Barcelona di Liga Champions: Sejauh Mana Mereka Akan Melangkah?

14 Maret 2019 19:08 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pemain-pemain Barcelona merayakan gol Jordi Alba ke gawang Inter. Foto: AFP/Josep Lago
zoom-in-whitePerbesar
Pemain-pemain Barcelona merayakan gol Jordi Alba ke gawang Inter. Foto: AFP/Josep Lago
ADVERTISEMENT
Lionel Andres Messi dan Cristiano Ronaldo dos Santos Aveiro bagaikan gelap dan terang. Tanpa yang satu, yang lainnya takkan ada. Sehari setelah Ronaldo meloloskan Juventus ke perempat final Liga Champions dengan hat-trick ke gawang Atletico Madrid, seperti tak mau kalah, Messi pun mengarsiteki kelolosan Barcelona lewat dua gol serta dua assist-nya.
ADVERTISEMENT
Begitulah yang terjadi ketika Barcelona berhadapan dengan Olympique Lyonnais di Camp Nou dalam laga babak 16 besar leg II, Kamis (14/3/2019) dini hari WIB. Dua gol dan dua assist Messi itu membawa Barcelona menang mutlak 5-1. Satu tiket perempat final pun digenggam.
Bagi Barcelona, lolos ke perempat final Liga Champions sebetulnya bukan keberhasilan yang patut dirayakan. Pasalnya, mereka sudah sangat biasa melakukan hal ini. Bahkan, terakhir kali Barcelona gagal menginjak babak ini adalah pada musim 2006/07. Sudah lama sekali.
Meskipun Barcelona sudah bisa lolos ke perempat final, untuk edisi kali ini ada hal yang tidak biasa. Yakni, bagaimana mereka menjadi satu-satunya tim Spanyol yang mampu menembus delapan besar. Kegagalan Real dan Atletico Madrid, serta Sevilla, membuat Barcelona jadi sebatang kara.
ADVERTISEMENT
Kesendirian Barcelona ini jadi terasa aneh karena sejak musim 2010/11, setidaknya ada dua tim Spanyol yang berhasil melaju ke perempat final. Barcelona dan Real Madrid menjadi dua konstanta, sementara slot lainnya diisi oleh Atletico, Sevilla, serta Malaga. Selama delapan musim, dari 2010/11 sampai 2017/18, pun Barcelona dan Real Madrid jadi kekuatan dominan. Barcelona menjadi juara dua kali, Real Madrid empat kali.
Real Madrid Juara Liga Champions 2018 Foto: GLEB GARANICH/REUTERS
Barcelona sendiri merupakan tim yang mengawali dominasi Spanyol di Liga Champions. Semua bermula pada musim 2008/09 ketika mereka dilatih pertama kali oleh Pep Guardiola. Bahkan, sejak musim 2007/08 sampai 2011/12 Barcelona selalu bisa menembus babak semifinal. Lalu, antara 2007/08 dan 2009/10 itu Barcelona pun dua kali berjuang sendirian untuk mempertahankan muruah sepak bola Negeri Matador.
ADVERTISEMENT
Singkat kata, Barcelona adalah kekuatan tak terbantahkan. Mereka sudah berada di atas sana selama lebih dari satu dasawarsa. Berjuang sendirian, berjuang bersama, itu bukan masalah karena di akhir cerita mereka tetap mampu bertahan selama mungkin.
Musim ini, Barcelona kembali berjalan tanpa kawan. Delapan besar Liga Champions kali ini memang menjadi milik klub-klub Inggris. Wakil Premier League masih utuh sampai babak ini. Barcelona pun, bersama Juventus dari Italia, Porto dari Portugal, serta Ajax dari Belanda, menjadi wakil tunggal masing-masing negara.
Dulu, berjuang sendirian bukan masalah bagi Barcelona. Akan tetapi, ada tren tidak menyenangkan yang menaungi mereka dalam tiga musim terakhir, saat mereka selalu mentok di perempat final. Atletico, Juventus, dan Roma menjadi tiga tim yang merontokkan Barcelona di delapan besar tiga edisi Liga Champions terakhir.
ADVERTISEMENT
Pertanyaannya sekarang, bagaimana kans Barcelona musim ini?
Ini menarik. Sebab, dengan kondisi yang ada sekarang, Barcelona justru berpotensi melaju lebih jauh dari perempat final. Pertama, dua dari tiga tim yang menggagalkan mereka di tiga edisi terakhir sudah tak ada lagi.
Kedua, tim-tim seperti Paris Saint-Germain, Real Madrid, serta Bayern Muenchen pun telah masuk kotak. Terakhir, Barcelona sendiri sejauh ini telah menunjukkan penampilan impresif.
Selebrasi pemain FC Barcelona Gerard Pique usai mencetak gol ke gawang Olympique Lyon dalam Leg kedua Liga Champions di Camp Nou, Barcelona, Spanyol. Foto: REUTERS / Juan Medina
Sampai babak 16 besar berakhir, Barcelona sudah melakoni delapan pertandingan. Dari sana, mereka memang tidak selalu menang, tetapi juga tidak pernah kalah. Sementara, tujuh peserta perempat final lainnya semua sudah mengecap kekalahan barang sekali. Liverpool bahkan sudah kalah tiga kali di fase grup lalu.
ADVERTISEMENT
Fakta bahwa Barcelona belum tersentuh kekalahan ini merupakan sinyal bahaya bagi tim-tim lain. Apalagi, Barcelona sendiri tidak menghadapi lawan-lawan sembarangan. Di fase grup mereka berhasil mengalahkan Tottenham Hotspur dan Internazionale. Sementara, pada babak 16 besar pasukan Ernesto Valverde ini berhasil menumbangkan Lyon yang pernah mengalahkan Manchester City.
Walau demikian, Barcelona sendiri bukannya sudah bisa dibilang sempurna. Sebab, ada satu pertandingan ketika mereka benar-benar tampil buruk dan harus mengandalkan magi Messi untuk memetik kemenangan. Pertandingan yang dimaksud adalah pertandingan melawan PSV Eindhoven pada matchday kelima fase grup.
Barcelona sebenarnya berhasil menang 2-1 pada laga itu. Mereka pun begitu dominan dalam penguasaan bola dengan persentase 66% dan sanggup melepas 22 tembakan yang 8 di antaranya tepat sasaran. Yang jadi masalah, pada laga itu Barcelona sebenarnya kalah garang ketimbang PSV. Ini terbukti dari 23 tembakan yang sukses dilepaskan Luuk de Jong cs.
ADVERTISEMENT
Pada pertandingan itu Barcelona benar-benar beruntung. Selain karena memiliki Messi, juga karena entah bagaimana tembakan-tembakan pemain PSV sulit sekali masuk ke dalam gawang Marc-Andre ter Stegen. Jika hal itu sampai terjadi menghadapi tim yang kualitas pemainnya lebih bagus, habislah Barcelona.
Di situ PSV menunjukkan kelemahan Barcelona dalam mengantisipasi serangan balik serta umpan-umpan silang. Sebenarnya, ini merupakan masalah klasik bagi tim yang bermain seperti mereka. Dengan kemampuan mendominasi bola di area permainan lawan, tim seperti Barcelona selalu rentan terhadap serangan balik cepat yang utamanya dilakukan lewat sisi sayap.
Duel bola udara antara striker PSV, Luuk de Jong (atas), dan bek Barcelona, Clement Lenglet. Foto: AFP/John Thys
Namun, tidak biasanya juga tim seperti Barcelona menerima sampai 23 tembakan. Itu berarti, memang ada yang benar-benar salah dari Barcelona pada pertandingan itu dan kesalahan tidak cuma ada pada pemain belakang. Dengan menggunakan pakem 4-3-1-2, yang mana seharusnya De Jong berlaku sebagai ujung tombak justru bermain di belakang dua striker, PSV mampu melakukan overload untuk memenangi banyak second ball di area krusial.
ADVERTISEMENT
Hal itulah yang harus diperhatikan oleh Valverde, terutama jika Barcelona bertemu dengan tim-tim Inggris atau Juventus. Keberhasilan memanfaatkan second ball itulah yang menurut Diego Simeone menjadi salah satu alasan mengapa Juventus bisa menaklukkan Atletico Madrid.
Meski demikian, pertandingan melawan PSV itu bisa juga dipandang sebagai sebuah anomali. Apalagi, ketika itu pertandingan digelar di Philips Stadion dan para pemain PSV pun tampil kesetanan karenanya. Laga itu juga bisa dilihat sebagai bentuk kematangan Barcelona. Meski mendapat banyak ancaman, mereka tetap bisa memetik poin maksimal.
Barcelona sendiri, terlepas dari kelemahan itu, tetap akan diunggulkan. Selain soal kematangan dan kualitas tim secara keseluruhan, faktor Messi bisa menjadi pertimbangan tersendiri. Kehebatan pemain satu ini memang sulit sekali dicerna akal sehat dan bisa menjadi pembeda sewaktu-waktu. Tidak adil, memang, tetapi demikianlah adanya.
ADVERTISEMENT
Maka dari itu, Barcelona tetap sama sekali tak bisa dipandang remeh. Tim Inggris boleh saja mengepung mereka, tetapi seperti yang terjadi pada musim 2008/09, Barcelona bisa dengan mudah menjadi tim yang tertawa lebar di akhir cerita semata-mata karena mereka adalah Barcelona.