Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Ole Gunnar Solskjaer, Kesederhanaan yang Paripurna
27 Februari 2018 15:16 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:11 WIB
ADVERTISEMENT
Kadang, hidup memang harus dijalani dengan sederhana. Seperti yang diujarkan oleh Leonardo Da Vinci, bahwa "kesederhanaan adalah sebuah kecanggihan yang paripurna". Tak ada yang salah dengan menjadi sederhana, dan Ole Gunnar Solskjaer adalah contoh nyata dari kesederhanaan tersebut.
ADVERTISEMENT
Sebagai seorang pemain, Solskjaer memiliki fisik yang tidak kelewat menonjol. Jika dibandingkan dengan rekan-rekan setimnya di Manchester United yang bermain di posisi serupa, semisal Andy Cole, Dwight Yorke, maupun Eric Cantona, apalah keunggulan yang bisa ditawarkan Solskjaer selain wajahnya yang lugu serupa bayi?
Ketika didatangkan ke Manchester United pada awal musim 1996/97 silam, Solskjaer sejatinya sudah tahu bahwa dia hanya akan menjadi pemain pengganti. Bahkan, saat dia menandatangani kontrak bersama United, tak ada media atau suporter yang menyambut kedatangannya.
"Ketika saya datang ke sana untuk menandatangani kontrak, tak ada satupun media yang meliput atau suporter yang menyambut. Saya datang, menandatangani kontrak, lalu pulang ke rumah. Tapi, saya lebih suka seperti itu," ujar Solskjaer dalam wawancaranya bersama Inside United.
ADVERTISEMENT
"Meski begitu, saya percaya bahwa selama saya mencetak gol, orang-orang akan mengingat saya dan komentator dapat menyebutkan nama saya dengan benar," tambahnya.
Tidak ada motivasi berlebih dari Solskjaer. Sejak dia datang, memang dia hanya punya dua tujuan dasar: bermain sebanyak mungkin dalam pertandingan serta mencetak gol sebanyak mungkin agar namanya bisa diujarkan oleh komentator dengan baik dan benar.
Harapan yang sederhana, ekspektasi yang tak berlebih, yang justru membuat Solskjaer melesat sedemikian jauh, menjadi salah satu legenda Manchester United.
***
"Ia adalah pembelian jangka panjang kami. Rencana awal saya, saya baru akan memainkannya pada bulan Januari (1997) setelah dia mampu menyesuaikan diri dalam enam bulan," ujar Sir Alex Ferguson di situs resmi Manchester United.
ADVERTISEMENT
Menilik dari rencana yang diujarkan oleh Ferguson saja, tampak bahwa Solskjaer memang tidak terlalu diharapkan. Ketika itu, di usianya yang baru menginjak 23 tahun, siapa berani berjudi mendatangkan seorang pemuda asal Norwegia yang tidak tahu-menahu seluk beluk serta kerasnya sepak bola Inggris?
Namun Ferguson berbeda. Keberaniannya berjudi ini, setelah mempertimbangkan pendapat pencari bakat yang menemukan talenta Solskjaer di Norwegia, memberikan sebuah masukan yang lebih ciamik bagi Manchester United. Orang-orang bahkan sampai lupa jika Solskjaer didatangkan setelah United gagal mendapatkan Alan Shearer.
Seiring waktu berjalan, dari hari ke hari, tahun ke tahun, Solskjaer semakin menunjukan peran pentingnya di skuat United. Hal ini memang sudah diprediksi oleh Eric Cantona. Cantona, yang pernah bermain dengan Solskjaer selama satu musim, menyebut bahwa kesuksesan akan menaungi karier dari Solskjaer.
ADVERTISEMENT
"Ole sangat penting untuk Manchester United. Dia bekerja sangat keras dan mencetak gol-gol penting. Dia mengingatkan saya akan sosok Jean-Pierre Papin, yang penuh dengan energi. Dia punya masa depan cerah di sini," ujar Eric.
Sadar-sadar, selama 10 tahun membela 'Setan Merah', Solskjaer sudah membikin 126 gol dari 366 pertandingan (150 di antaranya sebagai pemain pengganti). Satu di antaranya, walau dicetak secara sederhana dengan menjulurkan kaki kanan, sukses mengantarkan United ke tanah impian bernama trofi Liga Champions dan treble pada musim 1998/1999.
Sebuah momen yang menunjukkan bahwa, di balik kesederhanaan Solskjaer yang paripurna, ada selewat naluri membunuh yang kadang bisa begitu kejam, tersembunyi di balik wajah mirip bayinya.
ADVERTISEMENT
***
Pada 2007, Solskjaer mengakhiri pengabdiannya di United dan memilih pensiun sebagai pemain. Sekarang, dia menjalani hidupnya dengan sederhana di Kristiansund, kota kelahirannya, dengan rumah yang tepat berada di pinggir danau. Melatih Molde, klub masa muda dulu, adalah akitivitas rutin yang Solskjaer jalani sekarang ini.
"Saya menikmati waktu berada di rumah dengan keluarga. Di sini kadang sepi sekali, tapi menenangkan," ujar Solskjaer.
Jika rekan-rekan setimnya semasa di United sekarang tetap berkubang dengan dunia sepak bola modern yang berisik, hal sebaliknya justru dijalani oleh Solskjaer. Kesederhanaan yang sudah mengakar sejak dirinya masih menjadi pemain, terbawa sampai dia menjadi sosok pelatih sekarang ini.
Meski sekarang memilih untuk menjalani kesederhanaan, Solskjaer tidak menampik bahwa dia punya ambisi besar untuk terjun lagi ke dunia sepak bola modern, setelah kegagalannya menangani Cardiff City pada 2014 silam. Motivasinya, hampir sama dengan motivasi kebanyakan mantan pemain United.
ADVERTISEMENT
"Saya ingin sukses. Saya adalah orang ambisius dan selalu ingin melakukan yang terbaik bersama Molde. Tapi tak menutup kemungkinan bahwa kelak saya akan kembali turun ke panggung yang lebih besar. Setiap pemain Manchester United yang melanjutkan karier sebagai manajer pasti memiliki impian itu (menangani United)," ungkap Solskjaer.
Berharap adalah hal yang harus dilakukan, karena hanya dengan harapan, manusia punya pijakan perihal apa yang akan dia lakukan dan jalani dalam hidup. Bukannya tidak berharap sama sekali, tapi berharaplah dengan lebih sederhana, sesuai dengan takaran kemampuan pribadi kita.
Solskjaer adalah contohnya. Dia tetap berharap, tapi tidak terlalu besar. Namun, karena tekun menjalaninya, harapan sederhananya ini membawanya kepada sesuatu-sesuatu yang besar, sehingga tanpa disadari, tahu-tahu dia sudah tercatat dalam tinta sejarah klub sebesar Manchester United.
ADVERTISEMENT
====
*Catatan Editor: Tulisan ini dibuat untuk memeringati ulang tahun Solskjaer yang jatuh pada 26 Februari. Selamat ulang tahun yang ke-45, Ole!