Horor Bom Dortmund dalam Memori Nuri Sahin

15 Agustus 2017 6:59 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:15 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Nuri Sahin dalam sebuah laga bersama Dortmund. (Foto: Instagram/Nuri Sahin)
zoom-in-whitePerbesar
Nuri Sahin dalam sebuah laga bersama Dortmund. (Foto: Instagram/Nuri Sahin)
ADVERTISEMENT
Dalam sejarahnya, Borussia Dortmund sebenarnya tidak asing dengan masa-masa sulit. Pada akhir dekade 2000-an lalu, misalnya, mereka sempat mengalami kesulitan finansial yang membuat mereka nyaris bangkrut. Bahkan, ketika itu Bayern Muenchen sampai harus meminjamkan uang sebesar 2 juta euro untuk mencegah hal itu terjadi.
ADVERTISEMENT
Namun, segala kesulitan yang pernah dihadapi Dortmund tidak ada bandingannya dengan apa yang mereka alami 12 April 2017 lalu. Pada hari itu, tiga ledakan menghantam bus yang sedang mengangkut para pemain Dortmund ke Westfalenstadion untuk melakoni laga perempat final Liga Champions melawan Monaco.
Para pemain Dortmund tidak pernah sampai ke stadion pada hari itu. Laga pun ditunda dan baru digelar keesokan harinya. Para suporter tuan rumah yang sudah telanjur menyemut di Westfalenstadion pun akhirnya harus pulang sembari memendam cemas.
Pada peristiwa jahanam itu, pemain andalan Dortmund, Marc Bartra, menjadi salah satu korban. Tulang di lengan alumnus La Masia itu patah dan tangannya mengalami luka cukup parah akibat terkena pecahan kaca bus.
ADVERTISEMENT
"Lengannya berdarah ... sangat parah ... lalu aku mendongak dan menatap matanya. Aku tidak akan pernah melupakan matanya. Begitu gelap dan terlihat sangat ketakutan," tulis Nuri Sahin dalam kolomnya di The Players' Tribune.
Di situ, Sahin tentu saja berbicara soal Bartra, mengingat dialah satu-satunya pemain Dortmund yang mengalami luka parah. Dalam kolom ini, pemain yang juga pernah berkostum Real Madrid itu menceritakan dengan detail kronologi peristiwa tersebut.
Awalnya biasa saja, menurut Sahin. Tidak ada pertanda apa-apa. Sebelum pertandingan, Sahin memiliki sebuah ritual. Pertama, dia akan menyantap makan siang dan meminum segelas kopi bersama karibnya, Marcel Schmelzer.
Setelah itu, Sahin kembali ke kamar dan mendengarkan musik. Sembari berbaring dengan mata terpejam, dia berusaha untuk bernapas dengan normal. Di situ, dia kemudian membayangkan bagaimana laga akan berjalan. Begini, begitu. Tidak lama. "Hanya beberapa menit, tetapi aku sangat membutuhkan itu," tulis Sahin.
ADVERTISEMENT
Terakhir, sebelum benar-benar berangkat, Sahin akan menelepon istrinya dan memastikan dia baik-baik saja sebelum turun dan masuk ke bus. Hari itu, Sahin melakukan semuanya dan dalam benaknya, yang ada hanya Monaco.
Dortmund vs Monaco. (Foto: Kai Pfaffenbach/Reuters)
zoom-in-whitePerbesar
Dortmund vs Monaco. (Foto: Kai Pfaffenbach/Reuters)
Sahin kemudian menjelaskan bahwa waktu yang dibutuhkan untuk sampai ke stadion dari hotel tidaklah lama. "Hanya cukup untuk berbincang singkat dengan siapa pun yang duduk di sebelahmu," terangnya.
"Ketika itu aku duduk di sebelah Marcel, dan aku ingat dia memintaku mengambilkan sebotol air minum di rak yang ada di dekatku. Aku menggapai botol itu dan ... BANG! Sebuah ledakan terjadi persis di jendela kami."
Sejurus usai ledakan itu terjadi, semuanya, menurut Sahin, terjadi dalam gerak lambat. Masih kebingungan akan apa yang terjadi, ayah dua anak ini tidak bisa bergerak sama sekali. Membeku.
ADVERTISEMENT
"Tetapi, pikiranku berpacu. Dalam tempo dua detik, aku memikirkan semua yang ada di hidupku. Aku berpikir soal kematian, soal kehidupan. Lalu aku berpikir soal keluargaku. Aku melihat putraku yang berusia lima tahun, putriku yang berumur setahun, dan istriku. Aku merasakan kehadiran mereka," papar Sahin.
"Lalu, aku segera tersadar dan aku baru ingat aku berada di mana. Aku melihat ke sekeliling dan melihat Marc Bartra."
Penghormatan untuk Marc Bartra. (Foto: Reuters/Ralph Orlowski)
zoom-in-whitePerbesar
Penghormatan untuk Marc Bartra. (Foto: Reuters/Ralph Orlowski)
Sahin yang kemudian melihat beberapa orang berusaha untuk berdiri kemudian berteriak sekencang-kencangnya, "Merunduk! Merunduk! Jauh-jauh dari kaca!"
Tak hanya kepada para penumpang, Sahin pun berseru kepada sopir bus. Dia meminta agar sang pengemudi tidak berhenti apa pun yang terjadi.
Bus kemudian bergerak dan sesampainya di jalan yang sepi, bus dihentikan dan para pemain pun keluar. Di sana, kenang Sahin, mereka semua membeku. Termenung. Tak ada satu pun yang bicara.
ADVERTISEMENT
"Beberapa menit kemudian, seseorang memberiku sebuah telepon. Dari istri Marc. Aku adalah satu-satunya orang yang bisa bicara bahasa Spanyol di tim sehingga akulah yang harus menjelaskan kepadanya. Kubilang, Marc sedang dalam perjalanan ke rumah sakit dan kami tidak yakin seberapa parah lukanya."
Pemain Borussia Dortmund usai ledakan bom (Foto: Carsten Linhoff/dpa via AP)
zoom-in-whitePerbesar
Pemain Borussia Dortmund usai ledakan bom (Foto: Carsten Linhoff/dpa via AP)
"Aku mendengarnya menangis. Aku tidak akan pernah lupa suara itu. Tidak akan. Bahkan, untuk musuh terbesarku pun aku tidak akan pernah ingin mereka mengalami apa yang dirasakan istri Marc itu," lanjutnya.
Pertandingan sudah jelas akan dibatalkan kala itu dan kemudian, Sahin pun segera pulang ke rumah. Setibanya di rumah, Sahin memeluk semua anggota keluarganya sambil menangis. Dia bersyukur bahwa dia sudah selamat.
Hari itu juga, Sahin bersama Schmelzer dan Gonzalo Castro datang menjenguk Bartra di rumah sakit. "Dia terluka cukup parah, tetapi dia baik-baik saja. Dia masih hidup, dan itulah satu-satunya hal yang penting," tulis Sahin.
ADVERTISEMENT
Marc Bartra sendiri langsung menjalani operasi dan sempat harus absen di tujuh pertandingan Dortmund. Meski begitu, kini pemain 26 tahun itu sudah kembali bugar dan kembali menjadi andalan di lini belakang Die Borussen.
Pada laga perempat final Liga Champions tersebut, Dortmund akhirnya takluk 2-3 dari Monaco. Di leg kedua, mereka kembali kalah dan akhirnya tersingkir. Atas kebijakan UEFA yang hanya mengundur laga leg pertama satu hari itu, pelatih Dortmund kala itu, Thomas Tuchel, sebenarnya sempat melontarkan kritik keras.
Pelatih Borussia Dortmund Thomas Tuchel (Foto: Reuters/Kai Pfaffenbach Livepic)
zoom-in-whitePerbesar
Pelatih Borussia Dortmund Thomas Tuchel (Foto: Reuters/Kai Pfaffenbach Livepic)
"Kami tidak pernah diajak bicara," kata Tuchel kala itu. "Kami hanya diberi tahu lewat pesan singkat bahwa UEFA telah membuat kebijakan di Swiss. Benar-benar tidak beres."
Walau begitu, UEFA kemudian merilis pernyataan yang menyebutkan bahwa kebijakan pengunduran pertandingan itu sudah mendapat persetujuan baik dari Dortmund maupun Monaco. UEFA juga menyatakan bahwa mereka tidak pernah menerima informasi apa-apa soal adanya tim yang tidak mau bermain.
ADVERTISEMENT
Adapun, pelaku peledakan bom itu akhirnya dicokok polisi sembilan hari setelah kejadian. Setelah sempat mecurigai kelompok Islam radikal dan kelompok ekstrem kanan, polisi kemudian menangkap seorang pria bernama Sergej di dekat Stuttgart.
Belakangan, diketahui bahwa motif si pelaku adalah untuk menurunkan harga saham Dortmund. Sergej, ketika itu, sudah berencana untuk membeli saham klub dalam jumlah besar dan atas perbuatannya itu, dia dituntut dengan pasal percobaan pembunuhan.