Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.101.0
Analisis : Rotasi Bali United yang Gagal Total
13 Februari 2018 20:10 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:11 WIB

ADVERTISEMENT
Rotasi adalah pilihan terbaik untuk menghadapi jadwal yang padat. Harus bertanding sebanyak tiga kali dalam tempo empat hari bukan bekal yang sehat bagi Bali United ketika menjamu wakil Myanmar, Yangon United, pada laga pertama fase grup G AFC Cup, Selasa (13/2/2018), di Stadion Kapten I Wayan Dipta.
ADVERTISEMENT
Dua hari sebelumnya, Minggu (11/2), Bali United harus melakoni leg pertama semifinal Piala Presiden 2018 melawan Sriwijaya FC di Stadion Gelora Jakabaring, Palembang. Saat itu, pelatih Widodo Cahyono Putro memutuskan bermain dengan skuat utama. Pemain macam Ilija Spasojevic, Stefano Lilipaly, dan Demerson bermain sejak menit pertama.
Alih-alih menurunkan skuat lapis kedua di leg kedua yang berlangsung Rabu (14/2), Widodo malah memilih laga melawan Yangon untuk merotasi pemain. Tetap turun dengan skema dasar 4-3-3, hanya Andhika Wijaya pemain inti yang diturunkan sejak menit pertama.
Sisanya, Widodo menurunkan pemain yang biasa duduk di bangku cadangan, seperti Yandi Sofyan, Kevin Brands, I Gede Sukadana, dan penjaga gawang, I Kadek Wardhana.
Fakta di atas seakan menyimpulkan bahwa Bali United memprioritaskan turnamen pramusim ketimbang AFC Cup. Atas keputusan ini, Bali United dipaksa menelan pil pahit karena kalah telak 1-3 dari The Lion. Rotasi ini memang menjadi faktor utama dari kekalahan Bali United. Akan tetapi, ada hal-hal yang membuat Bali United tak berkutik di hadapan Yangon, meski mereka bermain di hadapan puluhan ribu pendukungnya.
ADVERTISEMENT
Garis Pertahanan Bali United yang Terlalu Tinggi
Bermain agresif diawal pertandingan, Bali United ingin memberikan kesan menakutkan. Dua bek sayap mereka, Taufik Hidayat, dan Andhika Wijaya, diinstruksikan untuk membantu serangan. Selain itu, dua bek tengah, Agus Nova dan Ngurah Nanak, bermain lebih ke depan membantu lini tengah mengatur tempo permainan yang membuat garis pertahanan Bali United lebih ke depan.
Dengan memberikan instruksi meninggikan garis pertahanan, Bali United ingin memberikan tekanan besar kepada lawan. Apa yang dilakukan Bali United justru dimanfaatkan dengan baik oleh Yangon United. Ruang yang tercipta karena pemain belakang berdiri terlalu depan dipahami betul oleh pelatih Yangon, Myo Min Tun. Dengan mengandalkan umpan daerah ke tepi lapang, pemain sayap Yangon dengan mudah menyisir lapangan dan menyodorkan umpan silang atas ke mulut gawang lawan.

Ditambah dua bek tengah Bali United selalu terlambat untuk turun dan menutup ruang di dalam kotak penalti yang memudahkan dua penyerang Yangon untuk menembak bola dan menggetarkan jala gawang I Kadek Wardhana. Tiga gol yang dicetak Yangon dalam tempo 10 menit bermula dari keberhasilan pemain Yangon memaksimalkan ruang di tepi lapangan.
ADVERTISEMENT
Miskin Kreativitas di Lini Tengah
Tak adanya pemain macam Fadil Sausu, M. Taufiq, dan Van Der Velden di lini tengah membuat aliran bola Bali United miskin variasi. I Gede Sukadana dan Kevin Brands selalu gagal menyodorkan umpan ke tepi lapangan dengan baik. Selain itu, tak adanya pemain berpostur tinggi di pertahanan lawan untuk menjadi pemantul, yang biasa ditempati Ilija Spasojevic, memaksa kedua kreator menumpukkan serangan sisi sayap.
Tak hanya itu, umpan-umpan pendek yang biasa dimainkan oleh Fadil, Velden, dan Taufiq untuk membuka ruang pun tak terlihat selama pertandingan berlangsung. Terhitung berdasar statistik yang dihimpun AFC, Bali United mencatatkan umpan sukses sebanyak 499 kali, jauh dari Yangon yang hanya mencatat 257 umpan sukses.
ADVERTISEMENT
Namun, yang menjadi pembeda ialah arah bola yang dikirim sang kreator. Gede Sukadana selalu kebingungan untuk mengirim bola ke lini depan. Pergerakan tanpa bola pemain depan Bali United menjadi penyebabnya. Dua bek sayap Bali United yang maju ke depan, gagal menciptakan ruang di pertahanan lawan.

Selain itu, Gede Sukadana pun tak berani memegang bola terlalu lama agar pemain lain dapat bergerak lebih lama untuk menciptakan ruang. Minimnya kreativitas Bali United diperparah oleh buruknya koordinasi ketiga pemain di lini tengah.
Sutanto Tan, Kevin Brands dan Gede Sukadana seperti bermain sendiri-sendiri. Ketiga pemain tersebut seakan gagal untuk menarik garis pertahanan lawan menjadi tinggi dengan umpan-umpan pendeik di lini kedua.
Masuknya Van Der Velden di pertengahan babak kedua pun tak membuat lini tengah Bali United lebih baik. Pasalnya, pemain asal Belanda ini bermain melebar menggantikan peran Sukarja di sisi kiri.
ADVERTISEMENT
Kerapatan Yangon United
Usai unggul tiga gol, pelatih Yangon seperti memahami bahwa ruang yang tercipta karena jarak antar lini yang renggang dapat menghadirkan petaka. Lawan dapat merangsek ke kotak penalti dengan mudah dan mengancam penjaga gawang.
Maka dari itu, untuk mempertahankan keunggulan, pelatih Yangon menginstruksi pasukannya agar bermain lebih ke dalam agar tak ada ruang di sepertiga pertahanan sendiri yang dapat dimanfaatkan lawan.
Hal inilah yang kemudian menyulitkan Bali United untuk menembus barisan bertahan Yangon. Gol yang diciptakan Bali United pun berasal dari kesalahan pemain belakang Yangon saat menghalau bola. Sisanya, Bali United hanya menyepak bola dengan keras dari luar kotak penalti. Dicatat Labbola, Bali United melesakan 11 upaya tembakan dan hanya dua saja yang mengarah ke gawang.
ADVERTISEMENT