Analisis: Kacaunya Transisi Liverpool Buat Spurs Mendominasi Laga

5 Februari 2018 7:23 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pemain Liverpool dan Spurs berebut bola (Foto: Reuters / Andrew Yates)
zoom-in-whitePerbesar
Pemain Liverpool dan Spurs berebut bola (Foto: Reuters / Andrew Yates)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sekali lagi, dalam sepak bola, transisi menunjukkan perannya. Hal ini tampak dalam laga lanjutan pekan ke-26 Premier League musim 2017/18 ketika Liverpool bersua Tottenham Hotspur di Stadion Anfield, Minggu (4/2/2018) malam.
ADVERTISEMENT
Pertandingan sendiri berjalan cukup menarik. Setelah gol cepat Mohamed Salah pada menit ke-3 membawa Liverpool unggul atas Spurs dalam waktu yang cukup lama, memasuki menit ke-80, keseruan dalam laga ini dimulai. Diawali oleh gol penyama kedudukan Victor Wanyama, gol kedua Salah dan gol penalti Harry Kane membuat laga berakhir 2-2.
Terlepas dari drama 10 menit terakhir yang menghiasi pertandingan ini, Liverpool vs Spurs di Anfield merupakan pertandingan yang cukup menarik. Dari segi taktik, terutama dari sisi Juergen Klopp, banyak perubahan yang dilakukan setelah mereka mengalami pembantaian massal di Wembley pada Oktober 2017 lalu. Sekadar pengingat, Liverpool pernah dihancurkan Spurs 1-4 kala itu.
Berikut adalah beberapa poin taktikal menarik dalam laga antara Liverpool melawan Spurs di Anfield pada Minggu (4/2) malam tersebut.
ADVERTISEMENT
Transisi Liverpool yang Tidak Konsisten
Sadar bahwa menyerang dengan asal dapat membikin banyak lubang di lini pertahanan mereka, Liverpool tidak terlalu mengambil inisiatif dalam pertandingan ini. Meski tampil di kandang, mereka memggunakan pendekatan yang berbeda dengan pendekatan ketika tampil di Wembley pada Oktober 2017 silam.
Pada pertandingan ini, Liverpool justru tampil lebih dalam. Meski secara dasar mereka menggunakan formasi dasar 4-3-3, tapi formasi ini kerap berubah bentuk menjadi 4-4-2 atau malah 4-5-1 ketika Liverpool memasuki fase bertahan. Dua di antara tiga penyerang mereka, atau hanya satu saja, kerap turun membantu pertahanan ketika Liverpool beralih fase.
Di sinilah transisi memainkan perannya. Memang Liverpool tampil lebih dalam, terutama ketika memasuki fase bertahan. Tapi tidak hanya cepat ketika bertahan, Liverpool juga punya transisi yang baik ketika masuk ke fase menyerang. Bola yang berhasil direbut, bisa seketika dialirkan ke depan dan menjadi peluang bagi 'Si Merah'. Transisi apik Liverpool inilah yang sempat merepotkan Spurs, terutama di awal-awal laga.
ADVERTISEMENT
Namun sayangnya, kemulusan transisi ini tidak berjalan konsisten. Memasuki babak kedua, transisi Liverpool tidak lagi berjalam sedinamis di babak pertama. Kurangnya distribusi bola dari lini tengah (tugas ini diemban Jordan Henderson dan James Milner) menjadi sebab utama mengapa transisi Liverpool menjadi tidak mulus seperti halnya di babak pertama.
Ketika Henderson dan Milner digantikan, Liverpool semakin sulit mengalirkan bola. Aliran bola minim, berujung pada transisi yang kacau. Inilah yang mengakibatkan banyaknya lubang yang terjadi di pertahanan, terutama di tengah. Inilah yang membuat dua gol bersarang ke gawang Liverpool sehingga mereka harus puas dengan hasil imbang.
Inisiatif Baik Tottenham di Babak Kedua
Tottenham Hotspur perlu sedikit diapresiasi atas inisiatif yang mereka lakukan di babak kedua. Dalam pertandingan ini, kuasa bola memang lebih banyak dipegang oleh The Lilywhites. Aliran bola berada di bawah kendali mereka, bahkan bisa dibilang sepanjang pertandingan.
ADVERTISEMENT
Namun, sebenarnya efektivitas aliran bola Tottenham mulai tampak pada babak kedua, seiring dengan inisiatif mereka untuk menekan lebih dalam pertahanan Liverpool. Sadar bahwa Liverpool punya kebiasaan untuk bertahan lebih dalam di babak kedua, Spurs mulai berani menekan Liverpool lebih tinggi di babak ini.
Dengan tekanan yang lebih tinggi, juga lebih intens, Spurs mampu memberikan ancaman yang lebih banyak kepada lini pertahanan Liverpool. Total tembakan mereka di babak kedua ini lebih banyak, yakni sembilan kali (di babak pertama, Spurs hanya melakukan empat kali tembakan). Terlepas dari urgensi untuk menyamakan kedudukan, inisiatif ini baik bagi mereka.
Dua gol sukses mereka ciptakan pada babak kedua ini, termasuk gol mengesankan dari Victor Wanyama pada menit ke-80. Terlepas dari gol penalti Harry Kane di menit-menit akhir yang cukup kontroversial (mengacu kepada terjadinya penalti), keberanian Spurs untuk menekan patut diacungi jempol.
ADVERTISEMENT
Liverpool Perlu Distributor Ulung
Dalam pembahasan mengenai transisi yang baik, disebutkan bahwa Liverpool mulai sedikit inkonsisten dalam soal transisi ketika distributor bola mereka ditarik keluar. Maka, bisa disebut bahwa peran Henderson dan Milner cukup penting dalam laga ini.
Dari catatan persentase akurasi umpan mereka saja, khusus di pertandingan ini, Milner dan Henderson mencatatkan persentase akurasi yang cukup tinggi, dengan torehan 80% (Henderson) dan 83,3% (Milner). Keduanya berperan penting dalam menghidupkan trio lini serang Liverpool, sekaligus juga menjadi titik awal serangan Liverpool.
Pekerjaan rumah lainnya bagi Klopp adalah menemukan pemain dengan kemampuan distribusi umpan yang serupa. Emre Can sebenarnya mampu, tapi merujuk pada kejadian ketika Liverpool dikalahkan West Bromwich Albion dalam babak keempat Piala FA, tampak bahwa tidak adanya Henderson dan Milner membuat Liverpool kesulitan dalam mengatur aliran bola.
ADVERTISEMENT