Phil Neville dan Jalan Berliku Sepak Bola Perempuan Inggris

24 Januari 2018 14:51 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Starting XI Timnas Perempuan Inggris. (Foto: Daniel MIHAILESCU / AFP)
zoom-in-whitePerbesar
Starting XI Timnas Perempuan Inggris. (Foto: Daniel MIHAILESCU / AFP)
ADVERTISEMENT
Ketika menerbitkan buku ‘In a League of Their Own!’ pada 1994, Gail Newsham telah menceritakan bagaimana sepak bola perempuan, sedari awal terciptanya, sudah berhadapan dengan masalah.
ADVERTISEMENT
Newsham menceritakan tentang sebuah kesebelasan yang tercipta pada Oktober 1917 di Preston. Tim itu diisi para buruh perempuan pembuat magasin saat Perang Dunia Pertama, dan mulanya tujuannya adalah untuk menjaga kebugaran selama musim dingin tiba. Tim tersebut dinamai Dick, Kerr’s Ladies FC.
Mulanya, mereka hanya bertanding melawan kesebelasan pabrik yang satu ke pabrik yang lainnya saja.
Pada akhirnya, semua orang tahu bahwa mereka terlampau jago di Preston. Berita kemasyhuran mereka tersebar ke mana-mana. Menginspirasi tim perempuan lainnya untuk bisa menciptakan tim yang serupa untuk melawan mereka. Lalu pada pada 1920, Dick, Kerr’s Ladies FC memutuskan untuk melakukan tur.
Mereka menjelajahi Inggris dan Prancis pada 1920. Dengan pertandingan di Goodison Park, Liverpool, melawan St. Helen Ladies, sebuah tim yang dilandaskan dari kesamaan iman, menjadi rekor penonton mereka; 53 ribu penonton. Semua tampak baik-baik saja kala itu. Namun, pada akhir buku Newsham, diceritakan bahwa kisah tim perempuan pertama di Inggris ini berakhir tragis.
ADVERTISEMENT
Football Association (FA), saat itu, percaya bahwa sepak bola adalah olahraga yang melulu dinarasikan dengan maskulinitas. Perempuan tak pantas bermain sepak bola karena secara fisik perempuan dianggap tak mampu menciptakan sepak bola selayaknya pria dan itu membuat sepak bola perempuan dilarang oleh FA pada 1921.
Mereka telah tur ke Amerika dan Kanada pada 1922, dan berubah nama menjadi Preston Ladies FC pada 1926 dengan bermain secara gerilya --dengan penonton 5 ribu penonton saja agar klub ini dapat terus hidup. Pada akhirnya, klub ini kandas pada 1965 karena kesulitan finansial dan enam tahun berselang, FA mencabut larangan perempuan untuk bermain sepak bola.
Dekade demi dekade telah berlalu dari cerita itu, FA berupaya menebus dosa karena telah membuat rona kelam dalam sepak bola perempuan. Kini, tak hanya tim perempuan saja yang dilegalkan. Namun, juga sudah ada liga profesional tersendiri – FA Women’s Super League berdiri pada Maret 2010.
ADVERTISEMENT
Implikasi dari liga yang profesional, juga melahirkan Tim Nasional (Timnas) Perempuan Inggris yang hebat. Pada Piala Eropa Perempuan 2017 lalu, laju Steph Houghton dkk. begitu apik. Inggris bisa sampai ke semifinal dan prestasi ini, membuat sepak bola perempuan di Inggris, secara perlahan, mendapatkan atensinya.
Lalu, Phil Neville Tiba
Tak lama ini, penolakan terus dilayangkan penggemar sepak bola perempuan Inggris terhadap keputusan FA yang menunjuk Phil Neville sebagai manajer tim berjuluk Lionesses itu. Dan mereka melakukannya, bukan tanpa sebab. Ada tiga sebab.
Pertama, boleh saja karier saudara dari Gary Neville ini begitu mentereng sebagai pesepak bola. Sepanjang kariernya sebagai pesepak bola, ia telah mencatatkan 59 caps bersama Three Lions dan telah mendapatkan 10 trofi selama berkostum “Iblis Merah”. Boleh saja Phil, sejak karier kepelatihannya bermula, punya lisensi UEFA Pro.
Neville jadi pelatih Timnas Perempuan Inggris. (Foto: AFP/Josep Lago)
zoom-in-whitePerbesar
Neville jadi pelatih Timnas Perempuan Inggris. (Foto: AFP/Josep Lago)
Akan tetapi, pengalamannya lebih banyak sebagai asisten daripada menjadi manajer. Saat menangani Timnas Inggris U-21 pada 2013, perannya sebagai asisten manajer. Saat di Manchester United pada musim 2013/2014, tak jauh beda. Ketika memegang Valencia pada Juli 2015, ia memang manajer.
ADVERTISEMENT
Namun tak berlangsung lama karena Gary Neville kemudian datang dan menggantikannya. Adapun, pengalamannya sebagai manajer, hanya datang sekali. Dan itu terjadi kala ia Salford City, tim yang Phil miliki, bermain melawan Kendal Town pada 2015 silam. Salford menang 2-1.
Kedua, Phil tidak mengerti sepak bola perempuan. Eks-rekannya di Everton, Leon Osman, mengatakan satu-satunya modal yang bisa membuatnya sukses di Timnas Perempuan Inggris, lagi dan lagi, adalah pengalamannya sebagai pemain.
“Dia punya banyak pengalaman dari sepak bola pria, dia merepresentasikan negaranya terlampau banyak dan telah memenagi trofi. Jadi, ia merupakan kandidat yang kuat,” ujar Osman kepada BBC.
“Memang, ia tidak mengerti apa yang terjadi di dalam dan di luar sepak bola perempuan. Namun ia adaptif dan aku pikir tak butuh waktu lama baginya untuk mengingat pemain yang kini bermain di seluruh liga.”
ADVERTISEMENT
Terakhir, rekam jejak digitalnya. BBC melaporkan bahwa cuitan Phil Neville pada 2012, perihal perempuan yang sebaiknya di dapur saja, memancing polemik di sepak bola perempuan. Logikanya begini; masa iya, kamu mempekerjakan seorang yang telah menghinamu?
Namun, dari penunjukan Phil ini, tampak betul ada masalah yang ada di sepak bola perempuan di Inggris saat ini. Setidaknya, ada empat kandidat manajer Timnas Perempuan Inggris yang telah disingkirkan Phil.
Nama pertama adalah Emma Hayes, yang kini melatih Chelsea Ladies dan telah berhasil mengantarkan timnya menang FA Women’s Cup pada musim 2014/2015. Lalu ada Nick Cushing, yang telah berhasil meraih tiga trofi bersama Manchester City Women dan pernah dianugerahi manajer terbaik oleh FA pada 2016.
ADVERTISEMENT
Kemudain Laura Harvey, yang sempat masuk dalam daftar manajer di sepak bola perempuan terbaik pada 2014 dan 2015. Hingga John Herdman, yang berhasil menyihir Kanada menjadi salah satu terbaik di dunia. Di satu sisi, ini menandakan, bahwa manajemen sepak bola perempuan di Inggris sendiri masih jauh dari kata ideal.