Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0

ADVERTISEMENT
Sesuai namanya, Video Assistant Referee (VAR) sejatinya membantu kerja wasit di pertandingan sepak bola. Dari eksperimen di 1.000 pertandingan, VAR bahkan meningkatkan akurasi dari 93% menjadi 99%.
ADVERTISEMENT
Nyaris sempurna. Namun, VAR tetap bukan Tuhan di lapangan hijau. Ia baru akan digunakan bila wasit merasa perlu menggunakannya untuk membuat keputusan.
Sayangnya teknologi itu kini malah terlalu didewakan hingga muncul kebiasaan 'apa-apa serba VAR' di Piala Dunia 2018.
Pertandingan terakhir Grup B antara Portugal dan Iran semakin menguatkan kontroversi VAR. Di laga yang berlangsung Selasa (26/6/2018) dini hari WIB itu, Portugal sendiri lolos ke 16 besar meski laga berakhir imbang 1-1.
Nah, kritik menyoal VAR pada pertandingan di Mordiva Arena semalam disebabkan karena teknologi video itu digunakan tiga kali di babak kedua. Dua diantaranya menyangkut Cristiano Ronaldo.
Pertama, saat pertandingan menunjukkan menit ke-50, bintang Real Madrid itu merasa dijatuhkan Ehsan Hajsafi di kotak penalti. Usai melihat VAR, Ronaldo mendapat penalti tetapi tendangannya mudah ditebak oleh kiper Iran.
ADVERTISEMENT
Yang kedua membuat berang kubu Iran. Di menit 81, Morteza Pouraliganji tiba-tiba terjatuh dan berbuah protes keras dari para pemain Team Melli. Setelah dilihat melalui VAR, Ronaldo-lah biang keladinya.

Kapten berusia 33 tahun itu terlihat menyikut Pouraliganji, sebuah pelanggaran jika merujuk aturan maka akan dihadiahi kartu merah. Alih-alih, Ronaldo 'hanya' mendapat kartu kuning. Adilkah VAR yang begitu dijunjung FIFA itu?
"Sesuai peraturan, menyikut (dihukum) kartu merah. Tidak peduli apakah dia itu Lionel Messi atau Ronaldo," ucap pelatih Iran, Carlos Queiroz, seperti dikutip dari Reuters, Selasa (26/6).
"Kami ingin tahu apa yang terjadi, tapi tidak seorang pun mengizinkan saya untuk melihat (tayangan VAR). Anda punya sistem yang bisa melahirkan nasib baik, tapi tidak ada yang bertanggung jawab."
ADVERTISEMENT
"Ketika ada keputusan yang dibuat berdasarkan VAR, kami ingin tahu siapa yang menjadi wasit Tidak tahu apakah wasit atau orang (penting) di lantai atas, yang pasti pertandingan ini milik publik, bukan pihak tertentu," kata Queiroz.

Gol Iran sendiri baru terjadi di injury time babak kedua, tepatnya menit 90+3, lewat tendangan penalti milik Karim Ansarifard. Sementara di menit awal, Portugal menguasai 80% bola selama 20 menit hingga gol dicetak Ricardo Quaresma di pengujung babak pertama.
'Hujan' VAR di babak kedua pun membuat skuat Team Melli kecewa. Di menit 81, Queiroz merasa seharusnya Iran bisa mendapat penalti, seperti yang disebutnya, sebuah keputusan yang bisa mengantarkan keajaiban.
"Pemain saya berhak mendapat penghormatan, tak ada ruang untuk membuat kesalahan oleh manusia. Sebelumnya, pemain membuat kesalahan, pelatih dan wasit juga, tapi kini ada satu sistem (VAR) berteknologi tinggi. Apa yang dilakukan 5-6 orang di dalam?" pungkas Queiroz kecewa.
ADVERTISEMENT
FIFA sendiri menyebut bahwa VAR lebih baik digunakan satu kali dalam empat pertandingan. Tetapi, seperti dikutip dari FourFourTwo, hingga laga Portugal vs Iran di laga terakhir Grup B, VAR telah melahirkan 20 penalti.
Sebelumnya, rekor penalti terbanyak di Piala Dunia adalah 18, ketika edisi Piala Dunia 1990 di Italia, 1998 di Prancis, dan 2002 di Jepang-Korea Selatan. Sementara di edisi 2014 Brasil, total penalti yang ada sepanjang turnamen adalah 13 kali.