Apa, sih, Faedahnya Laga Perebutan Tempat Ketiga Piala Dunia?

13 Juli 2018 17:03 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Laga Inggris vs Belgia di fase grup. (Foto: REUTERS/Fabrizio Bensch)
zoom-in-whitePerbesar
Laga Inggris vs Belgia di fase grup. (Foto: REUTERS/Fabrizio Bensch)
ADVERTISEMENT
Apa faedahnya laga perebutan tempat ketiga dalam sebuah Piala Dunia?
ADVERTISEMENT
FIFA, sih, mengadakannya hanya untuk memperpendek gap di antara laga semifinal dan final. Biasanya, laga semifinal dan final itu berjarak empat atau lima hari. Nah, agar penonton tak terlalu lama menunggu, maka diadakanlah laga perebutan tempat ketiga sebagai sebuah partai hiburan.
Iya, hiburan. Dua tim yang dalam satu bulan terakhir sudah bercucur peluh, berjuang untuk menjadi yang terbaik di dunia--tetapi gagal di semifinal--masih harus berlaga sekali lagi. Dalam laga hiburan, dalam laga yang tak menentukan, dalam laga yang menang-kalah tak ada artinya.
Ini seperti Anda baru saja diputusin pacar di bulan-bulan menjelang pernikahan, tapi dua hari setelahnya Anda ditelepon dan diajak menemaninya pergi ke salon. Sakitnya belum hilang, malah diajak bertemu dan melakukan hal yang tak ada faedahnya untuk Anda. Capek doang.
ADVERTISEMENT
Laga perebutan tempat ketiga Piala Dunia 2002. (Foto: PASCAL GUYOT / AFP)
zoom-in-whitePerbesar
Laga perebutan tempat ketiga Piala Dunia 2002. (Foto: PASCAL GUYOT / AFP)
Scott Murray, dalam kolomnya di The Guardian, menulis bahwa laga perebutan tempat ketiga itu adalah pertandingan yang tak diinginkan pemain, tak dikontrol para pelatih, dan hanya ditonton beberapa profesional saja. Tak ada yang benar-benar peduli dengan laga itu.
Louis van Gaal, pelatih Belanda pada Piala Dunia 2018 silam, pernah berujar bahwa laga perebutan tempat ketiga di Piala Dunia seharusnya tak pernah diadakan. Menurutnya, laga itu tak adil bagi kedua tim yang berlaga karena mereka dituntut bertanding dengan waktu recovery yang mepet. Padahal laga juga tak penting.
"Yang terburuk dari laga itu, saya yakin, adalah kemungkinan Anda kalah dua kali berturut-turut di turnamen di mana Anda bermain dengan sangat baik. Anda kemudian pulang sebagai pecundang karena kemungkinan Anda kalah dalam dua pertandingan terakhir," kata Van Gaal kala itu seperti dilansir Bleacher Report.
ADVERTISEMENT
"Laga ini tidak ada hubungannya dengan olahraga menurut saya. Tidak ada turnamen, tidak ada turnamen sepak bola, terutama di turnamen terakhir, yang menuntut pemain Anda untuk berlaga di perebutan tempat ketiga. Hanya ada satu hadiah dan satu penghargaan yang tak ternilai dan itu adalah jadi juara," imbuh dia.
Van Gaal saat menangani Timnas Belanda. (Foto: ATTILA KISBENEDEK / AFP)
zoom-in-whitePerbesar
Van Gaal saat menangani Timnas Belanda. (Foto: ATTILA KISBENEDEK / AFP)
Yang unik, meski berkata demikian, Van Gaal berhasil membawa Belanda memenangi laga perebutan tempat ketiga Piala Dunia 2014. Kala itu mereka mengalahkan Brasil sang tuan rumah dengan skor 3-0. Ini bisa dimaklumi bahwa Van Gaal tak ingin membawa anak asuhnya pulang dengan status pecundang.
Laga perebutan tempat ketiga memang terlalu sering dipertanyakan faedahnya, dikritik fungsinya. Namun, FIFA masih tetap kekeh untuk melangsungkan laga tersebut dalam setiap edisi Piala Dunia. Mungkin keuntungan komersial yang mereka dapat dari laga ini terlalu besar untuk dilewatkan.
ADVERTISEMENT
FIFA sendiri sudah menghadirkan laga perebutan tempat ketiga di Piala Dunia ini sejak edisi kedua yakni 1934. Jerman dan Austria kala itu yang berlaga untuk pertama kali dan negara yang disebut pertama itu berhasil jadi pemenang dengan skor 3-2. Setelahnya, ritual perebutan tempat ketiga terus hadir tanpa permisi.
Laga tersebut kemudian dimanfaatkan dengan beberapa hal oleh tim-tim yang berlaga. Ada yang menjadikan laga tersebut untuk memberikan kesempatan bermain kepada para pemain yang sejak fase grup hingga semifinal tak mendapat menit yang banyak.
Ada juga yang menjadikan laga tersebut sebagai laga perpisahan untuk para legenda mereka. Jerman pernah melakukannya untuk Oliver Kahn yang pensiun setelah Piala Dunia 2006. Ada pula yang seperti Van Gaal tadi, menjalani laga hanya untuk tak pulang sebagai pecundang.
ADVERTISEMENT
Suker merayakan juara ketiga di Piala Dunia 1998. (Foto: GERARD CERLES / AFP)
zoom-in-whitePerbesar
Suker merayakan juara ketiga di Piala Dunia 1998. (Foto: GERARD CERLES / AFP)
Negara-negara seperti Kroasia pada edisi 1998, Swedia pada 1994, hingga Turki di 2002 menjadikan laga tersebut sebagai penegasan dan klimaks dari status kuda hitam sepanjang turnamen. Setidaknya, mereka bisa pulang dengan kepala yang lebih tegak dibanding jika hanya kalah di semifinal saja.
Inggris dan Belgia akan menjalani ritual menyebalkan itu pada Sabtu (14/7/2018) pukul 21:00 WIB di Saint Petersburg Stadium. Mereka akan berduel untuk memperebutkan status sebagai tim ketiga terbaik di Piala Dunia 2018. Yang menarik, tiket laga tersebut sudah ludes, bahkan sejak satu bulan lalu.
Inggris sendiri memandang laga tersebut sebagai laga untuk menjaga kehormatan mereka. Belgia juga menegaskan bahwa mereka tetap akan bersuka cita seperti menghadapi pertandingan lain di Saint Petersburg. Mereka akan berduel untuk alasan-alasan yang mereka tahu sendiri itu apa.
ADVERTISEMENT
Bagi orang banyak, laga itu masih akan menimbulkan pertanyaan yang sama: Apa, sih, faedahnya?