Jokdri Sudah Ditahan, Waktunya Penegak Hukum Sepak Bola Bekerja

26 Maret 2019 23:06 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mantan Plt Ketua Umum PSSI Joko Driyono berjalan menuju ruang pemeriksaan di Ditreskrimum Polda Metro Jaya. Foto: ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
zoom-in-whitePerbesar
Mantan Plt Ketua Umum PSSI Joko Driyono berjalan menuju ruang pemeriksaan di Ditreskrimum Polda Metro Jaya. Foto: ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
ADVERTISEMENT
Joko Driyono resmi menghuni rumah tahanan Direktorat Tahanan dan Barang Bukti Polda Metro Jaya sejak Senin (25/3/2019).
ADVERTISEMENT
Ia pun dijerat dengan Pasal 363 KUHP, 235 KUHP, 233 KUHP, 221 KUHP juncto 55 KUHP lantaran menjadi aktor intelektual di balik perusakan, penghancuran, dan penghilangan barang bukti terkait pengaturan pertandingan serta perusakan garis polisi.
Hukum negara sudah ditegakkan dalam tindak pidana yang dilakukan Jokdri—sapaan Joko Driyono. Sekarang, publik sepak bola Indonesia menanti penegakan hukum olahraga atau sepak bola.
Komite Ad Hoc Integritas yang sejatinya dibentuk untuk mengembalikan integritas PSSI dan memberantas praktik pengaturan laga belum menunjukkan taringnya. Bahkan, sejak didirikan pada 20 Januari lalu belum tampak kinerja komite tersebut.
Ahmad Riyadh—Ketua Komite Ad Hoc—yang dihubungi kumparanBOLA mengaku kasus yang menimpa Jokdri cuma terkait perusakan barang bukti dan garis polisi. Riyadh mengaku tak bisa bergerak lantaran tidak pidana Jokdri tak ada kaitannya dengan sepak bola sebagaimana ranah Komite Ad Hoc.
ADVERTISEMENT
Namun, jika menilik keterangan Satuan Tugas (Satgas) Anti-Mafia Bola, barang bukti yang dirusak dan dihilangkan Jokdri merupakan berkas pengaturan laga dari laporan Lasmi Indaryani (mantan Manajer Persibara Banjarnegara).
Artinya, Komite Ad Hoc masih tetap bisa bergerak dalam kasus Jokdri. Memang bukan soal perusakan barang buktinya, melainkan mencari tahu barang bukti pengaturan laga itu apakah berkaitan dengan Jokdri atau tidak.
“Iya, pasalnya berbeda dengan yang lainnya. Pak Joko tersangka dalam perusakan barang bukti. Kami belum bisa menjangkau hal itu,” ujar Riyadh.
Setali tiga uang dengan Komite Ad Hoc, Komdis PSS juga belum bisa bergerak lantaran kasus Jokdri bukan berada di wilayahnya.
“Menyangkut status tersangka Pak Joko, itu ranah Komite Etik atau Komite Ad Hoc Integritas. Kalau menyangkut permainan, itu ranahnya Komdis. Atau, wewenang itu harusnya ada di Komite Eksekutif PSSI,” kata Umar Husein, Wakil Ketua Komdis PSSI, kepada kumparanBOLA.
ADVERTISEMENT
Bila menengok beberapa keputusan hasil sidang Komdis, sejatinya mereka bisa bergerak dalam kasus Jokdri. Pasalnya, beberapa tersangka dalam pengaturan laga sudah dihukum Komdis.
Jokdri juga bisa ditilik dari keterlibatannya dalam skandal tersebut karena Satgas sudah merilis barang bukti yang dirusak Pelaksana tugas (Plt) Ketua Umum PSSI itu berkaitan dengan pengaturan pertandingan.
Nyatanya kini semua saling lempar. Kondisi itu dikomentari Akmal Marhali sebagai koordinator Save Our Soccer.
“Kalau memang begitu, sekarang mana keputusan yang dibuat Komite Ad Hoc yang sudah beberapa bulan berdiri. Tidak ada ‘kan? Seolah-olah kemunculan Komite Ad Hoc malah sebagai tameng," ujar Akmal.
"Yang bekerja Satgas sendiri. Komite Etik juga harus bergerak memberi hukuman terkait Kode Etik. FIFA sudah mencontohkan, kok,” kata Akmal.
ADVERTISEMENT
Akmal lebih lanjut menuturkan ditahannya Jokdri seharusnya bisa menjadi pelecut bidang yudisial federasi untuk bertindak. Pasalnya, penahanan terhadap Plt Ketua Umum PSSI itu membuka mata bahwa semua orang di mata hukum sama. Begitu juga, menurut Akmal, di mata hukum olahraga tidak ada tebang pilih.
Plt Ketua Umum PSSI Joko Driyono Foto: Alan Kusuma/kumparan
Menengok kritik itu, Riyadh menampik Komite Ad Hoc tebang pilih. Ia menuturkan pihaknya siap memberi hukuman jika Jokdri terbukti melanggar hukum olahraga.
“Kalau memang ada bukti kenapa tidak? Komite Ad Hoc bisa menambahi sanksi apabila terbukti melanggar Statuta PSSI, Kode Disiplin, dan Kode Etik. Kami akan bertemu Pak Joko untuk diwawancarai. Kami tegas tidak peduli siapa pun,” ujar Riyadh.
Jadi, bak tak ingin memakan janji politik, publik sepak bola Indonesia juga tak ingin menelan janji penegak hukum sepak bola. Khalayak menanti realisasi.
ADVERTISEMENT