Mourinho, Guardiola, dan Kenangan di Barcelona

8 Desember 2017 15:28 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mourinho dan Guardiola ketika mendampingi timnya. (Foto: AFP/Javier Soriano)
zoom-in-whitePerbesar
Mourinho dan Guardiola ketika mendampingi timnya. (Foto: AFP/Javier Soriano)
ADVERTISEMENT
Di salah satu sudut ruang pertemuan di Camp Nou, Presiden Barcelona, Josep Lluis Nunez, mengumpulkan seluruh pemainnya. Hari itu, pada akhir masa liburan musim panas 1996, Nunez akan memberi tahu seluruh pemainnya bahwa Bobby Robson akan menjadi pelatih kepala mereka yang baru.
ADVERTISEMENT
Setelah beberapa pemain berkumpul, masuklah Nunez yang diiringi oleh beberapa orang. Pada akhir rombongan, muncullah Robson bersama seorang pria muda. Dari sekian banyak pemain Barcelona, hanya Luis Figo yang kenal pria itu.
Dari momen perkenalan itu, diketahuilah nama pria misterius tersebut. Nama pria tersebut adalah Jose Mourinho dan ia telah lama bekerja sebagai tangan kanan Robson di beberapa kesebelasan Portugal.
Sesi perkenalan tersebut adalah satu-satunya momen di mana Mourinho memilih untuk berakting di belakang layar. Setelah itu, justru ialah yang lebih banyak memegang kendali, mulai dari bagaimana menangani ruang ganti sampai membuat kebijakan-kebijakan strategis. Ibaratnya, Robson adalah kepala negara, tetapi Mourinho-lah kepala pemerintahannya.
Salah satu kebijakan Mourinho yang tak dapat ditolak oleh Robson adalah bagaimana ia menginginkan banyaknya pemain berbahasa Portugis untuk bermain di Barcelona. Menurut Jason Burt, kolomnis Telegraph, Robson tak butuh waktu sampai sehari untuk mengiyakan proposal Mourinho.
ADVERTISEMENT
Kebijakan tersebut pada akhirnya benar-benar terlaksana. Juli 1997, transfer Barcelona dipenuhi dengan kedatangan sosok-sosok berbahasa Portugis, mulai dari Vitor Baia, Emmanuel Amunike, Fernando Couto, Giovanni, hingga Ronaldo.
Bagi pemain-pemain Barcelona yang notabene warga lokal Catalunya, kebijakan ini jelas menyebalkan. Pasalnya, dari setiap latihan, tercermin bahwa pemain-pemain tersebut akan mendapatkan lebih banyak kesempatan bermain sebagai pemain reguler, suatu hal yang minim terjadi di era Johan Cruyff atau bahkan Charles Rexach.
Mourinho mau tidak mau melakukan beragam cara untuk membuat pemain-pemain asli Catalunya patuh dengan keputusannya. Beragam cara dia lakukan, seperti kerap mengajak pemainnya keluar ketika jadwal latihan dan pertandingan sedang lengang.
Kapten Barcelona saat itu, Jose Mari Bakero, jadi pemain yang paling sering keluar dengan Mourinho. Keduanya tak hanya kerap bertemu untuk sekadar berbagi teh, tapi juga bergantian mengunjungi rumah masing-masing untuk membicarakan situasi ruang ganti.
ADVERTISEMENT
Dari pembicaraan dengan Bakero, Mourinho tahu bahwa ada satu sosok yang begitu idealis di skuat Barcelona. Ia selalu punya pendapat berbeda dan ia selalu berargumen jika pendapatnya tersebut lebih baik dari yang lain. Ia adalah Josep Guardiola.
Menurut Bakero, Guardiola adalah anak muda yang begitu percaya diri. Ia yakin jika satu-satunya suara miring untuk kebijakan mendatangkan pemain berbahasa Portugis datang dari Guardiola. Menurut Bakero pula, solusi untuk menyelesaikan masalah tersebut hanya bisa selesai jika ia mengajak Guardiola berbicara empat mata.
Mourinho akhirnya berusaha meyakinkan diri untuk bertemu dengan Guardiola. Pertemuan pertama keduanya digelar di salah satu kedai teh lokal. Pertemuan itu menjadi awal dari hubungan baik dari Mourinho dan Guardiola.
ADVERTISEMENT
Pekan demi pekan mereka habiskan bersama. Beberapa foto yang menunjukkan kedekatan dua orang ini tak sedikit muncul di dunia maya. Menurut Mourinho, kedekatannya dengan Guardiola benar adanya. “Aku masih memiliki foto dengan Guardiola. Kami memang dekat saat itu,” katanya.
Pembicaraan yang terlampau intim membuat mereka sering bertukar pikiran soal karier sepak bolanya. Jika Mourinho kerap mencurahkan isi hatinya soal tawaran dari Robson untuk menjabat sebagai pelatih kepala Barcelona, Guardiola bercerita kepada Mourinho soal tawaran bermain di luar Spanyol.
Tawaran kesebelasan luar Spanyol terhadap Guardiola akhirnya diketahui oleh Mourinho. Tak ingin kehilangan sobatnya, ia memohon kepada Robson supaya Barcelona memagari Guardiola. Robson dan jajaran manajemen lain setuju. Guardiola menandatangani kontrak baru hingga 2001.
ADVERTISEMENT
Hubungan dekat keduanya berlanjut ketika Louis van Gaal menjabat sebagai pelatih kepala. Kendati Van Gaal diketahui tak suka dengan tabiat Mourinho, Guardiola-lah yang justru kerap jadi pembangkang.
Tugas baru Mourinho di era kepemimpinan Van Gaal membuatnya semakin tak nyaman. Mourinho, yang selama era Robson sering dimintai perspektif yang berbeda, sesungguhnya tak suka dengan jabatan sebagai pemantau permainan tim lawan. Kendati Van Gaal juga sempat memberikan berbagai tugas penting dan meminta pendapat padanya, pada hari pertandingan, Mourinho justru kerap ditempatkan di tribune ketimbang disuruh menemani Van Gaal di bangku cadangan.
Pada akhirnya, Mourinho benar-benar pergi. Keputusannya pun mengecewakan sebagian besar pemain Barcelona yang sudah telanjur menganggapnya sebagai pemberi saran terbaik sekaligus saudara.
ADVERTISEMENT
Menurut salah satu bekas pemain Barcelona, Michael Reiziger, mundurnya Mourinho dari Barcelona adalah salah satu momen mengecewakan yang pernah dirasakan oleh pemain-pemain Blaugrana. “Mereka (pemain-pemain Barcelona) sedih ketika dia pergi. Bagi saya, itu adalah hal paling mengharukan yang pernah diterima oleh seorang asisten pelatih,” katanya.
Meski demikian, di balik kedekatan Mourinho dan Guardiola, keduanya tak bisa lepas dari perseteruan. Menurut Evarist Murtra, bekas Wakil Presiden Barcelona, proses perekrutan manajer baru 2008 lalu jadi musabab keduanya berseteru.
Saat itu, Mourinho tengah menganggur karena dipecat Chelsea. Catatan gelar yang istimewa serta sisi karismatik membuatnya jadi opsi utama. Selain Mourinho, manajemen Barcelona juga menjadikan Guardiola sebagai opsi lainnya karena statusnya saat itu sebagai pelatih tim B.
ADVERTISEMENT
Dua petinggi Barcelona, Marc Ingla dan Txiki Begiristain, akhirnya terbang ke Portugal untuk bertemu Mourinho. Keduanya tak menyangka jika Mourinho menyiapkan segala sesuatunya dengan mendetail, termasuk analisis kekuatan tim yang disusun oleh Andre Villas-Boas, dan susunan asisten pelatih, di mana nama Guardiola juga telah dimasukkan.
Keduanya kemudian kembali ke Spanyol dan berbincang banyak. Setelah pembicaraan tersebut dan saran Cruyff, ternyata bukan Mourinho yang dipilih, tapi Guardiola. Tak banyak yang tahu alasan kedua, tapi banyak yang mengatakan bahwa Mourinho terlalu banyak meninggikan diri sendiri dan dianggap terlalu berbahaya oleh Cruyff.
Tahun demi tahun, perseteruan keduanya selalu menjadi babak yang paling dinantikan. Setelah sempat bertemu di La Liga, ketika keduanya melatih Real Madrid dan Barcelona, Minggu (10/12/2017) malam WIB, akan kembali bertemu dalam panji Manchester United dan Manchester City.
ADVERTISEMENT
Meski bukan pertemuan pertama keduanya di Premier League, tapi percayalah, perseteruan lawan yang dulunya rekan akan selalu menarik dinantikan.