Menguak Kekalahan Memalukan Argentina dari Spanyol

28 Maret 2018 15:09 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Eskperesi kecewa para pemain Argentina.  (Foto:  REUTERS/Javier Barbancho)
zoom-in-whitePerbesar
Eskperesi kecewa para pemain Argentina. (Foto: REUTERS/Javier Barbancho)
ADVERTISEMENT
Secara mengejutkan, Argentina kalah dengan skor telak 1-6 dari Spanyol pada Rabu (28/3/2018) dini hari WIB. Margin yang terlalu lebar untuk duel kandidat juara Piala Dunia mendatang. Bagi Argentina, ketiadaan Lionel Messi mungkin jadi alasan mutlak atas kekalahan tersebut. Namun, apakah benar demikian?
ADVERTISEMENT
Tidak Maksimalnya Poros Ganda
Jorge Sampaoli kembali memasang format 4-2-3-1 yang bertumpu pada Lucas Biglia dan Javier Mascherano. Namun, Mascherano tak cukup dinamis untuk melancarkan pressing kepada para pemain Spanyol yang mengandalkan umpan-umpan pendek dalam melakukan serangan. Gol pertama yang dicetak Isco, misalnya, adalah buah dari keterlambatan Mascherano dalam memotong umpan Marco Asensio.
Situasi makin buruk karena Biglia juga kerepotan menjaga kecairan lini depan Spanyol. Hal tesebut tertuang pada gol kedua bagi Isco. Pun demikian dengan lesakan Thiago Alcantara. Sebelum terjadinya gol tersebut, terdapat empat pemain Spanyol yang berada dalam kotak penalti, situasi yang kemudian menyulitkan Biglia dalam melakukan penjagaan.
Di menit 56, Sampaoli menarik keluar Mascherano dan memasukkan Cristian Pavon, yang berposisi sebagai winger, demi menambal minimnya daya dobrak lini depan. Namun, barisan pertahanan Argentina jadi tumbalnya dan dua gol tambahan Spanyol jadi buktinya. Untuk lini belakang Argentina yang tak bagus-bagus amat, peran poros ganda akan menjadi lebih vital. Maka dari itu, akan menjadi ideal andai Biglia ditandemkan dengan gelandang tukang patroli seperti Leandro Paredes.
ADVERTISEMENT
Higuain yang Melempem
Siapa yang paling bertanggung jawab untuk mencetak gol jika Messi tak tampil? Harusnya, sih, Gonzalo Higuain. Konstelasi lini tengah yang cuma dihuni Giovani Lo Celso, Maximiliano Meza, dan Ever Banega tentu saja tak bisa banyak-banyak diharapkan untuk menjebol gawang lawan.
Apesnya, Higuain tampil buruk di laga tersebut. Peluang emas di menit ketujuh berakhir mubazir. Di samping itu, Manuel Lanzini yang lebih luwes untuk muncul dari lini kedua juga cuma duduk di bangku penonton alias tidak tampil. Posisinya digantikan Meza yang tampil impresif bersama Independiente. Jika melihat dari komposisi tiga pemain di belakang Higuain, terlihat jika Sampaoli menitikberatkan serangan kepada penyerang Juventus tersebut.
ADVERTISEMENT
Lo Celso dan Banega adalah tipikal pemain yang mahir dalam mengakomodir umpan, sementara Meza bisa diandalkan lewat aksi penetrasinya. Akan menjadi problem andai Higuain tampil melempem, tak ada lagi opsi untuk menjebol gawang lawan. Toh, gol semata wayang 'Tim Tango' dihasilkan oleh Nicolas Otamendi usai mengonversi umpan sepak pojok.
Well, jalan ceritanya bakal berbeda andai Sampaoli bisa memainkan Angel Di Maria dan Lanzini, kedua pemain yang mampu menciptakan sekaligus meyelesaikan peluang.
Higuain gagal cetak gol di Copa America 2015. (Foto: DON EMMERT / AFP)
zoom-in-whitePerbesar
Higuain gagal cetak gol di Copa America 2015. (Foto: DON EMMERT / AFP)
Skuat Minim Pengalaman
Fenomena tiga gol tambahan yang tercipta ke gawang Willy Caballero di pertengahan babak kedua, cukup merepresentasikan buruknya Sampaoli dalam mengorganisir susunan pemainnya.
Dari lima pemain yang masuk, Crsitian Pavon, Lautaro Martinez, Pablo Javier Perez, Gabriel Mercado, dan Marcos Acuna, terhitung hanya Mercado yang memiliki pengalaman cukup di kompetisi dengan tensi tinggi bersama Sevilla. Sedangkan Pavon, Martinez, dan Perez adalah local hero yang belum terbiasa bermain dengan atmosfer ketat. Oke, Acuna memang tampil reguler bersama Sporting CP, tapi itu belum jadi bekal cukup untuk menjadi game changer bagi Argentina yang mengalami kebuntuan.
ADVERTISEMENT
Sebuah keputusan berisiko bagi Sampaoli untuk memasang pemain yang minim pengalaman, mengingat lawan yang dihadapi kali ini adalah Spanyol. Padahal masih ada nama-nama yang layak diturunkan seperti Angel Correa dan Diego Perotti, dua pemain yang setidaknya cukup memahami karakteristik sepak bola Spanyol.
Momok itu Bernama Isco
Tentu bukan kesalahan Argentina semata yang kemudian menciptakan kekalahan dengan margin kelewat besar, akan tetapi kejelian Julen Lopetegui dalam memaksimalkan skuatnya. Toleh saja komposisi tiga gelandang tengah yang dihuni Thiago Alcantara, Koke, dan Andres Iniesta. Dari susunan tersebut tergambar sudah bagaiamana cara Lopetegui akan menguasai area tengah karena ketiganya merupakan spesialis pengalir bola sekaligus pencipta peluang.
Untuk aksi defensif, Iniesta memang terhitung paling rendah. Kendati demikian, kekurangan tersebut bisa ditutupi Thiago yang piawai dalam melakukan intersep dan Koke yang rajin melancarkan tekel. Itu baru di area tengah, belum pada sektor depan yang kondisinya berbanding 180 derajat dengan Argentina yang masi kaku. Adalah Isco yang layak mendapatkan apreasiasi lebih atas penampilan impresif 'Tim Matador'.
ADVERTISEMENT
Bukan cuma dari tiga gol berkelas yang diciptakannya, akan tetapi juga dari bagaimana Isco bisa memberikan ruang kepada rekan-rekan setimnya. Kecairan lini depan Spanyol makin menjadi setelah Iago Aspas masuk menggantikan Diego Costa. Penggawa Celta Vigo itu berhasil mencetak satu gol dan dua assist --yang keduanya disodorkan kepada Isco.
Isco merayakan gol. (Foto: Reuters / Juan Medina)
zoom-in-whitePerbesar
Isco merayakan gol. (Foto: Reuters / Juan Medina)