Ayo Bicara soal Kekalahan Perdana City di Premier League Itu

9 Desember 2018 9:37 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Rebutan bola antara Alonso dan Gabriel Jesus. (Foto: REUTERS/Eddie Keogh)
zoom-in-whitePerbesar
Rebutan bola antara Alonso dan Gabriel Jesus. (Foto: REUTERS/Eddie Keogh)
ADVERTISEMENT
Kemenangan Chelsea atas Manchester City menarasikan bahwa sepak bola memiliki selera humor yang tinggi. City datang ke Stamford Bridge pada Minggu (9/12/2018) ibarat prajurit yang memenangi perang dari satu wilayah ke wilayah lain.
ADVERTISEMENT
Di pinggang para penggawa City, tersemat sejumlah gulungan surat yang berisikan pernyataan penguasa daerah taklukan untuk tunduk kepada mereka. City tampil perkasa hingga pekan 15 Premier League 2018/19. Tak satupun laga tuntas dengan kekalahan. Rinciannya, 13 kemenangan dengan dua hasil imbang.
Chelsea adalah pihak sebaliknya. Perjalanan mereka tidak bisa dibilang semenjana, karena kekalahan mereka hanya ada di angka dua. Selebihnya adalah sembilan kemenangan dan dua hasil imbang dalam 15 pertandingan. Hanya, satu dari dua kekalahan itu didapat dari pekan ke-15.
Yang menyedihkan, torehan minor itu menjadi ganjaran The Blues saat bertanding melawan tim promosi, Wolverhamtpon Wanderers. Sebenarnya, Wolves bukan tim sembarangan. Mereka jugalah yang membikin pening kepala Josep Guardiola karena memberikan hasil imbang untuk City di pekan ketiga Premier League 2018/19. Tapi, cukup soal Wolves karena sekarang waktunya bicara tentang kemenangan Chelsea atas City. Yep, dua gol yang dilesakkan oleh N'Golo Kante (45'+2') dan David Luiz (78') mengganjar City dengan kekalahan perdana mereka di kompetisi liga musim ini.
ADVERTISEMENT
Performa City yang luar biasa membawa mereka sebagai unggulan di setiap laga, termasuk pertandingan melawan Chelsea ini. Apalagi bila melihat seganas apa pasukan Guardiola bekerja di babak pertama. Baik Guardiola maupun Maurizio Sarri, keduanya menyukai permainan agresif. Namun, menghadapi agresivitas dengan agresivitas tidak menjadi pilihan Sarri.
Pada kenyataannya, Sarri tidak buru-buru melancarkan serangan di sepanjang babak pertama. Tindakan ini bukan tanpa alasan. Bangunan serangan bisa runtuh di tengah jalan bila City melancarkan serangan baliknya. Sebelum gol di pengujung paruh pertama tadi, Chelsea tidak melepaskan satu tembakan pun. Selain karena tekanan yang dilancarkan City, mereka juga tidak berpenetrasi secara intens ke kotak penalti lawan. Ya, bagaimana mau intens? Wong City bolak-balik merangsek masuk ke pertahanan Chelsea.
ADVERTISEMENT
Tendangan N'Golo Kante yang menjadi gol. (Foto: Reuters/John Sibley)
zoom-in-whitePerbesar
Tendangan N'Golo Kante yang menjadi gol. (Foto: Reuters/John Sibley)
Menariknya, walau berkali-kali berhasil masuk ke area permainan Chelsea, City juga bukannya bisa menebar ancaman serius. Dalam kurun waktu yang sama, mereka hanya sanggup membukukan empat upaya tembakan dengan (cuma) satu yang mengarah ke gawang. Penyebabnya, apa lagi bila bukan sistem garis pertahanan rendah yang diusung oleh Chelsea? Sepintas, City tampil begitu dominan, mereka lebih banyak menyentuh dan mengalirkan bola ketimbang Chelsea. Namun, bagaimana bila ini bukan strategi City, tapi buah dari strategi yang diterapkan oleh Sarri?
Bagaimana jadinya bila sudut pandangnya diubah seperti ini: Chelsea memilih untuk bermain ke dalam, menutup ruang-ruang pertahanan, dan membiarkan City menguasai dan mengalirkan bola lebih lama? Hal ini sempat membikin City frustrasi. Walau hingga menit 44 menorehkan 200 umpan--berbanding 352 umpan Chelsea--dengan akurasi umpan sukses mencapai 88%, sempitnya ruangan untuk berkreasi di lini depan membikin serangan City justru lebih banyak berujung sebagai umpan silang. Menilik catatan Whoscored, sebelum gol pembuka tadi, City sudah membukukan 10 umpan silang, berbanding dengan satu umpan silang Chelsea.
ADVERTISEMENT
Catatan tambahan, City juga bermain seperti tim yang kehilangan 'gawang'. Kesigapan pemain-pemain Chelsea menghalau bola yang menyentuh area kotak penalti menjadi sumbat yang membikin tembakan City pampat. Dalam waktu-waktu ini, City ibarat tim yang bermain sporadis, cenderung asal menembak sambil berkata: Ya, syukur-syukur jadi gol.
City tampaknya berusaha mencari keunggulan dengan mengurung sang rival tanpa memberikan jalan keluar. Untuk sampai ke sini, kita hanya perlu membandingkan lagi umpan-umpan yang mereka lancarkan. Maka untuk sementara, cara paling masuk akal yang bisa dilakukan Chelsea adalah menunggu di daerah sendiri. Chelsea tentu sempat ada dalam situasi begitu mengharapkan merebut bola kemudian melancarkan serangan kilat yang tak hanya mengejutkan, tapi juga melumpuhkan permainan City.
ADVERTISEMENT
Kabar baik bagi penghuni Stamford Bridge, jagoan mereka tidak cuma jago berandai-andai, tapi juga berupaya merengkuh keunggulan dalam situasi tertekan sekalipun. Skema serangan balik inilah yang pada akhirnya digunakan oleh Chelsea untuk menyegel gol pertama.
Kante merayakan golnya di laga vs Manchester City. (Foto: REUTERS/Eddie Keogh)
zoom-in-whitePerbesar
Kante merayakan golnya di laga vs Manchester City. (Foto: REUTERS/Eddie Keogh)
Karma bagi hampir seluruh tim yang keasyikan menyerang adalah melupakan pertahanan. Maka bersyukurlah Chelsea sejadi-jadinya karena mereka memiliki Kante. Gelandang kesayangan hampir segala umat di ranah sepak bola itu memang acap bertingkah manis dan tersenyum malu-malu, tapi di atas lapangan sana, ia adalah perusak yang ulung. Perannya sebagai ball-winning midfielder berfungsi untuk memutus bangunan serangan lawan. Namun, di pertandingan ini ia menampakkan kemampuannya yang lain.
Ia bergerak maju ke depan kotak penalti tanpa kawalan lawan saat Eden Hazard bersiap untuk mengirimkan bola yang didahului dengan aksi individual. Anehnya, tak ada satupun pemain City yang mengawal Kante. Kalau ditanya apa sebabnya, mungkin karena ia memang Kante. Sosok pesepak bola yang sepintas tidak istimewa-istimewa amat, tapi punya kerap ada di situasi dan posisi yang tepat.
ADVERTISEMENT
Sosok lain yang menjadi pembeda dan barangkali boleh disebut biang kerok kekacauan City adalah Cesar Azpilicueta. Ia menjadi pemain di laga ini yang paling banyak melepaskan tekel sukses dan intercep. Catatan 13 tekel suksesnya menjadi yang tertinggi, begitu pula dengan lima intersepnya. Di sepanjang pertandingan, Azpilicueta menjadi pemain yang paling tangguh. Beberapa kali pula Leroy Sane dan Raheem Sterling mencoba melepaskan diri dari penjagaan satu lawan satu dengannya, tapi berkali-kali pula keduanya gagal.
Ia menjadi pemain Chelsea yang paling sering menyentuh bola, 96 kali, tapi paling jarang kehilangan bola--hanya satu kali. Konsistensinya mengawal area pertahanan dan membangun serangan dari area belakang benar-benar menjadi penawar bagi Chelsea, terlebih karena di laga ini Hazard dan Kante menjadi dua sosok yang paling sering kehilangan bola--Hazard kehilangan bola tujuh kali, Kante enam.
ADVERTISEMENT
Moncernya permainan Azpilicueta adalah perkara krusial. Sebabnya, keberadaannya menjadi pintu pertama yang menjamin kelancaran distribusi bola. Pemain tengah memang menjadi jembatan ke lini terdepan. Tapi, keberadaan mereka akan sia-sia jika minim pasokan dari area belakang. Yang menjadi keunggulan Chelsea juga masalah efekvititas. Jumlah upaya serangan The Blues memang tidak sebanykan City yang mencapai angka 12. Chelsea cuma mencatatkan delapan upaya, tetapi lima di antaranya (62,5%) mengarah ke gawang dan dua di antaranya berbuah gol.
Maurizio Sarri di laga Chelsea vs Manchester City. (Foto:  REUTERS/Eddie Keogh)
zoom-in-whitePerbesar
Maurizio Sarri di laga Chelsea vs Manchester City. (Foto: REUTERS/Eddie Keogh)
Di sisi lain,dari 12 upaya City itu, hanya tiga yang tepat sasaran. Kondisi ini menggambarkan pemahaman taktik Sarri yang sanggup membuatnya memberdayakan sumber daya skuatnya. Ia tidak mengeskploitasi sisi sayap saja, area tengah, dan barisan belakang juga difungsikan untuk menambah varian serangan. Chelsea kalah dari kuantitas agresivitas, tapi tidak kualitas. Dibandingkan dengan City yang sibuk-sibuk bermain ofensif, mereka lebih suka membangun serangan yang efektif--bahkan mungkin tak peduli jika disebut bermain defensif dan menunggu. Di benak Sarri, yang penting efektif, yang penting jadi gol.
ADVERTISEMENT
Chelsea melejit dengan meninggalkan ribut-ribut yang mengedapankan hegemoni dalam wujud penguasaan bola di laga ini. Tengok saja catatan penguasaan bolanya. Mereka kalah jauh dari City. Kali ini, Chelsea hanya memenangi 38,3% penguasaan bola, sedangkan City unggul jauh dengan 66,7%.
Tapi, hegemoni City--setidaknya di pertandingan ini--adalah hegemoni yang semu. Dibandingkan dengan Guardiola, Sarri mungkin bukan genius taktik. Ia pula yang menyebut di konferensi pers sebelum laga bahwa ia tidak tahu caranya mengalahkan taktik Guardiola karena acap menelan kekalahan dari mantan arsitek taktik Barcelona itu.
Tapi, berangkat dari ketidaktahuannya itulah Sarri berhasil merancang permainan yang menyulitkan City dalam menampilkan permainan terbaiknya--pressing dalam bertahan yang mereka canangkan menjadi salah satu siasatnya. Tuah penyerang-penyerang City tak mempan di hadapan permainan Chelsea. Kebijakan Sarri untuk menahan agresivitas serangan anak-anak didiknya di satu sisi lain membuat mereka tampil sebagai tim inferior. Tapi, dengan begitu, keseimbangan lini tengah dan transisi dari menyerang ke bertahan (dan sebaliknya) tetap terawat.
ADVERTISEMENT
Terlihat cupu tak masalah, toh, sepak bola adalah sarang bagi kisah tentang ketidakmungkinan yang berubah menjadi kenyataan. Di setiap pertandingan, selalu ada kesempatan bagi mereka yang tidak diunggulkan menjadi pemenang. Kisah-kisah yang mengingatkan kita bahwa David pun pernah menang melawan Goliath. Siapa David dan siapa Goliath di cerita ini, kita semua tahu jawabannya.