Lechia Gdansk, Egy Maulana Vikri, dan Tantangan di Ekstraklasa

12 Maret 2018 20:49 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Egy saksikan Lechia Gdansk vs Legia Warszawa (Foto: Cornelius Bintang/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Egy saksikan Lechia Gdansk vs Legia Warszawa (Foto: Cornelius Bintang/kumparan)
ADVERTISEMENT
Polandia bukan surganya sepak bola. Sebagai kompetisi divisi teratas di sepak bola Polandia, Ekstraklasa bukan yang terelite.
ADVERTISEMENT
Sejak akhir Perang Dunia II hingga pengujung 1980-an pergerakan sepak bola Polandia begitu terbatas. Di era komunisme tersebut, pemain-pemain bola dilarang untuk berkarier di luar negeri.
Setelah era 1980-an yang masyhur dengan perlawanan terhadap rezim komunisme dan segala macam cerita politis di dalamnya, termasuk keberhasilan Polandia tampil gemilang di perhelatan Piala Dunia, sepak bola Polandia berganti wajah memasuki tahun 2012. Bersama Ukraina, di tahun tersebut Polandia menjadi tuan rumah dari perhelatan seakbar Piala Eropa.
Terpilihnya Polandia sebagai tuan rumah memantik perubahan sepak bola Polandia. Investasi-investasi berdatangan. Menyambut perhelatan tersebut, Polandia menerima dana investasi, setidaknya, 16 miliar euro. Dana tersebut digunakan untuk membangun dan memperbaiki infrastruktur yang ada. Tak hanya stadion, tapi juga fasilitas media yang dipercaya bisa mendukung keberhasilan kompetisi dua tahunan ini.
ADVERTISEMENT
Perhelatan ini pula yang menjadi pangkal dari peningkatan kedatangan pemain asing. Sebagai perbandingan, mari melihat jumlah pemain asing yang berkompetisi di Ekstraklasa musim 1998/1999. Tak banyak, hanya 32 orang. Sementara, ada 116 pemain asing yang terdaftar di sejumlah klub yang berlaga di Ekstraklasa di musim 2010/2011.
Tiga negara yang menyumbang pemain asing terbanyak di Ekstraklasa tahun-tahun tersebut adalah Serbia, Slovakia, dan Brasil. Mayoritas pemain asing memang datang dari negara-negara yang masih masuk dalam wilayah Eropa Timur.
Penyebab utama dari fenomena ini adalah penilaian bahwa sepak bola Polandia lebih menarik dan menjanjikan secara finansial. Di negara-negara mereka, mungkin kesempatan untuk mengembangkan diri sebagai pesepak bola jauh lebih kecil. Hal ini juga ditunjang dari kemiripan kultur. Memang ada perbedaan bahasa, tapi akar bahasa yang sama membuat proses adaptasi menjadi lebih mudah.
ADVERTISEMENT
Dalam penelitian yang bertajuk Exploring the Cultural, Ideological, and Economic Legacies of Euro 2012, Peter Kennedy dan Christos Kassimeris menyimpulkan, alasan finansial menjadi penyebab utama mengapa mereka mau hijrah ke Polandia. Salah satu responden, pesepak bola asal Kroasia (nama responden disembunyikan oleh keduanya), menjelaskan bahwa gaji yang diterimanya Ekstraklasa jauh lebih besar dibandingkan dengan yang ditawarkan di salah satu klub di Kroasia.
Sementara, salah satu responden yang berkebangsaan Serbia menjelaskan, finansial adalah satu hal. Namun, ia juga menilai kultur sepak bola Polandia jauh lebih bergengsi. Di Polandia ia bisa bermain di stadion baru dan suporter kota klub asalnya terbilang loyal kepada klub dan para pemainnya.
Selain itu, kesempatan untuk bertanding di kompetisi level Eropa juga lebih terbuka dibandingkan dengan negara-negara Eropa Timur lainnya. Dalam penelitian tersebut dijelaskan, pemain-pemain asing itu cukup senang walaupun klubnya hanya sanggup mencapai babak pertama kompetisi sekelas Liga Champions dan Liga Europa.
ADVERTISEMENT
Kompetisi liga teratas Polandia dipegang oleh Ekstraklasa sejak Agustus 2005. Hak ini dipegang sejak Ekstraklasa menandatangani kerja sama dengan Asosiasi Sepak Bola Polandia (PZPN) di tahun tersebut. Secara garis besar shareholders Ekstraklasa terbagi ke dalam dua golongan: 16 klub yang bertanding di liga ini dan PZPN.
Pembagian sahamnya, setiap klub memiliki 5,8% saham (bila ditotal 92,8%) dan 7,2% dipegang oleh PZPN. Dewan penasehatnya (Supervisory Board) terdiri dari tiga pihak: empat perwakilan dari klub yang masuk empat besar di klasemen, dua perwakilan dari dua klub terpilih, dan satu PZPN.
Walaupun bukan termasuk liga terelite di pentas sepak bola Eropa, likuiditas keuangan Ekstraklasa cukup menjanjikan, terutama per November 2016. Di bulan ini, Ekstraklasa berhasil mengikat kerja sama dengan bank swasta Polandia, Raiffeisen Bank Polska S.A, perihal pendanaan kompetisi.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan laporan keuangan klub, Lechia Gdansk mengalami penurunan pendapatan di musim 2016/2017 (perbandingannya dengan musim 2015/2016). Pendapatan Lechia di musim ini mencapai 43,6 juta zloty Polandia (PLN). Artinya, mereka mengalami penurunan pendapatan sekitar 4,5% dibandingkan musim sebelumnya.
Egy diperkenalkan dan jajal lapangan Gdansk (Foto: Cornelius Bintang/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Egy diperkenalkan dan jajal lapangan Gdansk (Foto: Cornelius Bintang/kumparan)
Pendapatan tertinggi klub ini berasal dari sektor pendapatan transfer (PLN 13,2 juta). Sementara, pendapatan sponsor dan media klub ini menurun sebesar PLN 3 juta. Di musim 2016/2017, sektor sponsor dan media menyumbang pendapatan sebesar PLN 12,3 juta. Hal ini agaknya dipengaruhi oleh berakhirnya kerja sama Lechia dengan sponsor terdahulu, Lotos. Sejak musim 2016/2017, Energa menjadi sponsor utama klub.
Dalam akuntansi klub sepak bola, pemain termasuk dalam komponen aset. Tingginya pendapatan dari penjualan aset sekilas menggembirakan. Namun, di satu sisi, mendongkrak keuntungan dari penjualan aset menjadi hal yang perlu dikhawatirkan secara finansial. Hal ini berarti, nilai komersil perusahaan mengalami penurunan (komponen murni pendapatan), sehingga untuk menutupi biaya-biaya, perusahaan harus menjual aset.
ADVERTISEMENT
Di musim 2016/2017, Lechia harus menanggung kerugian bersih sebesar PLN 19,5 juta. Untungnya, hal ini diikuti dengan peningkatan rasio likuiditas klub. Menurut neraca musim 2015/2016, rasio likuiditas Lechia 0,34. Sedangkan pada musim 2016/2017, meningkat menjadi 1,03. Artinya, kepemilikan aset lancar Lechia masih bisa menutupi jumlah kewajiban (utang) yang dimiliki klub.
Di kompetisi liga, kedudukan Lechia Gdansk belum aman. Di klasemen akhir, mereka menempati peringkat 13. Artinya, Lechia Gdansk sedang ada di zona degradasi.
Kompetisi Ekstraklasa memiliki sistem yang unik. Setelah melakoni musim kompetisi reguler, mereka akan melakoni babak playoff yang dibagi dalam dua bagian. Pertama, babak playoff antara delapan klub teratas di klasemen. Kedua, babak playoff antara delapan klub terbawah.
ADVERTISEMENT
Jadi, di Liga Utama Polandia ini, agar tim berada di posisi aman untuk tampil di musim selanjutnya, minimal dia harus berada di posisi kedelapan. Maka, posisi Lechia Gdansk di peringkat ke-13 ini adalah peringkat yang benar-benar tidak aman.
Egy Maulana di bench Lechia Gdansk. (Foto: Cornelius Bintang/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Egy Maulana di bench Lechia Gdansk. (Foto: Cornelius Bintang/kumparan)
Sejak Januari 2016, Lechia sudah tiga kali berganti pelatih. Sebelum dilatih oleh Piotr Stokowiec, Lechia ditukangi oleh Adam Owen.
Pelatih asal Wales ini lengser dari kursi kepelatihannya karena tak kunjung berhasil memberikan kemenangan untuk Lechia sejak winter break. Dari lima pertandingan (sebelum partai perdana Stokowiec), Lechia mendapati tiga hasil imbang, dua di antaranya berbuah kekalahan. Pertandingan melawan Zagłębie Lubin dengan skor 0-0 merupakan pertandingan terakhir Owen sebagai pelatih Lechia.
ADVERTISEMENT
Berlaga bersama Lechia, Egy diyakini akan menghadapi kultur serta gaya bermain yang berbeda. Salah satu hal yang dikenal dari Liga Polandia adalah permainan yang keras serta lebih mengandalkan fisik. Sebagai pemain bertubuh kecil, sekilas, kecepatan seharusnya menjadi hal yang diandalkan oleh Egy. Namun, pemain-pemain Asia punya track record yang buruk di Lechia. Dua pemain Asia mereka yang terdahulu, Tsubasa Nishi dan Daisuke Matsui, menjadi penghangat bangku cadangan dengan rutin. Tantangan buat Egy adalah membalikkan catatan buruk ini.
Tsubasa Nishi yang bermain untuk Lechia pada 2014. Pemain yang berposisi sebagai gelandang serang itu lebih banyak dipinjamkan oleh Lechia ke klub seperti Widzew Lodz dan Stomil. Pada musim 2016/17, Nishi akhirnya dipermanenkan oleh Stomil.
ADVERTISEMENT
Sementara, Matsui bermain sebanyak 16 pertandingan dan berhasil mencetak empat gol. Kini, gelandang serang berusia 36 tahun itu tengah menghabiskan karier sepak bolanya bersama klub level kedua di J-League, Yokohama FC.
Dalam wawancara dengan kumparan menjelang keberangkatannya ke Polandia, Egy menuturkan, pantang hukumnya untuk sekadar menjadi pemain numpang lewat di Eropa. Segala persoalan yang dihadapi Lechia Gdansk dan karakteristik Ekstraklasa itu sendiri menunjukkan, ada begitu banyak PR yang harus diselesaikan dan kendala yang harus diatasi oleh Egy. Karena bagaimanapun, berkarier di kompetisi Eropa tidak semenyenangkan euforia kedatangan seorang pemain.
Meski begitu, Egy mengaku siap untuk menghadapi berbagai tantangan.