Karena Roberto Mancini Bukan Benito Musollini

7 September 2018 14:32 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pelatih Timnas Italia, Roberto Mancini. (Foto: AFP/Marco Bertorello)
zoom-in-whitePerbesar
Pelatih Timnas Italia, Roberto Mancini. (Foto: AFP/Marco Bertorello)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sungguh sulit menjadi seorang Roberto Mancini sebagai pelatih Timnas Italia. Diberikan sumber daya minimalis, tetapi menanggung target begitu tinggi.
ADVERTISEMENT
Bersama Italia, Mancini akan melakoni partai melawan Ukraina di pentas UEFA Nations League, Sabtu (8/9/2018) dini hari WIB. Ini akan menjadi pertandingan resmi pertamanya sejak menukangi Gli Azzurri.
Untuk laga tersebut, Mancini justru mengalami situasi rumit. Serie A sebagai kantong pemain paling besarnya justru didominasi para legiun asing. Lihat saja bagaimana komposisi tim-tim teras. Juventus sebagai juara bertahan terdiri dari 24 pemain yang 14 di antaranya merupakan nama impor. Lebih para lagi Inter Milan (16 pemain asing dari 24 anggota skuat) dan Napoli (21 dari 25).
Situasi ini mengundang kritik dari Arrigo Sacchi yang juga pernah menduduki kursi Mancini dari 1991 sampai 1996. Bagi dia, Mancini seolah tak mendapatkan dukungan penuh dari Federasi Sepak Bola Italia (FIGC). Padahal, kuasanya cuma mencakup pemilihan pemain, keputsan di sesi latihan, ruang ganti, dan lapangan.
ADVERTISEMENT
Ronaldo sumbang assist untuk Mandzukic. (Foto: Marco BERTORELLO / AFP)
zoom-in-whitePerbesar
Ronaldo sumbang assist untuk Mandzukic. (Foto: Marco BERTORELLO / AFP)
Dari situ, Sacchi menyindir FIGC. Dia menyebut bahwa Mancini bukanlah Benito Mussolini, sosok diktator yang sempat memimpin Italia pada awal abad ke-19. Karena permintaan Mancini agar pemain lokal mendapatkan jatah tampil lebih banyak tak bisa diwujudkan secara instan tanpa inisatif dari pelatih klub dan federasi.
"Ada suatu ketika Timnas Italia memiliki sosok yang mampu menentukan takdir. Namanya Mussolini dan kita mengetahui bagaimana dia berakhir. Saya tentu bukan ingin membandingkan, tetapi Mancini memang tak bisa mengubah dunia seorang diri," tutur Sacchi.
"Lantas apa yang dibutuhkan Italia? Spirit kolektif, lalu federasi yang kuat dan mampu mengembangkan sekolah sepak bola, gaya permainan, dan identitas untuk tim nasional. Ini sempat terjadi di Prancis setelah 1970 dan Jerman pada 2000.
ADVERTISEMENT
"Kini, Italia harus mengubah kultur. Presiden federasi perlu memahami bahwa pemain lokal tidak mendapatkan kesempatan lebih banyak dibandingkan asing," tuturnya menambahkan.
Pelatih Timnas Italia, Roberto Mancini. (Foto: Marco Bertorello/AFP)
zoom-in-whitePerbesar
Pelatih Timnas Italia, Roberto Mancini. (Foto: Marco Bertorello/AFP)
Komentar Sacchi tergolong hipokrit mengacu bagaimana kiprahnya sebagai pelatih AC Milan ketika menjuarai Liga Champions 1989 dan 1990. Dia mengandalkan trio Belanda yang terdiri dari Frank Rijkaard, Marco van Basten, dan Ruud Gullit.
Menurut Sacchi, cara seperti itu sah-sah saja. Asalkan, kesempatan yang diberikan kepada pemain lokal tetap besar, sebagaimana dia memilih 8 pemain Italia untuk mendampingi trio Belanda di susunan starter.
"Ketika mencapai masa jaya, Milan memang mengandalkan Ruud Gullit, Marco van Basten, dan Frank Rijkaard, tetapi tulang punggung mereka pemain-pemain Italia," ucap Sacchi.
ADVERTISEMENT