Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
Selain Moise Kean , pemain yang begitu marah atas aksi rasialis yang terjadi pada Rabu (3/4/2019) dini hari WIB di Sardegna Arena adalah Blaise Matuidi.
ADVERTISEMENT
Kemarahan Matuidi ini bukan tanpa alasan. Setahun lalu, tepatnya pada 6 Januari 2018, ia juga pernah mengalami apa yang Kean alami. Di tempat yang sama, juga melawan klub yang sama, Matuidi jadi sasaran perilaku rasialis suporter Cagliari. Saat itu ia kesal. Kekesalannya itu ia ungkapkan dalam unggahan Facebook-nya.
"Manusia-manusia cemen mencoba mengintimidasiku dengan kebencian. Aku bukan seorang pembenci dan aku merasa kasihan kepada mereka yang memberi contoh buruk," ujar Matuidi.
Jengah dengan segala aksi rasialis yang acap terjadi di stadion membuat Matuidi mengambil sikap. Jika kelak ia mendengar, melihat, atau mengalami lagi aksi rasialis di stadion, ia tak segan untuk meninggalkan lapangan. Hal ini dikonfirmasi oleh Miralem Pjanic, rekan setimnya di Juventus.
ADVERTISEMENT
"Blaise (Matuidi) sangat marah. Ia memberitahu kami semua di ruang ganti (selepas laga lawan Cagliari), jika hal itu terjadi lagi (aksi rasialis), ia tidak akan segan untuk keluar lapangan," ujar Pjanic kepada Tuttosport, dilansir Goal International.
"Ini adalah tahun kedua Matuidi main di sini dan ia harus mengalami hal semacam itu (aksi rasialis). Itu adalah sesuatu yang gawat. Kami mohon maaf karena mereka (Matuidi dan Kean ) harus mengalami ini, dan kami sudah melihat betapa kesalnya mereka di ruang ganti," lanjutnya.
Pjanic sendiri, melihat aksi rasialis yang diterima oleh kedua rekannya tersebut, langsung mengutarakan perasaannya. Ia sadar bahwa di laga itu pemain kulit hitam bukan hanya Kean dan Matuidi saja. Ada Alex Sandro, serta beberapa pemain kulit hitam lain di Cagliari.
ADVERTISEMENT
Maka, selaku orang yang menyaksikan aksi rasialis di tempat yang sama selama dua tahun berturut-turut, ia mengungkapkan bahwa aksi rasialis tak semestinya terjadi. Lalu, hal itu tak boleh disangkut pautkan dengan perayaan gol pemain yang dianggap bersifat provokatif.
"Situasi macam itu (menerima aksi rasialis) tidak boleh terjadi lagi dan seseorang tidak boleh mengalami itu lagi, apalagi ini bukan kali pertama. Saya harap sesuatu akan berubah di masa depan," tambahnya.
Apa yang ditegaskan oleh Matuidi ini sebenarnya sudah jadi aturan baru yang diterapkan oleh FIGC (Federasi Sepak Bola Italia). Usai kejadian Kalidou Koulibaly dalam laga Inter Milan lawan Napoli, sebuah aturan baru ditelurkan: wasit bisa menghentikan pertandingan jika ada aksi rasialis entah itu di tribune atau di lapangan.
ADVERTISEMENT
Pelatih Napoli, Carlo Ancelotti, juga mengungkapkan selepas laga Inter vs Napoli tersebut bahwa apabila ada pemainnya yang kelak menerima perilaku rasialis lagi, ia akan memerintahkan seluruh tim Napoli untuk pergi dari lapangan. Ancaman yang sama juga diberikan Pep Guardiola usai pemainnya, Raheem Sterling, acap jadi target perilaku rasialis.
Namun, melihat apa yang terjadi di laga Cagliari lawan Juventus tersebut, tampak bahwa implementasi dari aturan baru ini belum dijalankan sepenuhnya. Seperti yang diungkapkan oleh Danny Gabbidon, eks penggawa Timnas Wales dalam tulisannya di The Guardian: jika kamu belum pernah dilecehkan secara rasial, kamu akan sulit memahaminya.