Kalahkan Spurs, Liverpool Juara Liga Champions 2018/19

2 Juni 2019 3:57 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mohamed Salah merayakan golnya ke gawang Tottenham Hotspur di final Liga Champions 2018/19. Foto: REUTERS/Susana Vera
zoom-in-whitePerbesar
Mohamed Salah merayakan golnya ke gawang Tottenham Hotspur di final Liga Champions 2018/19. Foto: REUTERS/Susana Vera
ADVERTISEMENT
Juergen Klopp memasuki Estadio Wanda Metropolitano sambil menenteng-nenteng cerita kekalahannya sendiri. Gelar pelatih spesialis nyaris menjadi beban menyebalkan yang menggelayut di pundak, membikin langkah menjadi tak leluasa.
ADVERTISEMENT
Tapi jika akhir memang menjadi bagian dari setiap cerita, kisah kekalahan Klopp di partai puncak akhirnya berjumpa pada epilog. Berlaga di final Liga Champions 2018/19, Liverpool merengkuh kemenangan 2-0 atas Tottenham Hotspur.
Gol penalti Mohamed Salah pada menit kedua yang disempurnakan dengan lesakan Divock Origi pada menit ke-87 sudah cukup bagi Liverpool untuk menutup duel pada Minggu (2/6/2019) dengan sorak-sorai ala kampiun.
Hanya karena Naby Keita tak bisa turun lapangan, bukan berarti Liverpool kekurangan amunisi. Fabinho diplot sebagai gelandang tengah, diapit oleh Gini Wijnaldum dan Jordan Henderson dalam formasi dasar 4-3-3.
Kekokohan lini pertahanan mereka dijamin oleh kuartet Trent Alexander-Arnold, Joel Matip, Virgil van Dijk, dan Andrew Robertson yang mengawal Alisson Becker, sang penjaga gawang.
ADVERTISEMENT
Bagi siapa pun yang merindukan Roberto Firmino dan Mohamed Salah, rindu kalian dibayar tuntas di laga puncak. Keduanya sudah dapat turun arena sehingga lini serang Liverpool tampak mengerikan berkat akibat diisi oleh Salah, Firmino dan Sadio Mane.
Spurs tak kalah menyeramkan meski Mauricio Pochettino dihajar dilema menyoal pilihan lini serang. Harry Kane, topskorer mereka, sudah dapat bermain di partai puncak. Keberadaannya tentu diprediksi menyingkirkan Lucas Moura yang menjadi pahlawan dengan trigolnya di semifinal pemungkas melawan Ajax Amsterdam.
Dan benar saja, Kane pada akhirnya memang menjadi pilihan utama Pochettino di pos penyerang tunggal dalam skeman 4-2-3-1. Trio Son Heung-min, Christian Eriksen, dan Delle Ali menjadi para penggawa yang bersiaga di lini kedua, ditopang Harry Winks dan Moussa Sissoko yang bertugas sebagai poros ganda.
ADVERTISEMENT
Para suporter baru memulai elu-elu mereka, nasib sial sudah menghampiri Spurs. Berusaha menutup pergerakan Mane yang bergerak liar di kotak penalti Spurs, manuver Sissoko justru menjadi bumerang yang gemar menyerang balik.
Sepakan bola yang dilepaskan Mane justru membentur pangkal lengan Sissoko yang berusaha melancarkan marking. Tanpa ampun, hukuman penalti langsung mengganjar Spurs.
Salah yang ditunjuk menjadi algojo dapat menuntaskan tugasnya dengan brilian, keunggulan 1-0 berpihak kepada The Reds saat laga berusia dua menit. Di bench pelatih, Pochettino melengos kesal sambil menenggak air mineralnya.
Harry Kane menghindari tekel dari Joel Matip. Foto: REUTERS/Kai Pfaffenbach
Ketertinggalan di menit-menit awal melecut agresivitas Spurs. Keunggulan telak penguasaan bola yang mencapai 66% menggenjot Spurs untuk terus melepaskan serangan demi serangan.
Namun, lini pertahanan Liverpool yang dikomandoi oleh Van Dijk itu masih kepalang kokoh sehingga mau tak mau Spurs mesti mencari jalan lain. Salah satunya dengan mengadu peruntungan via tendangan jarak jauh Son yang tentu saja melenceng dari sasaran.
ADVERTISEMENT
Hingga menit 30, Liverpool tetap memimpin. Tapi, dibandingkan dengan laga-laga sebelumnya, permainan mereka lebih berantakan dan lambat.
Berhadapan dengan Spurs yang agresif dalam menekan, Liverpool seperti kehilangan filosofi gegenpressing yang selama ini digadang-gadangkan. Jika situasi ini terjadi karena gugup dengan laga final, maka ruang ganti menjadi kunci.
Namun, itu hanya asumsi awal. Bila tekanan Spurs-lah yang menjadi biang keladinya, mau tak mau Klopp mesti merespons dengan cepat.
Andy Robertson melepaskan tembakan ke gawang Tottenham Hotspur. Foto: REUTERS/Toby Melville
Dalam racikan taktik Pochettino, poros ganda memiliki peranan penting dalam skema counter-pressing. Lupakan dulu eror yang membidani kelahiran penalti pada menit kedua tadi. Kekompakan Sissoko dan Winks dalam melepaskan tekanan sejak di lapangan tengah membikin para pemain Liverpool berkali-kali kehilangan penguasaan bola.
ADVERTISEMENT
Apiknya, konektivitas itu bersambung hingga ke lini kedua sehingga lewat umpan-umpan pendek mereka berhasil mengelabui para pemain Liverpool yang berusaha menutup serangan balik. Hasil yang cukup menjanjikan muncul pada menit ke-19. Umpan Eriksen berhasil diterima oleh Son yang sayangnya urung berbuah gol akibat pengawalan Alexander-Arnold.
Penyelesaian akhir memang masih menjadi persoalan Spurs. Meski double pivot dan lini kedua terhubung, serangan-serangan The Lilywhites berujung mandek karena tidak mampu ditutup dengan penyelesaian akhir yang efektif.
Lucunya, Liverpool juga mengalami masalah serupa. Mereka sebenarnya tampil lebih agresif di sepanjang paruh pertama dengan delapan percobaan yang berbanding dengan dua upaya Spurs.
Sayangnya, dari delapan percobaan itu hanya dua yang tepat sasaran. Berangkat dari sini, Liverpool memang seperti tim yang kehilangan determinasi serangan.
ADVERTISEMENT
Tak heran jika serangan Liverpool bergantung pada counter-attack yang dieksekusi oleh para bek sayap. Salah satunya lahir pada menit 38 via aksi individu Robertson yang mampu ditepis oleh Lloris. Berbekal permainan seperti ini, laga babak pertama tuntas dengan keunggulan 1-0 untuk Liverpool.
Alih-alih menjadi pemecah kebuntuan, Firmino tampil melempem dalam 58 menit. Ia bahkan menjadi salah satu pemain yang paling sedikit menyentuh bola, yaitu sebanyak 11 kali.
Yang dibutuhkan Klopp adalah juru gedor yang mampu memecah kebuntuan, bukannya sekadar melancarkan serangan. Segala hal yang ditunjukkan Divock Origi di laga semifinal membuktikan bahwa ia layak buat diandalkan di saat genting. Tak menutup kemungkinan alasan itulah yang membuat Klopp memasukkannya pada menit 59 dan menarik Firmino.
ADVERTISEMENT
Tak kunjung mencetak gol penyama kedudukan, Pochettino melakukan pergantian pemain pada menit 65. Winks ditarik keluar sementara Lucas Moura masuk sebagai pengganti. Taji Moura sebagai penyelamat Spurs di saat genting tentu menjadi dasar.
Bicara soal efektivitas Moura, tak cuma tentang trigolnya di semifinal. Jauh sebelumnya, Moura sudah meloloskan Spurs dari fase grup berkat gol penyama kedudukannya di laga pemungkas melawan Barcelona.
Menit ke-69, asa suporter Liverpool melihat timnya mencetak gol kedua meninggi. Dalam momen ini, Mane mengelabui Eriksen di lini tengah dan berlari cepat ke kotak dan mengirim bola ke Salah di dekat titik penalti.
Harry Kane dijegal oleh Virgil van Dijk. Foto: REUTERS/Kai Pfaffenbach
Salah mengumpannya kembali ke Milner yang mengambil satu sentuhan dan kemudian menyerang dengan sepakan mendatar. Sayangnya, peluang emas ini urung berujung gol karena melebar tipis dari gawang.
ADVERTISEMENT
Serupa Liverpool yang menciptakan peluang briliannya, Spurs melakukan hal serupa pada menit 75. Adalah Son yang berhasil melewati kepungan pemain Liverpool hingga ke kotak penaltoi.
Momen ini melahirkan dua pengertian. Yang pertama, tentu daya gedor Son dalam melancarkan sernagan. Kedua, adalah kualitas Van Dijk sebagai jenderal pertahanan Liverpool. Ya, pemain asal Belanda inilah yang mengejar hingga kotak penalti dan melepaskan tekel bersih yang membikin Son kehilangan bola di depan gawang.
Lima belas menit akhir jelang waktu normal tuntas, pertahanan Liverpool mulai terbuka. Situasi ini dimanfaatkan Spurs dengan melepaskan dua serangan beruntun via Son dan Moura. Namun demikian, Alisson membuktikan bahwa harga selangit itu bukan pengeluaran sia-sia bagi Liverpool.
ADVERTISEMENT
Dua kali sepakan mengarah gawang menerjang, dua kali pula ia mengamankan gawang. Begitu pula dengan keberhasilannya menepis sepakan bebas melengkung yang dilancarkan oleh Eriksen.
Keputusan Klopp untuk memasukkan Origi terbukti jitu. Pada menit 87, Origi melepaskan sepakan menyilang ke arah gawang yang tak mampu diamankan oleh Lloris. Gol yang memanfaatkan assist Matip ini mengantarkan Liverpool pada keunggulan kedua.
Gol tadi menjadi yang terakhir di laga ini meski wasit mengganjar tim dengan lima menit waktu tambahan. Liverpool menutup laga dengan kemenangan 2-0, Klopp membalas kekalahan musim lalu dengan cara elegan: Dengan membawa trofi 'Si Kuping Besar' pulang ke Liverpool.