Menabik Van de Beek, 'Unsung Hero' Ajax Amsterdam

9 Mei 2019 16:53 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Raut bahagia Donny van de Beek usai Ajax Amsterdam kalahkan Tottenham Hotspur. Foto: Reuters/Dylan Martinez
zoom-in-whitePerbesar
Raut bahagia Donny van de Beek usai Ajax Amsterdam kalahkan Tottenham Hotspur. Foto: Reuters/Dylan Martinez
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Bisa dibilang Captain America, Thor, Hulk, dan Iron Man adalah nama-nama terdepan dalam jajaran Avengers. Bahkan, nama yang disebut belakangan itu akhirnya gugur secara terhormat di 'Avengers: Endgame'.
ADVERTISEMENT
Tapi jangan salah, Hawkeye juga punya porsi penting di geng superhero rilisan Marvel tersebut. Ia berjasa untuk merebut kembali soul stone dan mengamankan Infinity Gauntlet yang di bawah puing-puing reruntuhan markas Avengers.
Ups, sorry, bukan bermaksud spoiler.
Poster film Avenger Endgame. Foto: Dok. IMDB
Bila Ajax Amsterdam adalah Avengers, lalu Matthijs de Ligt sebagai Captain America, Frenkie de Jong menjadi Iron Man, Lasse Schoene merepresentasikan Hulk, dan anggap saja Dusan Tadic sebagai Thor-nya, maka personel yang pas untuk menjadi Hawkeye, ya, Donny van De Beek.
Siapa yang berhasil membuka keran gol Ajax di Allianz Stadium pada leg kedua perempat final Liga Champions lalu kalau bukan dia? Gol yang kemudian memicu semangat para penggawa de Godenzonen dan lesakan De Ligt sebagai klimaksnya. Lewat kontribusi gol tunggalnya juga Ajax sukses mempermalukan Tottenham Spurs pada leg pertama semifinal di hadapan para pendukungnya.
ADVERTISEMENT
Moncernya performa Van de Beek terkait erat dengan wadah 4-3-3 false nine yang diusung Erik ten Hag. Mantan murid Pep Guardiola itu mengabaikan penyerang murni dalam komposisi skuatnya. Bukannya menurunkan Kasper Dolberg atau Klass-Jan Huntelaar, ia lebih memilih Tadic. Alasannya jelas, demi fluiditas serangan.
Skema demikian membuat peluru Ajax bertambah. Tak hanya Hakim Ziyech serta David Neres saja yang berperan sebagai mesin gol, tetapi juga ketiga gelandang mereka: De Jong, Schoene, serta Van den Beek.
Ya, Van deBeek memainkan peran paling ofensif di antara ketiganya. Sementara De Jong dan Schoene, diutus sebagai distributor bola sekaligus menyaring serangan lawan dari tengah.
Maka cukup logis andai De Jong dan Schoene masuk 5 besar pemain Ajax yang paling intens melepaskan umpan di Liga Champions dengan rata-rata 75,5 dan 53,9 per laga--unggul jauh dari Van de Beek yang hanya mengukir 26,8.
ADVERTISEMENT
Namun, soal jumlah tembakan, pemain berusia 22 tahun itu tergolong aktif. Ia mengemas rata-rata 1,8 tembakan per laga--hanya kalah dari Ziyech di angka 4,9.
So, apakah Van de Beek adalah distributor yang buruk? Nyatanya tidak. Sudah 3 assist yang dibuatnya di Liga Champions. Hanya kalah dari Ziyech dan Tadic yang mengoleksi satu assist lebih banyak.
Kontribusi Van de Beek di Eredivisie lebih spektakuler lagi. 9 assist berhasil dibuatnya, belum lagi dengan torehan 8 golnya. Bila ditotal, pemain berusia 22 tahun itu sudah berkontribusi langsung atas 17 gol Ajax, lagi-lagi hanya kalah dari Tadic (36) dan Ziyech (28). Perlu diketahui, dua pemain yang berposisi lebih ofensif ketimbang dirinya. See? Cukup merepresentasikan betapa kompletnya peran Van de Beek sebagai seorang gelandang.
ADVERTISEMENT
Donny van de Beek merayakan golnya ke gawang Tottenham Hotspur. Foto: Reuters/Andrew Couldridge
Sebagaimana De Ligt, Noussair Mazraoui, Joel Veltman, atau Daley Blind, Van de Beek tumbuh dan mekar bersama Ajax. Akan tetapi, siapa yang menyangka jika ia nyaris saja bergabung ke akademi Vitesse lantaran kecewa dengan hasil trial-nya.
Singkat cerita, Van de Beek pun resmi terdaftar sebagai murid De Toekomst. Perlu diketahui, nama-nama macam Johan Cruijff, Dennis Bergkamp, Patrick Kluivert, Wesley Sneijder, dan Christian Eriksen lahir dari akademi muda Ajax yang menampung pemain berusia 7 hingga 18 tahun tersebut.
Van de Beek akhirnya naik jabatan dan mulai membela Jong Ajax di Eerste Divisie (Level kedua piramida sepak bola Belanda) pada 2015, saat usianya belum genap 18 tahun. Adalah Frank de Boer yang memberikan debut profesional kepadanya pada November di tahun yang sama. Menjadi spesial karena ia diturunkan di pentas Liga Europa melawan Glasgow Celtic.
ADVERTISEMENT
Runtuhnya rezim De Boer tak lantas melunturkan eksistensi Van de Beek. Peter Bosz yang ditunjuk sebagai pelatih setelahnya, malah langsung mendaftarkannya ke dalam slot pemain Liga Champions 2016/2017. Yah, meski akhirnya Ajax gagal di babak play-off dan terlempar ke Europa League, setidaknya pemain berjuluk Mardonny itu mencicipi partai final saat masuk menggantikan Schoene di menit 70. Pengalaman pribadi yang manis kendati Ajax keok 0-2 dari Manchester United dalam laga yang dihelat di Friends Arena itu.
Tak ada final Liga Champions 2018/19 untuk Ajax. Foto: REUTERS/Piroschka Van De Wouw
Well, pada akhirnya Ajax kembali gagal merengkuh trofi Eropa di musim ini. Van de Beek gagal membantu de Godenzonen dari kekalahan dramatis 2-3 dari Spurs di semifinal leg kedua Liga Champions.
ADVERTISEMENT
Namun, setidaknya namanya lebih diperhitungkan kali ini, bahwa Ajax tak hanya tentang De Ligt, De Jong, Tadic, atau Schoene saja, tertancap juga Van de Beek sebagai salah satu superhero dari Amsterdam.