Marco Giampaolo dan Petualangan Panjangnya Menuju Milan

20 Juni 2019 14:57 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Marco Giampaolo saat melatih Sampdoria. Foto: Reuters/Jennifer Lorenzini
zoom-in-whitePerbesar
Marco Giampaolo saat melatih Sampdoria. Foto: Reuters/Jennifer Lorenzini
ADVERTISEMENT
Bellinzona adalah kota kuno yang menyenangkan. Terletak di kaki Pegunungan Alpen Swiss, Bellinzona dikelilingi oleh kastil-kastil era Romawi yang dibangun untuk jadi tembok pelindung.
ADVERTISEMENT
Di kota ini, waktu seperti bergerak lebih lambat. Meskipun letaknya strategis secara geografis, Bellinzona tak pernah benar-benar menjadi pusat peradaban. Maka, ia pun menjadi tempat yang cocok untuk bersembunyi.
Akhir September 2013 lalu, Brescia digegerkan dengan menghilangnya pelatih mereka, Marco Giampaolo. Sehari setelah dikalahkan Crotone dalam pertandingan Serie B, mereka mendapati sang pelatih sudah tak lagi berada di kota tersebut.
Tiga hari lamanya Giampaolo menghilang sampai-sampai pada pertandingan berikutnya melawan Carpi posisinya harus digantikan untuk sementara oleh sang asisten, Fabio Micarelli. Pencarian pun dilakukan sampai akhirnya Giampaolo ditemukan oleh adiknya, Federico, di Bellinzona.
Giampaolo punya alasan kuat untuk kabur ke Bellinzona. Dia lahir dan besar di sana sebelum kembali ke Italia untuk menekuni karier sepak bola. Di tempatnya dilahirkan itu Giampaolo berusaha mencari pertolongan karena saat itu kariernya sudah mencapai titik nadir.
ADVERTISEMENT
Kastil Bellinzona di kaki Pegunungan Alpen Swiss. Foto: Wikimedia Commons
Depresi disebut-sebut sebagai momok terbesar Giampaolo dan hal itu sudah dia derita sejak sebelum menukangi Brescia. Meski demikian, pria kelahiran 1967 itu bersikeras bahwa dia baik-baik saja. Giampaolo pun ketika itu berkata bahwa apa yang terjadi antara dirinya dan Brescia cuma kesalahpahaman.
Menyusul insiden tersebut, Giampaolo akhirnya dipecat. Satu tahun kemudian barulah dia kembali ke dunia kepelatihan dengan menerima pinangan Cremonese. Sejak itulah Giampaolo kembali menemukan jalan menanjak yang membawanya ke Milan.
***
Sepuluh tahun lalu, ketika ditanya oleh awak media soal siapa pelatih yang cocok menjadi Fabio Capello baru, si empunya nama berkata, "Salah satu sosok paling menarik yang ada saat ini adalah pelatih Siena, Marco Giampaolo."
ADVERTISEMENT
Perkataan Capello tersebut merupakan sebuah pengakuan besar bagi Giampaolo yang ketika itu masih layak masuk kategori anak bawang di dunia kepelatihan. Pada titik itu, Giampaolo baru dua musim melatih di Serie A.
Pada musim pertamanya, 2006/07, dia bahkan harus dipecat di tengah jalan oleh bos Cagliari, Massimo Cellino. Lalu, pada musim 2007/08, Giampaolo dipercaya lagi melatih Cagliari tetapi dipecat pada awal-awal musim. Setahun berselang, barulah dia dipercaya menangani Siena.
Sepintas, tidak ada yang spesial dari pencapaian Giampaolo bersama Siena. Pada akhir musim 2008/09, Siena cuma mampu finis di urutan 14 Serie A. Akan tetapi, bagi Giampaolo dan Siena, catatan itu punya arti penting. Finis di urutan ke-14 Serie A merupakan prestasi tertinggi Siena sebagai sebuah klub serta Giampaolo sebagai seorang pelatih.
ADVERTISEMENT
Marco Giampaolo di laga vs Napoli. Foto: REUTERS/Jennifer Lorenzini
Prestasi tersebut akhirnya membuat nama Giampaolo ramai diperbincangkan. Dia disebut-sebut jadi kandidat kuat pelatih anyar Juventus yang kala itu finis di peringkat dua.
Namun, apa yang digadang-gadang tak pernah terwujud. Juventus saat itu justru memilih untuk mempromosikan Ciro Ferrara, sementara Giampaolo akhirnya dipinang oleh Catania yang finis satu setrip di bawah Siena.
Kegagalan pindah ke Juventus itu kemudian memicu efek domino. Sejak itu sampai dipecat Brescia tadi, Giampaolo gagal menunjukkan kemampuan terbaiknya. Sebelum insiden di Brescia itu, dia juga sempat dipecat oleh Cesena setelah memimpin klub dalam beberapa pertandingan saja. Apa yang terjadi di Brescia tadi pun membuat orang-orang berkesimpulan bahwa Giampaolo telah layu sebelum berkembang.
Sebenarnya, bukan cuma orang-orang yang berpikir demikian. Giampaolo sendiri bahkan sempat mempertimbangkan untuk menyingkir sepenuhnya dari dunia sepak bola. Akan tetapi, tawaran dari Cremonese pada musim 2014/15 mengubah segalanya. Di situlah Giampaolo kembali menemukan sentuhannya.
ADVERTISEMENT
Semusim di Cremonese, Giampaolo kembali ke Serie A untuk membesut Empoli. Bagi Giampaolo, melatih tim asal Toscana itu bukan perkara gampang. Sebab, mereka baru saja ditinggalkan Maurizio Sarri dan sejumlah pemain bintang macam Daniele Rugani, Mirko Valdifiori, serta Elseid Hysaj. Namun, tanpa pemain-pemain itu, Giampaolo justru mampu membawa Azzurri berprestasi lebih baik lagi.
Pada akhir musim 2015/16, Empoli dibawa Giampaolo finis di urutan sepuluh klasemen Serie A. Pencapaian itu lantas membawa dirinya ke Sampdoria. Kesempatan untuk menjadi pelatih top sekali lagi menghampiri dirinya dan hal itu tidak dia sia-siakan.
Marco Giampaolo bersama Maurizio Sarri. Foto: AFP/Carlo Hermann
Ketika Empoli asuhan Giampaolo finis di peringkat 10 Serie A, Sampdoria terbenam di peringkat ke-15. Lalu, selama tiga musim berikutnya, di bawah asuhan Giampaolo mereka mengakhiri musim di peringkat 11, 10, dan 9.
ADVERTISEMENT
Keberhasilan finis di urutan ke-9 itu merupakan prestasi tertinggi Giampaolo sebagai seorang allenatore. Bagi Sampdoria, itu merupakan tempat finis tertinggi mereka sejak mengakhiri musim di urutan ke-4 pada musim 2009/10.
Sepintas, lagi-lagi, prestasi Giampaolo bersama Sampdoria tidak tampak terlalu impresif. Masalahnya, finis di peringkat sembilan juga tidak bisa membawa klub asal Genova itu lolos ke kompetisi antarklub Eropa.
Namun, perlu dicatat bahwa setiap tahunnya Sampdoria selalu kehilangan pemain andalan, mulai dari Milan Skriniar sampai Lucas Torreira, dari Emiliano Viviano sampai Duvan Zapata.
Itu artinya, ada faktor lain yang membuat Sampdoria tetap bisa konsisten dan faktor tersebut, tak lain, adalah sistem permainan Giampaolo. Pemain datang dan pergi tetapi Sampdoria tak pernah mengubah cara bermain. Dengan situasi demikian pun mereka sanggup untuk secara konsisten memperbaiki peringkat di setiap musimnya.
ADVERTISEMENT
***
Dalam diri Giampaolo, Milan mendapatkan seorang pelatih yang punya kapabilitas untuk meletakkan fondasi permainan untuk jangka panjang. Rekrutmen ini pun sejalan dengan visi manajemen Milan yang memang tidak terburu-buru ingin segera kembali ke habitatnya di jajaran elite. Adapun, penunjukan Giampaolo ini merupakan mandat langsung dari Direktur Olahraga Paolo Maldini.
Dalam pernyataan yang diberikan Mei lalu, CEO Milan Ivan Gazidis menegaskan bahwa pihaknya sudah bertekad untuk melupakan segala kejayaan masa lampau dalam waktu dekat ini.
"Visi Elliott (konsorsium pemilik Milan, red) sudah jelas. Yakni, mengenyahkan beban finansial Milan dan membimbing mereka kembali ke jalan yang benar agar bisa berkembang menjadi klub modern," kata Gazidis kepada La Gazzetta dello Sport.
ADVERTISEMENT
"Elliott sama sekali tidak pernah menentukan batas waktu. Kami tidak punya tenggat dan aku tidak akan membuat janji yang tak bisa dipenuhi."
"Mereka yang mencari pesulap atau raja minyak tidak akan menemukannya di sini. Sudah terlalu banyak ilusi dan kebohongan. Tidak boleh ada lagi janji-janji muluk yang tidak bisa ditepati," tambahnya.
Giampaolo, sebagai seorang juru latih, cocok dengan visi ini. Apa yang dilakukannya bersama Sampdoria membuktikan bahwa dia punya kemampuan untuk membangun identitas tim. Inilah yang dibutuhkan Milan. Logika yang selama ini mereka gunakan untuk membangun kejayaan dibalik 180 derajat.
Dalam dua tahun terakhir Milan membelanjakan ratusan juta euro untuk mendatangkan pemain. Namun, pemain-pemain tersebut jadi sia-sia karena tidak ada sistem yang jelas dari para pelatih. Sekarang, Rossoneri ingin membenahi dulu sistemnya sebelum menghamburkan uang di bursa transfer.
ADVERTISEMENT
Di bawah Giampaolo nanti, Milan kemungkinan besar akan bermain dalam formasi 4-3-1-2 seperti halnya Sampdoria. Formasi ini sangat menuntut kedisiplinan taktikal baik dalam bertahan maupun menyerang. Ketika bertahan, Giampaolo selalu menuntut anak-anak asuhnya untuk menjaga bentuk. Ketika menyerang, akurasi mengumpan dan kecerdasan bergerak adalah kuncinya.
Dengan formasi demikian, ada kemungkinan beberapa pemain Milan yang ada saat ini harus angkat kaki, khususnya para pemain sayap. Samu Castillejo dan Diego Laxalt, misalnya, dikabarkan bakal dilepas. Sebagai gantinya, Milan saat ini disebut-sebut tengah mengincar Torreira dari Arsenal. Meski baru memasuki tahap awal, sudah terlihat keseriusan Milan untuk mencocokkan diri dengan gaya sepak bola pelatih barunya.
Bagi Milan, Giampaolo adalah pelatih bonafide pertama yang mereka miliki sejak Massimiliano Allegri. Bonafide dari segi kemampuan, tentunya, karena Giampaolo sendiri belum punya trofi apa-apa sebagai pelatih. Oleh karenanya, dia adalah sosok tepat untuk Milan saat ini dan para tifosi boleh berharap banyak dari dirinya.
ADVERTISEMENT