Frenkie de Jong dan Matthijs de Ligt: Jalan Berbeda Dua Penggawa

12 Desember 2018 16:14 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Frenkie de Jong (kiri) dan Matthijs de Ligt di sesi latihan Ajax. (Foto: Reuters/Stringer)
zoom-in-whitePerbesar
Frenkie de Jong (kiri) dan Matthijs de Ligt di sesi latihan Ajax. (Foto: Reuters/Stringer)
ADVERTISEMENT
'Setelah Cruijff, sekarang ada Frenkie'
Sehari setelah Belanda membekap Prancis 2-0 di ajang UEFA Nations League, harian Telegraaf muncul dengan klaim berani itu. Setelah Johan Cruijff, kini Belanda punya Frenkie de Jong. Masa depan sepak bola Negeri Kincir Angin itu pun mendadak cerah kembali.
ADVERTISEMENT
Empat tahun lamanya Belanda berduka. Setelah mengakhiri Piala Dunia 2014 di urutan ketiga, mereka gagal lolos ke Piala Eropa 2016 dan Piala Dunia 2018. Angin segar baru benar-benar bertiup ketika Nations League digelar. Tergabung dengan dua juara dunia termutakhir, Jerman dan Prancis, Belanda sukses memuncaki grup sekaligus lolos ke semifinal.
De Jong adalah salah satu pemain Belanda yang paling bersinar di Nations League. Puncaknya adalah saat Oranje mengalahkan Prancis tadi. Segala yang dia lakukan benar-benar membuat mata terbelalak. Dengan mobilitas yang nyaris tiada dua, De Jong menjadi motor serangan Belanda. Dalam kolomnya di ESPN, Simon Kuper menyebut bahwa De Jong membuat permainan Belanda menjadi vertikal lagi.
Maksud Kuper itu begini: Setelah masa keemasan Wesley Sneijder habis, Belanda tidak lagi memiliki pemain yang bisa mengalirkan bola sembari terus bergerak maju. Di belakang, De Jong menerima bola. Setelah itu, dia menggiring sebelum mengumpankannya lagi. Sesudahnya, dia terus bergerak maju sehingga rekannya bisa memberi bola lagi kepadanya. Begitu kira-kira cara bermain De Jong.
ADVERTISEMENT
Dengan keberadaannya di lapangan, De Jong menghidupkan permainan Belanda. Padahal, pemuda 21 tahun ini sebetulnya masih hijau. De Jong bahkan baru mendapat panggilan dari Ronald Koeman pada September lalu. Debutnya pun dijalani sebagai pemain pengganti kala Belanda menundukkan Peru 2-1. Namun, setelah itu De Jong tak terhentikan.
Frenkie de Jong melompat untuk menghindari tekel N'Golo Kante. (Foto: Reuters/Stringer)
zoom-in-whitePerbesar
Frenkie de Jong melompat untuk menghindari tekel N'Golo Kante. (Foto: Reuters/Stringer)
Nama De Jong sebetulnya sudah mulai dikenal sejak musim lalu. Namun, ketika itu gaungnya masih samar-samar. Potensinya sudah terlihat. Apa yang dia bisa lakukan sudah dia lakukan. Masalahnya, itu semua belum optimal karena De Jong tidak bermain di tempat yang seharusnya.
De Jong adalah seorang gelandang tengah. Namun,saat itu dia masih bermain di lini belakang Ajax. Tugas utama De Jong di situ memang untuk menghentikan serangan lawan tetapi pada praktiknya dia juga kerapkali menjadi inisiator serangan timnya.
ADVERTISEMENT
Cara De Jong memulai serangan dari belakang pun tidak seperti kebanyakan bek-bek modern pada umumnya. Justru, cara pemain kelahiran Arkel ini lebih klasik lagi. Yakni, dengan mereplikasi libero-libero lawas macam Franz Beckenbauer dan Gaetano Scirea. De Jong tak cuma mengumpan, tetapi juga bergerak maju. Persis dengan bagaimana dia bermain ketika sudah ditempatkan di tengah.
Cara De Jong bermain di lapangan memang berisiko. Kehilangan bola dan meninggalkan lubang adalah keniscayaan bagi pemain macam dirinya. Maka dari itu, De Jong butuh sosok pendamping untuk 'membereskan kekacauan' yang dia tinggalkan. Si pendamping itu adalah Matthijs de Ligt.
Usia De Ligt lebih muda ketimbang De Jong. Namun, De Ligt berhasil menembus tim utama Ajax lebih dulu ketimbang De Jong. Alasannya, selain karena De Ligt bergabung lebih dulu dengan Ajax, dia juga lebih cepat matang.
ADVERTISEMENT
Matthijs de Ligt beraksi di laga Ajax vs AEK. (Foto: AFP/Aris Messinis)
zoom-in-whitePerbesar
Matthijs de Ligt beraksi di laga Ajax vs AEK. (Foto: AFP/Aris Messinis)
De Ligt dan De Jong merupakan dua pemain terpanas Ajax saat ini. Mustahil membicarakan klub asal Amsterdam tersebut tanpa menyinggung keduanya. Meski begitu, seperti yang tercermin dari keberhasilan De Ligt masuk tim utama lebih dulu, kedua pemain ini memiliki kisah perjalanan berbeda.
Di usia 8 tahun De Ligt sudah masuk radar Ajax. Awalnya, pemandu bakat Ajax tidak tertarik kepadanya karena tubuh De Ligt terlalu gemuk. Namun, mereka kemudian berubah pikiran ketika melihat tubuh ayah De Ligt yang tinggi dan ramping. Delapan tahun sesudah masuk ke akademi Ajax, pemain kelahiran 12 Agustus 1999 ini sudah berhasil masuk ke tim senior.
Tak butuh waktu lama pula bagi De Ligt untuk menjadi bagian dari tim inti Ajax. Di usia itu, tubuhnya memang belum sempurna. Permainannya pun begitu. Terlambat menutup pergerakan lawan adalah hal biasa baginya. Akan tetapi, itu semua dia akali dengan keinginan kuat untuk belajar dan terus belajar. Sikap profesional itu membuat performanya terus membaik sampai akhirnya De Ligt sukses mengunci satu spot permanen di lin belakang Ajax.
ADVERTISEMENT
Dari sana, Timnas Belanda menyusul. Sayangnya, debut De Ligt bersama Belanda ternoda dengan rangkaian kesalahan yang dia buat. Ketika itu, dalam partai Kualifikasi Piala Dunia 2018, Belanda menghadapi Bulgaria. De Ligt si debutan memang diincar oleh para pemain lawan sehingga kesalahan pun tak terhindarkan. Belanda kalah 0-2 pada pertandingan tersebut dan pelatih Danny Blind dipecat setelahnya.
Catatan hitam di debutnya itu tak lantas membuat De Ligt patah arang. Justru, dia kemudian bangkit dan terus menunjukkan kematangan yang tidak sesuai dengan usianya. Progres De Ligt itu kemudian membawanya ke tingkat yang lebih tinggi. Setelah jadi bagian tak tergantikan di Ajax dan Timnas Belanda, De Ligt kemudian ditunjuk menjadi kapten di usia 19 tahun.
ADVERTISEMENT
Matthijs de Ligt (kiri) dan Frenkie de Jong berbincang seusai laga Belanda vs Prancis. (Foto: Reuters/Stringer)
zoom-in-whitePerbesar
Matthijs de Ligt (kiri) dan Frenkie de Jong berbincang seusai laga Belanda vs Prancis. (Foto: Reuters/Stringer)
De Jong, sementara itu, harus menjalani masa-masa sulit di awal. Mengawali pendidikan sepak bola bersama Willem II Tilburg, De Jong baru tiba di Ajax ketika usianya sudah menginjak 18 tahun. Sejak dulu, cara bermain penuh risiko itu sudah kerap membuat De Jong dimarahi oleh pelatihnya. Bahkan, De Jong sempat dipinjamkan kembali ke Willem II karena kengeyelannya itu.
Walau demikian, De Jong tak pernah mau berubah. Baginya, sepak bola yang dia mainkan berdasar pada intuisi. "Aku tidak bisa mengabaikan itu, dong? Kalau aku mengabaikan itu, aku cuma akan jadi pemain yang sama dengan ribuan pemain lain. Seringkali aku bilang ke pelatih bahwa aku paham apa yang dikatakannya, tetapi di lapangan aku bermain dengan caraku sendiri," kata pemain 21 tahun itu kepada Voetbal International
ADVERTISEMENT
Ajax tahu bahwa De Jong adalah talenta besar. Namun, mereka kebingungan bagaimana caranya membuat dirinya jadi lebih bertanggung jawab. Akhirnya, metode itu ditemukan pada Desember 2017. Caranya adalah dengan menempatkan De Jong di lini belakang tadi. Kini, setelah melalui 'cobaan' tersebut, De Jong jadi sosok yang jauh lebih dewasa dalam bermain.
Pada musim panas 2018 Ajax memboyong kembali Daley Blind dari Manchester United. Kedatangan Blind ini praktis menjadi akhir dari 'pendidikan' De Jong di lini belakang. Sekarang, Blind menjadi pasangan De Ligt di jantung pertahanan Ajax. Sementara, De Jong dipindah kembali ke tengah untuk melengkapi trio yang juga berisikan Lasse Schoene dan Donny van de Beek.
Dengan komposisi seperti ini Ajax sukses tampil brilian di Eredivisie dan Liga Champions. Sejauh ini, Ajax baru gagal menang empat kali dari 20 pertandingan yang sudah mereka jalani. Dari empat laga tersebut, cuma satu yang berujung kekalahan.
ADVERTISEMENT
Secara individual, De Jong dan De Ligt jadi salah dua aktor paling menonjol di balik kesuksesan Ajax itu. Di Liga Champions, De Jong mampu mencatatkan 1 dribel berhasil per laga dan 1,3 umpan kunci. Ini belum termasuk kemampuan defensifnya yang terlihat dari 1,5 tekel dan 1,8 intersep setiap pertandingannya. De Ligt, sementara itu, menjadi tembok kokoh dengan raupan 7,7 aksi defensif per laga.
Penampilan De Jong dan De Ligt itu pun tak luput dari pantauan klub-klub kaya Eropa. De Jong, misalnya, sudah diberitakan bakal hengkang ke Paris Saint-Germain musim depan. Lalu, De Ligt hingga kini masih diperebutkan klub-klub seperti Barcelona dan Juventus. Di persepakbolaan Eropa, menjadi incaran raksasa-raksasa itu adalah parameter kehebatan seorang pemain.
ADVERTISEMENT
Namun, perkara kepindahan itu adalah perkara masa depan. Sekarang, De Jong dan De Ligt punya urusan yang lebih mendesak. Pada Kamis (13/12/2018) dini hari WIB mereka akan mengawal Ajax dalam laga pemungkas fase grup Liga Champions menghadapi Bayern Muenchen di Johan Cruijff Arena.
Pada pertemuan pertama, Ajax mampu mengimbangi Bayern dengan skor 1-1. Sekarang, Ajax punya kewajiban memenangi pertandingan agar bisa finis sebagai juara grup. Status juara grup itu nantinya akan memudahkan langkah anak-anak asuh Erik ten Hag di fase gugur.
De Jong dan De Ligt sebelumnya sudah pernah membantu Belanda mengalahkan Jerman di Nations League. Pertanyaannya, akankah keberhasilan itu menular di level klub?