Jadon Sancho: Merantau, Merantau, dan Merantau

13 Februari 2019 15:27 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Jadon Sancho dipeluk kapten Dortmund, Marco Reus. Foto: Patrik STOLLARZ / AFP
zoom-in-whitePerbesar
Jadon Sancho dipeluk kapten Dortmund, Marco Reus. Foto: Patrik STOLLARZ / AFP
ADVERTISEMENT
Stigma soal pesepak bola Inggris takkan bisa berhasil di negeri lain di Eropa sempat berdiri kokoh. Hingga Jadon Sancho meruntuhkannya pada musim ini. Winger yang pernah tumbuh di London Selatan tersebut telah menyumbangkan 8 gol dan 10 assist untuk Borussia Dortmund di seluruh kompetisi.
ADVERTISEMENT
Dengan begitu, Sancho menjadi pemain ketiga dengan keterlibatan gol secara langsung terbanyak untuk Dortmund per musim ini. Posisi pertama menjadi milik Marco Reus yang telah mencetak 14 gol dan 7 assist, dan di belakangnya ada Paco Alcacer yang telah membukukan 13 gol dan 1 assist.
Kontribusi Sancho jelas berkontribusi banyak untuk keberhasilan Dortmund kembali ke pucuk klasemen Bundesliga Jerman musim ini. Saat ini, tim yang bermarkas di Westfalenstadion itu unggul 5 poin atas Bayern Muenchen, yang berada di posisi kedua.
Tapi, yang membuat Sancho menjadi fenomena yang menarik tak hanya karena dia orang Inggris. Melainkan juga usia yang baru 18 tahun. Di umur segitu di Jerman, seseorang baru bisa mendapatkan lisensi untuk membawa kendaraan pribadi tanpa bimbingan orang yang lebih tua.
ADVERTISEMENT
Dengan kata lain, orang Jerman baru menganggap seseorang itu sudah pantas diberikan tanggung jawab lebih ketika dia menginjak 18 tahun. Kegemilangan yang ditunjukkan dalam usia sebelia itulah yang membuat Sancho dicintai sepak bola Jerman sekaligus menjadi primadona di sepak bola Inggris.
Winger Borussia Dortmund, Jadon Sancho. Foto: Patrik Stollarz/AFP
Khusus pewarta Inggris, mereka menunjukkan ketertarikan terhadap Sancho dengan cara yang tak biasa. Pewarta-pewarta dari Inggris rela meninggalkan negerinya dan menuju Kota Ruhr untuk mewawancarai Sancho langsung di kamp latihan Dortmund di pada Minggu (10/2/2019).
Musababnya ialah Dortmund dijadwalkan akan menghadapi Tottenham Hotspur dalam laga putaran pertama babak 16 besar Liga Champions empat hari kemudian. Laga itu akan digelar di Wembley Stadium, kuil suci bagi segala orang Inggris yang mencintai sepak bola. Termasuk bagi Sancho.
ADVERTISEMENT
Ketika diwawancara, terlihat jelas ambisi Sancho seluas (dan semustahil) angkasa. Namun, dia juga tak lupa kakinya tengah menetap di bumi. Sancho bahkan sempat mengeluarkan pernyataan yang membuatnya terlihat lebih dewasa daripada remaja seusianya.
“Saya tak pernah lupa dari mana asal saya, karena saya tahu bagimana buruknya lingkungan tempat saya tumbuh” kata Sancho sebagaimana dilansir The Guardian.
“Saya berharap bisa memberikan pesan positif untuk seluruh bocah yang tumbuh di London Selatan. Jangan melakukan hal yang buruk, dan impianmu tak melulu harus menjadi pesepak bola. Fokuslah dengan sekolah, karena itulah yang terpenting.”
***
“Bagaimana pemuda macam Jadon Sancho mampu terlihat dewasa dan gemilang di atas lapangan?” Begitulah pertanyaan orang-orang Inggris terhadap pesepak bola setinggi 180 sentimeter itu.
ADVERTISEMENT
Seorang psikolog berpaspor Kanada bernama Gabor Mate pernah mengatakan bahwa sebelum kita mempengaruhi lingkungan, kitalah yang dipengaruhi lingkungan. Kasus yang sama juga terjadi untuk Sancho, yang sudah terbiasa berjauhan dengan rumah sejak masih muda.
Laga debut Jadon Sancho bersama Timnas Inggris. Foto: Action Images via Reuters/Carl Recine
Bakat Sancho telah disadari manajemen Watford ketika usianya baru tujuh tahun. Dua tahun kemudian, Sancho resmi bergabung dengan klub berjuluk The Hornets itu. Masalahnya, jarak dari rumah Sancho ke kamp latihan Watford begitu jauh.
Jika mengacu laporan BBC, terbentang jarak 45 mil dari rumah Sancho ke kamp latihan Watford. Andai lalu lintas tengah lancar, Sancho memerlukan waktu selama dua jam untuk sampai. Masalahnya, Sancho selalu pergi ke sana setelah sekolah, dan dia selalu dihadapkan dengan kemacetan.
ADVERTISEMENT
Alhasil, dia butuh waktu hingga dua kali lipat daripada waktu tempuh sesungguhnya menuju lokasi. Sancho harus terbiasa pergi dan pulang dengan waktu yang lama selama tiga tahun. Hingga kemudian orang tuanya menyadari ada cara lain.
Orang tuanya menawarkan Sancho untuk sekolah di Harefield Academy ketika berusia 11 tahun, dan dia pun menerimanya. Harefield merupakan secondary school – seperti SMP dan SMA digabung -- yang menjalin banyak kerja sama di bidang olahraga. Salah satunya dengan Watford.
Masalahnya, sekolah ini mengharuskan para siswanya tinggal di dalam asrama. Selayaknya sekolah dengans sistem asrama pada umumnya, otomatis Sancho harus melakukan segalanya sendiri. Dia tak hanya harus memikirkan sepak bola, tapi juga tugas dan aturan ketat di sekolahnya.
ADVERTISEMENT
Mentalnya sempat goyah di awal tahun berjauhan dengan rumah, apalagi Sancho memang begitu dekat dengan ibunya. Hingga, kemudian dia mendapatkan tamparan keras yang membuat tekadnya berkobar.
“Saya baru sadar hidup ini susah betul ketika memutuskan untuk meninggalkan rumah. Kemudian seseorang mengatakan kalimat mengena ketika saya di Harefield Academy. ‘Kalau tidak bisa di sini, ya, pulang saja ke rumah’,” kenang Sancho.
“Karena saya selalu mencintai sepak bola, maka saya memilih pilihan yang saya pikir paling susah. Rupanya, hal tersebut membuat saya lebih nyaman ketika harus meninggalkan rumah daripada orang-orang seusia saya. Saya betul-betul beruntung.”
Pengalaman hidup sendiri membuatnya bisa mengambil keputusan besar. Sancho menerima tawaran untuk bergabung akademi Manchester City pada Maret 2015. Ketika itu, Sancho baru berusia 14 tahun dan dengan keputusan ini, maka makin jauhlah dia dengan keluarga.
ADVERTISEMENT
Sancho sendiri dijanjikan Khaldoon Al Mubarak akan mendapatkan ‘kelas akselarasi’ di City. Maksudnya, chairman City itu menjanjikan Sancho masuk ke tim inti pada 2017. Namun, Sancho memutuskan untuk menolak kontrak anyar dan berjangka panjang dari manajemen The Citizens pada Juli 2017 karena perkara menit bermain.
Jadon Sancho saat membela Dortmund di ICC 2018. Foto: JIM WATSON / AFP
Kemudian Sancho mengambil keputusan berani lainnya, yakni hijrah ke Kota Ruhr dengan Dortmund menjadi destinasinya. Dortmund membayar 8 juta poundsterling untuk mendatangkan Sancho pada 31 Agustus 2017. Nama Sancho langsung masuk dalam skuat inti Dortmund.
Meski Sancho ditemani Sean – ayahnya – selama di Jerman, tentu saja merantau ke negeri orang di usia semuda itu tak mudah. Kendala perbedaan bahasa menjadi yang terutama, selain perbedaan kultur antar dua negeri tersebut.
ADVERTISEMENT
Namun, Sancho sendiri tetap menunjukkan tekad pantang menyerah seperti yang dia tujukkan di Harefield. Untungnya, Kota Ruhr menerimanya dengan hangat, begitu juga dengan senior-seniornya di Dortmund. Seiring berjalannya waktu, Sancho juga mulai sedikit-sedikit fasih menggunakan Bahasa Jerman.
“Semua orang yang berada di lingkungan saya membantu saya tetap membumi dan fokus. Saya terus berkembang berkat panutan-panutan saya seperti Marco Reus, Mario Goetze, dan Axel Witsel. Saya rasa, mereka juga panutan pemain lain juga di tim ini,” ucap Sancho.
“Berada di sekitar mereka begitu meyenangkan. Mereka mengatakan apa yang perlu dan tak perlu saya lakukan. Membantu saya menyelesaikan masalah yang tak bisa saya selesaikan sendiri. Jadi, saya sangat senang.”
Pada paruh kedua musim 2017/18, Christian Pulisic sering dibekap cedera. Dan begitulah Sancho secara perlahan menemukan kesempatannya untuk tampil reguler di Dortmund. Ketika Dortmund menang 4-0 atas Bayer Leverkusen pada April 2018, Sancho mencetak satu gol dan dua assist.
ADVERTISEMENT
Schmelzer, Sancho, Witsel dan Hakimi rayakan kemenangan pertama Dortmund di Liga Champions musim ini. Foto: REUTERS/Francois Lenoir
Setelah laga itu, nama Sancho kian populer berkat konsistensi penampilannya di atas lapangan. Atribut terkuat Sancho adalah dribel, namun dia tak hanya melakukan dribel hanya ingin terlihat keren seperti yang berada dalam benak penyerang muda Inggris kebanyakan.
Di kepalanya, dribel merupakan cara untuk menyulap build-up serangan timnya untuk menjadi ancaman yang berbahaya. Selain dribel, Sancho juga panda melepas umpan dan memiliki kemampuan tembakan yang oke. Menariknya, dia selalu tahu kapan harus melakukan salah satu di antaranya.
Musim ini, Sancho memecahkan sejarah menjadi pemain termuda yang mampu mencetak 8 gol atau lebih di satu musim Bundesliga. Kontribusi assist-nya, sebagaimana disebutkan di awal, juga tak dapat dipandang sepele. Sancho menjelma menjadi figur penting bagi Dortmund.
ADVERTISEMENT
***
Dua hari setelah menjalani sesi tanya jawab dengan para pewarta, kejadian konyol menimpa Sancho. Ketika telah sampai di bandara untuk pergi ke London bersama rekan-rekannya di Dortmund, dia baru sadar paspornya tertinggal.
Alhasil, dia pun perlu kembali ke rumahnya di Jerman sebelum melakukan perjalanan kembali ke bandara. Namun, karena telah menjadi figur penting bagi Dortmund, perkara Sancho ketinggalan paspor pun tak dilebih-lebihkan manajemen.
Malah, Sancho difasilitasi betul supaya bisa segera masuk pesawat. Alhasil, penerbangan menjadi tertunda selama 20 menit. Tak salah jika Dortmund bertindak demikian. Apalagi, Die Borussen akan melawan Spurs tanpa empat pemain karena cedera.
Salah duanya adalah Marco Reus dan Paco Alcacer, yang kontribusi gol dan assist-nya sangat terasa untuk Dortmund pada musim ini. Dortmund sendiri tak memiliki pengganti sepadan untuk kedua pemain itu dalam skuatnya saat ini, sehingga kemungkinan besar mereka akan sangat bertumpu kepada Sancho.
ADVERTISEMENT
Berbekal kemampuan dan ketangguhan mental yang telah ditunjukkan selama musim ini, bisa saja Sancho menunjukkan kegemilangan di depan keluarganya sendiri di London.