Jose Mourinho: Dari 'Special One' Jadi 'Special Gone'

18 Desember 2018 19:37 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Jose Mourinho di Liga Champions UEFA A saat pertandingan sepak bola SL Benfica vs Manchester United FC di stadion Luz di Lisbon pada 18 Oktober 2017. (Foto: AFP/PATRICIA DE MELO MOREIRA )
zoom-in-whitePerbesar
Jose Mourinho di Liga Champions UEFA A saat pertandingan sepak bola SL Benfica vs Manchester United FC di stadion Luz di Lisbon pada 18 Oktober 2017. (Foto: AFP/PATRICIA DE MELO MOREIRA )
ADVERTISEMENT
Hampir semua klub yang disinggahi Jose Mourinho karib dengan kontroversinya. Namun, kontroversi itu acap dibarengi dengan gelar juara. Lihatlah apa yang ia persembahkan untuk FC Porto, Chelsea, Inter Milan, dan Real Madrid.
ADVERTISEMENT
Untuk Porto, ia memberikan enam trofi, satu di antaranya bahkan gelar juara Liga Champions 2003/04. Di Chelsea dalam dua periode, ada delapan trofi kemenangan yang masuk kabinet Stamford Bridge. Di Inter, lima gelar juara berhasil disegel. Bahkan ia menjadi manajer pertama yang mempersembahkan gelar treble winner kepada Inter. Berpindah ke Madrid, tiga gelar berhasil dikantongi. Maka, berangkat dari segala pencapaian itulah, United memberikan ruang baginya untuk menjadi nakhoda taktik.
Mourinho tidak datang ke Old Trafford saat United sedang baik-baik saja. Sepeninggal Sir Alex Ferguson, United berubah menjadi tim yang akhirnya merasakan bagaimana menjadi medioker, dipandang sebagai lelucon oleh tim lain.
Berganti pelatih mulai dari David Moyes hingga Louis van Gaal--bahkan sempat muncul nama Ryan Giggs sebagai caretaker--United akhirnya memutuskan untuk memulai kerja sama dengan Mourinho. Tentunya kesepakatan tidak didapat dengan mudah. Tarik ulur menjadi warna bahkan sampai muncul isu Paris Saint-Germain (PSG) siap menyalip. Tapi, ya begitulah pada akhirnya Mourinho menjejak ke Old Trafford juga.
ADVERTISEMENT
Tak sampai tiga bulan setelah resmi menjabat sebagai manajer United, Mourinho mempersembahkan trofi Community Shield usai mengalahkan juara Premier League 2015/16, Leicester City, dengan skor 2-1. Gelar juara pertama Mourinho bersama United itu berutang pada gol Zlatan Ibrahimovic di pengujung laga.
Setelah gelar itu, musim pertama dibuka Mourinho dengan meyakinkan. Tiga pertandingan pembuka Premier League 2016/17 dituntaskannya dengan kemenangan 100%. Tapi, persoalan muncul di pekan keempat. Melakoni Derbi Manchester pertamanya, kekalahan 1-2 menjadi bagian tim asuhan Mourinho.
Perjalanan Mourinho bersama United di Premier League musim perdananya tidak bisa dibilang mengesankan. Secara hitung-hitungan peringkat, United turun satu setrip dibandingkan musim 2015/16 saat masih ditangani oleh Van Gaal. Berbekal 18 kemenangan, 15 hasil imbang, dan lima kekalahan, United finis di posisi keenam.
ADVERTISEMENT
Mourinho gantikan Van Gaal sebagai pelatih Manchester United. (Foto: REUTERS/Andrew Yates/File Photo)
zoom-in-whitePerbesar
Mourinho gantikan Van Gaal sebagai pelatih Manchester United. (Foto: REUTERS/Andrew Yates/File Photo)
Jika ada yang menggembirakan soal penampilan mereka di Premier League dibandingkan dengan musim lalu, maka itu adalah catatan kekalahan United di kompetisi liga yang menurun. Di musim 2015/16, van Gaal membawa United menutup Premier League di posisi kelima dengan 19 kemenangan, sembilan hasil imbang, dan 10 kekalahan.
Kabar baik lainnya, seburuk-buruknya penampilan di Premier League, United masih sanggup merengkuh dua gelar sekaligus di musim 2016/17. Yang pertama, adalah Piala Liga Inggris yang didapat usai mengalahkan Southampton di partai puncak. Yang kedua, tentu gelar juara Liga Europa.
Keberhasilan United meraih gelar juara Piala FA 2015/16 menjadi tiket bagi mereka untuk berlaga di babak grup Liga Europa 2016/17. Tergabung di Grup A, United mesti berebut tiket ke babak gugur bersama Fenerbahce, Feyenoord, dan Zorya Luhansk. Walau menuntaskan babak grup sebagai runner up, United berhasil juga menjejak hingga partai puncak.
ADVERTISEMENT
Yang menjadi lawan mereka di final kala itu adalah Ajax Amsterdam. Tak tanggung-tanggung, kemenangan 2-0 yang didapat berkat gol Henrikh Mkhitaryan dan Paul Pogba. Walau kalah bergengsi bila dibandingkan dengan Liga Champions, kemenangan ini tetap menjadi raihan spesial bagi United. Pasalnya, ini menjadi pertama kalinya dalam sejarah United merengkuh trofi Liga Europa.
Hebatnya, United tak hanya sekadar merengkuh trofi, tetapi juga berhasil mengukir catatan gemilang dengan tak terkalahkan dalam 10 pertandingan terakhir di Liga Europa. Sejak takluk dari Fenerbahce 11 September 2016, Pogba dan kawan-kawan sukses memetik 7 kemenangan serta 3 hasil imbang dan hanya kebobolan sebanyak 4 kali.
Kini, dengan raihan trofi Liga Europa, pencapaian United di Benua Biru jadi lengkap. The Red Devils tercatat telah memenangi setiap kejuaraan di Eropa mulai dari Liga Champions, Piala Winners, Piala Super Eropa, dan terakhir Liga Europa.
ADVERTISEMENT
Jadi, sengehe-ngehenya Mourinho, tak salah juga untuk menyebutnya sebagai pelatih yang menggenapkan perjalanan United sebagai Raja Eropa, ‘kan?
Mourinho persembahkan gelar juara Liga Europa pertama untuk Manchester United. (Foto: Reuters / Andrew Couldridge/File Photo)
zoom-in-whitePerbesar
Mourinho persembahkan gelar juara Liga Europa pertama untuk Manchester United. (Foto: Reuters / Andrew Couldridge/File Photo)
Ngomong-ngomong, sebelum trofi ini jatuh ke tangan United, kapasitas Mourinho sebagai pelatih kelas dunia sempat dipertanyakan seiring penampilan United yang jauh dari kata konsisten. The Special One bahkan telah dicap gagal saat "Setan Merah" tak mampu menembus posisi empat besar yang kemudian memupuskan asa untuk meraih tiket tampil di Liga Champions musim depan.
Meskipun demikian, Mou akhirnya berhasil membuktikan bahwa ia memang spesial. Setelah sukses menjuarai Piala Liga, juru taktik berusia 54 tahun itu berhasil menggondol trofi Liga Europa saat berhasil mengalahkan Ajax pada laga tersebut.
Kesuksesan itu tak hanya mengantar Mou menjadi pelatih pertama yang berhasil meraih Liga Champions dan Liga Europa masing-masing dua kali, tetapi juga menjadi arsitek United pertama yang berhasil memboyong dua trofi di musim perdananya.
ADVERTISEMENT
Yak, cukup sudah pembicaraan soal musim pertama Mourinho bersama United. Sekarang, mari bergegas ke musim kedua.
Para pemain United merayakan gol. (Foto: Reuters/Jason Cairnduff)
zoom-in-whitePerbesar
Para pemain United merayakan gol. (Foto: Reuters/Jason Cairnduff)
Di musim kedua, tak gelar yang berhasil dibawa pulang Mourinho. United memang berhasil menuntaskan Premier League dengan status runner up dan menjejak ke Liga Champions 2018/19. Tapi, ya sebatas itu. Sebatas menjadi yang kedua.
Keberhasilan mereka menjuarai Liga Europa 2016/17 sebenarnya mengganjar United dengan tiket Liga Champions 2017/18. Namun, apa mau dikata, langkah United tak sepanjang omelan Mourinho.
Sebenarnya United lolos ke fase gugur dengan meyakinkan. Bagaimana tidak? Predikat juara Grup A ada di tangan usai menutup enam laga fase grup dengan lima kemenangan dan satu kekalahan. Terlepas dari siapa pun yang menjadi lawan, catatan itu jelas menjadi modal yang oke untuk melakoni babak 16 besar.
ADVERTISEMENT
Lawan yang dihadapi oleh United di babak 16 besar pun tak bisa dibilang seram-seram amat: Sevilla. Tapi, lawan yang tak seram itu pulalah yang mengandaskan perjalanan Mourinho bersama United di perburuan Si Kuping Besar.
Di leg pertama, United dan Sevilla sama-sama tak sanggup meraih kemenangan. Laga putaran pertama itu bahkan selesai dengan skor kacamata. Sial bagi Mourinho, leg kedua tak sanggup mereka menangi. Wissam Ben Yedder yang sedang masyhur-masyhurnya itu bahkan sanggup mencetak dua gol untuk Sevilla yang hanya mampu dibalas oleh gol tunggal Romelu Lukaku di babak kedua.
Hasil minor ini tak cuma berkisah tentang matinya strategi Mourinho ketika diperhadapkan dengan gempuran serangan Sevilla, tapi juga soal noda yang ditorehkan oleh United. Kekalahan yang mereka derita menjadi kekalahan pertama klub Inggris dari tim Spanyol dalam ajang Liga Champions musim 2017/18. Dalam delapan laga sebelumnya, tim Inggris tak pernah kalah dari klub Spanyol.
ADVERTISEMENT
Walau gagal merengkuh gelar juara apa pun, bukan berarti cerita Mourinho tentang yang jelek-jelek melulu. Salah satu yang paling ikonik tentu keberhasilan United menunda pesta juara City di Old Trafford. Sebagai pengingat, di laga pekan ke-33 Premier League itu, United menyegel kemenangan 3-2 setelah sempat tertinggal 0-2 di babak pertama.
Pogba menjadi aktor utama dalam pertandingan ini dengan torehan dua golnya pada menit ke-53 dan 55, ditambah oleh gol Chris Smalling di menit ke-69. Seandainya City menang di laga ini, gelar juara Premier League 2017/18 sudah dapat dipastikan walau kompetisi belum selesai. Maka, kalaupun United tidak dapat menjadi juara, setidaknya City tidak memastikan gelar juara di Old Trafford. Lagipula, seperti kata Mourinho, United tak akan bubar walaupun City menjadi juara.
ADVERTISEMENT
Halo, saya menang! (Foto: REUTERS/Stefano Rellandini)
zoom-in-whitePerbesar
Halo, saya menang! (Foto: REUTERS/Stefano Rellandini)
Musim 2018/19 adalah musim yang mendebarkan bagi Mourinho. Pasalnya, Mourinho akrab dengan pemecetan di musim ketiga. Perhatikanlah catatan perjalanannya bersama Inter, Chelsea, dan Madrid.
Jejang musim 2018/19 dimulai, beberapa rumah taruhan malah menyetujui cocoklogi tersebut. Sky Bet, satu rumah taruhan besar di Inggris, mengatakan bahwa Mourinho punya peluang 5/1 untuk menjadi pelatih pertama yang dipecat di Premier League. Angka tersebut jauh lebih besar ketimbang pelatih lain, seperti Claude Puel dan Javi Gracia. Puel mendapatkan peluang dipecat 7/1, sementara Gracia, yang menangani Watford, memiliki 8/1.
Tak hanya dari rumah taruhan, ada beberapa kondisi di mana peluang Mourinho untuk dipecat kian besar. Mulai dari terus mengeluh di uji tanding pramusim hingga tak kunjung mendapatkan pemain incaran di bursa transfer.
ADVERTISEMENT
Bila ada satu hal yang paling dominan di musim ketiga Mourinho bersama United di musim 2018/19, maka itu adalah ribut-ribut. Hampir semua orang diajaknya ribut. Kalau dari pemain, kita cukup menyimak kembali hubungan tak sedapnya dengan Pogba. Kalau dengan staf lawan, lihatlah kembali aksi ‘heroiknya’ di laga melawan Chelsea. Kalau dengan para penonton, baca-baca kembali pemberitaan soal gesturenya usai laga melawan Juventus di Liga Champions.
Tapi segala macam kontroversi dan tingkah Mourinho yang bikin geleng-geleng kepala di United itu akhirnya selesai juga. Tepat hari ini, Selasa (18/12/2018), lewat laman resminya United menyatakan bahwa Mourinho tidak lagi menjabat sebagai pelatih United. Kabar pemecatannya bukan perkara mengejutkan. Toh, bila melihat performa United di musim ini, cepat atau lambat pemecatan itu akan datang juga.
ADVERTISEMENT
Reaksi Manajer Manchester United Jose Mourinho merayakan gol pertama Manchester United melawan  BSC Young Boys. (Foto: Reuters/Carl Recine)
zoom-in-whitePerbesar
Reaksi Manajer Manchester United Jose Mourinho merayakan gol pertama Manchester United melawan BSC Young Boys. (Foto: Reuters/Carl Recine)
Hingga Premier League memasuki pekan ke-17, United masih ada di peringkat keenam dengan koleksi 26 poin. Bahkan dari 17 laga, United cuma mampu mengamankan tujuh kemenangan. Sementara, masing-masing lima laga berakhir dengan hasil imbang dan kekalahan.
Blunder taktik acap menjadi penyebab buruknya performa United di musim ini. Contoh terbarunya, laga melawan Liverpool yang berakhir dengan kekalah 1-3 itu. Rasa-rasanya hampir semua pencinta sepak bola sudah tahu laga United dan Liverpool itu seperti apa. Bahasa sederhananya, kalau mau bermain buruk, mbok ya jangan di pertandingan adu gengsi macam ini.
Belum reda olok-olok untuk United dan Mourinho di lini masa, sudah muncul pernyataan bahwa The Special One dipecat. Entah kebetulan atau tidak, tiga tahun lebih sehari yang lalu, Mourinho mengalami persoalan serupa. Manajemen Chelsea memecatnya usai menelan kekalahan 1-2 dari Leicester City. Kekalahan ini menjadi kekalahan kesembilan dalam 16 laga Premier League.
ADVERTISEMENT
Maka, tuntas sudah perjalanan Mourinho bersama United. Sehebat apa pun Mourinho 'berulah', Old Trafford ternyata bukan dan tidak akan menjadi rumah baginya untuk mewariskan dinasti, legasi, cerita, atau apa pun yang bisa ia berikan agar namanya tak erat dengan kontroversi semata. Dan selayaknya tempat yang sudah tak bisa ditinggali, memang sudah selayaknya Mourinho pergi.