain sesuai dengan pola yang mereka inginkan. Sekilas, hal ini sama dengan apa yang Spurs lakukan ketika menundukkan Chelsea, kala mereka bermain efektif dan menaklukkan Chelsea dengan skor 1-0. Kali ini, justru Spurs yang dipukul United dengan cara main efektif.
ADVERTISEMENT
Spurs yang Memang Tidak Memiliki Pilihan Lain
Sebenarnya, sebelum Moussa Sissoko ditarik keluar, Spurs mampu meladeni serangan-serangan balik yang dilepas United. Peran box-to-box yang dijalankan Sissoko dengan apik membuat Spurs dapat membendung beberapa serangan cepat United, karena dia mampu membantu penyerangan dan pertahanan sama baiknya.
Namun, keluarnya Sissoko pada menit 43 karena cedera (digantikan Erik Lamela), meninggalkan celah tersendiri. Fokus Lamela yang tidak jelas, entah itu untuk menyerang atau bertahan, membuat penyerangan Spurs buntu. Pertahanan juga tidak terbantu karena Lamela jarang melakukan tekel maupun intersep (torehan tekel dan intersep Lamela di laga ini masing-masing hanya 1).
Jika berandai-andai, saat Sissoko ditarik keluar karena cedera, tentu Mauricio Pochettino akan lebih memilih sosok Mousa Dembele atau Eric Dier. Kemampuan apik mereka dalam bertahan sedikitnya dapat menghambat mobilitas Pogba di lini tengah United, sekaligus membantu pertahanan dalam menyaring serangan balik.
ADVERTISEMENT
Saat mengatasi kebuntuan di lini serang pun, mungkin Pochettino akan lebih memilih memasukkan Lucas Moura daripada Fernando Llorente. Hasilnya, beberapa pergantian yang tidak efektif ini justru menghancurkan permainan Spurs. Tekanan yang mereka lakukan jadi tak berarti karena, pada akhirnya, justru tekanan itu gagal berbuah gol dan meninggalkan celah yang bisa dimanfaatkan oleh United.
Apa boleh bikin. Toh, Pochettino tidak punya pilihan lain.
***
Dalam laga besar seperti laga antara Spurs lawan United ini, selain kualitas pemain, kecerdasan taktikal dari pelatih juga jadi penentu kemenangan. Bagaimana pelatih menggunakan strategi yang pas bagi timnya maupun lawan, sekaligus mengintegrasikannya dengan ciri khas permainan dari tim sendiri, jadi kunci yang mengantarkan mereka kepada hasil positif.
ADVERTISEMENT
Hal inilah yang sukses dilakukan Solskjaer di laga ini. Sesuai dengan perkataannya, United dalam laga ini tetap menyerang, tapi tidak secara serampangan. Sadar bahwa tim yang mereka hadapi adalah tim besar, Solskjaer menerapkan pendekatan berbeda. Ia menyerang secara cerdas. Menyerang kelemahan lawan, menyerang keteledoran lawan dengan permainan efektif.
Sedangkan bagi Spurs, kekalahan ini jadi pengingat bahwa cara efektif yang pernah mereka terapkan ke tim lawan, bisa jadi bumerang bagi tim mereka sendiri di laga lain. United sudah menunjukkan bahwa mereka juga mampu bermain efektif, ditopang oleh pertahanan kuat yang dipersonakan oleh penjaga gawang mereka, David de Gea.