Ajax 101: Segala Hal yang Kamu Perlu Tahu tentang Mereka Musim ini

12 Desember 2018 13:41 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Selebrasi gol pemain-pemain Ajax di laga melawan AEK. (Foto: Reuters/Costas Baltas)
zoom-in-whitePerbesar
Selebrasi gol pemain-pemain Ajax di laga melawan AEK. (Foto: Reuters/Costas Baltas)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
So, hari penghabisan fase grup Liga Champions sudah di depan mata. Di hari pertama matchday keenam, ada Tottenham Hotspur, Liverpool, dan Paris Saint-Germain yang memastikan kelolosan ke 16 besar. Nah, pada hari kedua yang bakal diselenggarakan Kamis (13/12/2018) dini hari WIB nanti, situasinya agak lain.
ADVERTISEMENT
Begini... Dari 16 klub yang bakal berlaga nanti, tujuh di antaranya sudah inden tempat di fase gugur. Tinggal Lyon dan Shakhtar Donetsk yang masih harus berduel buat menentukan siapa yang lolos. Lyon, sih, cuma butuh hasil imbang. Sementara, Shakhtar wajib menang. Satu dari dua tim ini bakal jadi pendamping Manchester City nantinya.
Meskipun pertaruhan soal siapa yang lolos dan siapa yang tidak dari Grup E sampai H ini sudah tidak seseru Grup A sampai D, bukan berarti tidak ada yang diperjuangkan klub-klub di sana. Salah satu pertaruhan penting nanti adalah soal siapa yang keluar jadi juara di Grup E dan H.
Di Grup H, ada Juventus dan Manchester United yang bakal memperebutkan status juara grup. Di atas kertas, Juventus lebih diuntungkan karena 'cuma' akan menghadapi Young Boys, sementara United bakal melawan Valencia. Tapi, ya, namanya sepak bola, siapa yang tahu?
ADVERTISEMENT
Jika pertaruhan di Grup H ditentukan dalam dua pertandingan berbeda, lain halnya dengan Grup E. Inilah yang bakal kita bicarakan. Dini hari nanti, di Johan Cruyff Arena, Ajax bakal kedatangan tamu bernama Bayern Muenchen. Kedua tim itu sudah sama-sama dipastikan lolos ke 16 besar tetapi baru ketika mereka bertemu nanti siapa juara grupnya bakal ketahuan. Saat ini, Bayern ada di urutan pertama dengan 13 poin, unggul dua angka atas Ajax.
Selain karena sang juara baru akan ditentukan di laga pemungkas, pertandingan ini bakal menjadi satu hal yang patut dinantikan karena yang terlibat di sana adalah Ajax. Klub ini adalah klub kaya prestasi. Namun, masa jaya mereka itu sudah terjadi puluhan tahun silam. Maka, kebangkitan klub asal Amsterdam inilah yang bakal kami jabarkan pelan-pelan untuk Anda.
ADVERTISEMENT
Well, jadi gimana ceritanya?
Duh, sabar, dong. Baru nyeruput kopi, nih.
Duel bek Bayern, Mats Hummels (kiri), dengan bek Ajax, Daley Blind. (Foto: AFP/Cristof Stache)
zoom-in-whitePerbesar
Duel bek Bayern, Mats Hummels (kiri), dengan bek Ajax, Daley Blind. (Foto: AFP/Cristof Stache)
Oke, Ajax. Pasti kalian ingat, dong, kalau setahun lalu mereka jadi finalis Liga Europa? Di pertandingan itu mereka memang kalah melawan Manchester United. Meminjam istilah Danurwindo, Ajax memainkan sepak bola pendek merapat kala itu, tetapi oleh Jose Mourinho itu semua diakali dengan umpan panjang ke arah Marouane Fellaini serta taktik parkir tronton...
Woi, kok jadi ngomongin Liga Europa? 'Kan ini Liga Champions?
Sebentar, Bung dan Nona. Masalahnya, bicara soal Ajax yang sekarang enggak bisa dipisahkan dari Ajax yang itu. Capiche?
Hmm, oke... Lanjutkan.
Nah, mereka kalah di final Liga Europa itu, tapi buat mereka keberhasilan sampai ke final itu sudah luar biasa. Bahkan, boleh dibilang itu adalah tanda-tanda kebangkitan Ajax karena sebelum itu terakhir kali mereka lolos ke final kompetisi Eropa adalah 21 tahun sebelumnya, tepatnya di Liga Champions musim 1995/96 ketika mereka kalah dari Juventus.
ADVERTISEMENT
Pemain-pemain mereka waktu itu sebagian ada yang sudah pergi, seperti Davy Klaassen dan Davinson Sanchez. Tetapi, ada juga yang masih bertahan dan akhirnya jadi tulang punggung tim sekarang ini. Matthijs de Ligt, misalnya. Atau Andre Onana. Terus, ada juga Frenkie de Jong, David Neres, sama Donny van de Beek.
Huh, sounds like gibberish.
Hahaha, very funny. Ya, nama mereka memang masih asing, tapi percayalah, dua atau tiga tahun lagi, kalian bakal maklum kalau nama pemain-pemain tadi disebut beriringan dengan nama-nama pemain terbaik dunia. De Jong dan De Ligt, contohnya, sekarang sudah diisukan bakal hengkang ke klub raksasa. Sori, maksudku klub berkantong tebal.
Menarik...
Oh, jelas menarik. Bagaimana De Ligt dan De Jong jadi incaran klub berduit itu adalah bukti bahwa Ajax edisi kali ini memang spesial. Di Liga Belanda Eredivisie sana, Ajax bisa secara konsisten ada di papan atas. Memang, sih, mereka belum bisa juara. Di musim 2016/17 tadi, waktu mereka masuk final Liga Europa, Ajax 'cuma' bisa finis di urutan dua klasemen Eredivisie.
ADVERTISEMENT
Frenkie de Jong (kiri) dan Matthijs de Ligt di sesi latihan Ajax. (Foto: Reuters/Stringer)
zoom-in-whitePerbesar
Frenkie de Jong (kiri) dan Matthijs de Ligt di sesi latihan Ajax. (Foto: Reuters/Stringer)
Eredivisie?
Divisi satu Liga Belanda, buoooss!
Oh...
Oke, lanjut enggak?
Ya lanjut, lah.
Baiklah. Nah, karena Eredivisie ini koefisiennya enggak terlalu tinggi, maka jatah klub yang berhak masuk Liga Champions secara langsung juga terbatas. Cuma juaranya saja yang bisa. Sementara, runner-up macam Ajax ini kudu melewati babak kualifikasi yang enggak mudah. Bayangkan, sebelum bisa masuk babak grup, Ajax harus melewati adangan tiga tim dulu.
Di edisi 2017/18 itu Ajax akhirnya kandas di kualifikasi. Tapi, kegagalan itu tidak mereka ulangi lagi musim ini. Walaupun lagi-lagi hanya bisa jadi runner-up liga musim lalu, peruntungan mereka di kualifikasi Liga Champions 2018/19 ini lebih oke. Sturm Graz mereka tumpas, Standard Liege mereka buat tersisih, dan Dynamo Kyiv sukses mereka lewati.
ADVERTISEMENT
Dengan keberhasilan itu, Ajax akhirnya resmi kembali ke fase grup Liga Champions setelah absen empat tahun lamanya. Bagaimana? Mashok, 'kan? Sah sudah 'kan kalau kubilang bahwa Ajax mulai bangkit?
He em... Tapi, apa bedanya Ajax di 2017/18 sama Ajax di 2018/19?
Pertanyaan bagus. Bedanya sebenarnya sederhana saja. Pertama, pemain-pemain muda mereka yang kalian bilang gibberish tadi sudah semakin matang. Selain De Ligt dan De Jong, nama-nama macam David Neres dan Van de Beek juga makin cespleng di lapangan.
Kedua, waktu kualifikasi Liga Champions musim lalu mereka masih dilatih sama Marcel Keizer. Keizer ini dipilih buat menggantikan Peter Bosz, pelatih yang membawa mereka lolos ke final Liga Europa tadi. Bosz pindah ke Dortmund, Keizer direkrut. Tapi, nyatanya Keizer enggak bisa berbuat banyak. Cuma beberapa bulan setelah ditunjuk, dia dipecat.
ADVERTISEMENT
Pelatih Ajax, Erik ten Hag. (Foto: Reuters/Stringer)
zoom-in-whitePerbesar
Pelatih Ajax, Erik ten Hag. (Foto: Reuters/Stringer)
Pengganti Keizer adalah Erik ten Hag dan dia jadi faktor krusial di balik keberhasilan Ajax musim ini. Pada dasarnya, Ten Hag ini adalah salah satu murid Pep Guardiola. Mereka pernah berada di bawah satu atap ketika di Bayern Muenchen dulu walaupun Ten Hag hanya jadi pelatih tim cadangan. Tapi, status itu tak menghalangi Ten Hag untuk berguru dari Guardiola.
Ten Hag sendiri dipilih bukan semata-mata karena dia banyak belajar dari Guardiola tetapi karena pencapaiannya di dunia nyata bersama Utrecht. Ten Hag pergi dari Bayern ke Utrecht tahun 2015. Di bawah Ten Hag, Utrecht yang tak ubahnya mahasiswa perantauan kere itu bisa jadi pengganggu di papan atas Eredivisie.
Satu hal yang spesial dari Ten Hag selain filosofi bermainnya adalah kepekaannya terhadap kondisi mental pemain. Dari pinggir lapangan, dia selalu melihat perubahan di mimik wajah pemainnya. Gimana, sih, respons si anu ketika kehilangan bola, kira-kira begitu. Dari situlah dia kemudian membangun Ajax yang lebih tangguh.
ADVERTISEMENT
Terakhir, ada transfer pemain yang jitu. Musim panas kemarin Ajax mendatangkan dua pemain kawakan: Daley Blind dan Dusan Tadic. Dua nama ini akhirnya jadi pemain penting di tim besutan Ten Hag. Di kualifikasi Liga Champions, Tadic berhasil mencetak tiga dari total 13 gol yang disarangkan Ajax.
...
...
Lho, kok, berhenti?
Oh, masih mau dengar lagi?
Ya, mau lah, Maliiiiih. 'Kan ngana belum kelar jelasinnya.
Well, alright. Jadi, setelah masuk ke fase grup, Ajax berarti dihadapkan pada realitas yang cukup berat. Di grup mereka, selain Bayern, ada juga Benfica dan AEK. Nyatanya, Ajax tidak kagok sama sekali. Di pertandingan pertama lawan AEK, mereka langsung menang 3-0.
Sehabis itu, mereka kudu melawat ke Allianz Arena untuk meladeni Bayern. Waktu itu Bayern memang sedang kendur-kendurnya, tetapi jika dibandingkan dengan Ajax, jelas Bayern lebih diunggulkan. Tapi, Bayern akhirnya gagal menang. Walaupun bisa bikin gol cepat lewat Mats Hummels, pasukan Niko Kovac itu akhirnya harus puas dapat satu poin karena Noussair Mazroui berhasil menyamakan kedudukan.
ADVERTISEMENT
Hasil imbang melawan Bayern itulah yang akhirnya membuat Ajax jadi benar-benar diperhitungkan. Maka, orang pun enggak heran ketika mereka bisa meraup empat poin dari Benfica di dua pertandingan sesudahnya dan menang lagi melawan AEK di partai kelima. Sekarang, Ajax sudah pasti lolos ke 16 besar dan buat mereka ini juga capaian historis.
Kok, bisa?
Ya, karena mereka juga sudah lama enggak merasakan fase gugur Liga Champions. Terakhir kali mereka berhasil sampai di sana adalah 13 tahun lalu. Waktu itu Ajax masih diperkuat pemain-pemain macam Maarten Stekelenburg, Zdenek Grygera, John Heitinga, Tomas Galasek, Steven Pienaar, Ryan Babel, Thomas Vermaelen, Urby Emanuelson, Klaas-Jan Huntelaar, Wesley Sneijder...
Wesley Sneijder!
Yes, Wesley Sneijder. Jadi, Ajax waktu itu juga kurang lebih sama dengan Ajax sekarang. Mereka punya pemain-pemain potensial yang nantinya bakal jadi bintang. Tapi, sayangnya, waktu itu mereka terhenti di 16 besar. Maklumlah, lawan mereka saat itu adalah Internazionale. Itulah kenapa, menjadi juara grup bakal sangat penting buat Ajax musim ini.
ADVERTISEMENT
Kenapa memangnya?
Ya, buat menghindari tim-tim unggulan seperti Inter waktu itu. Musim 2005/06, Ajax lolos sebagai runner-up di bawah Arsenal. Jadilah mereka kemudian harus bertemu Inter yang lolos sebagai juara grup. Situasinya sekarang sama. Juara grup bakal bertemu runner-up di 16 besar. Itulah kenapa, Ajax harus finis paling atas di Grup E kalau mereka ingin kesempatan mereka bertahan lama di Liga Champions jadi lebih besar.
Ah, we see.
Ya, sudah jelas, 'kan?
Ajax Amsterdam kembali ke Liga Champions. (Foto: Twitter @AFCAjax)
zoom-in-whitePerbesar
Ajax Amsterdam kembali ke Liga Champions. (Foto: Twitter @AFCAjax)
Lumayan. Tapi, situasi mereka di Eredivisie sendiri bagaimana?
Hmm, sekarang mereka masih ada di urutan kedua. Ada PSV Eindhoven di atas mereka, tapi jarak kedua tim itu enggak terlalu jauh, kok. Ajax sekarang cuma tertinggal dua poin dari rivalnya itu. Jadi, kesempatan mereka buat lolos ke Liga Champions secara otomatis musim depan masih terbuka lebar.
ADVERTISEMENT
Hmm, ya, ya. Tapi...
Tapi tapi terus.
Eh, kok ngegas? Kami 'kan pengin tahu juga. Tapi, gimana nantinya kalau pemain-pemain terbaik mereka tadi akhirnya pergi?
Well, itu risiko. Ajax pun tahu bahwa sebagai klub yang ada di jajaran bawah rantai makanan industri sepak bola, pemain-pemain terbaik mereka pasti akan pergi. Dari dulu juga begitu, kok. Tapi, itu urusan nanti. Yang jelas, pemain-pemain andalan mereka itu sekarang cuma mau konsentrasi menyelesaikan musim. De Jong, sih, bilang begitu waktu diwawancarai The Guardian.
Ah, jawaban standar.
Hahahaha, ya, memang. Tapi, paling enggak musim ini Ajax aman, lah. Kalaupun nantinya mereka gagal melaju sampai jauh, mereka tetap tidak bisa dibilang gagal. Standar kegagalan mereka sama standar kegagalan Barcelona, ya, jelas berbeda. Buat Ajax di era modern ini, pencapaian yang sekarang sudah lebih dari cukup.
ADVERTISEMENT
Huh, we hate modern football.
Well, who doesn't? Tapi, begitulah kenyataannya. Terima sajalah, wong, kalian juga enggak bisa apa-apa.
Yah, iya juga, sih. Okelah kalau begitu. Kami sendiri enggak paham kenapa tiba-tiba dirimu cerita soal Ajax, tapi kami senang kamu mau bertutur. Semoga Ajax diberi yang terbaik musim ini.
Amen to that.