Sekelumit Pertemuan Rahasia Royal Kuningan: Banyak Voters Tertipu

26 Januari 2019 17:44 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua Umum PSSI Edy Rahmayadi (kiri) menyampaikan pidatonya didampingi Wakil Ketua Umum PSSI Djoko Driyono dalam pembukaan Kongres PSSI 2019 di Nusa Dua, Bali, Minggu (20/1/2019).  (Foto: ANTARA FOTO/Nyoman Budhiana)
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Umum PSSI Edy Rahmayadi (kiri) menyampaikan pidatonya didampingi Wakil Ketua Umum PSSI Djoko Driyono dalam pembukaan Kongres PSSI 2019 di Nusa Dua, Bali, Minggu (20/1/2019). (Foto: ANTARA FOTO/Nyoman Budhiana)
ADVERTISEMENT
Pelaksana tugas (Plt) Ketua Umum PSSI, Joko Driyono, tak banyak bicara setelah menjalani pemeriksaan oleh Satuan Tugas (Satgas) Antimafia Bola, Kamis (24/1/2019), di Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya. Ia hanya menjelaskan soal detail pemeriksaan terhadap dirinya.
ADVERTISEMENT
Jokdri--sapaan akrabnya--kemudian berlalu menuju mobilnya ditemani Sekretaris Jendral PSSI, Ratu Tisha Destria, yang memasang muka masam sepanjang wawancara media. Sebelum Jokdri masuk mobil, kumparanBOLA sempat melontarkan pertanyaan yang tengah ramai diperbincangkan publik.
"Pak, bagaimana soal pertemuan di Hotel Royal Kuningan dan uang 1.000 dolar Singapura per kepala untuk tanda tangan petisi?"
Mendengar pertanyaan itu, ia sempat berhenti sejenak dan menjawab singkat, "Saya tidak tahu".
Benarkah Jokdri tidak tahu?
Pecinta sepak bola Tanah Air tak lantas percaya begitu saja terhadap pernyataan Jokdri. Khalayak tentu sudah melihat acara 'Mata Najwa' pada Rabu (23/1) lalu, yang mengungkap pertemuan rahasia antara perwakilan federasi dan pemilik suara tiga hari sebelum Kongres PSSI.
Joko Driyono dan sederet kontroversinya. (Foto: Putri Sarah Arifira/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Joko Driyono dan sederet kontroversinya. (Foto: Putri Sarah Arifira/kumparan)
ADVERTISEMENT
Anggota Komite Eksekutif PSSI, Gusti Randa, yang turut menjadi pembicara dalam acara tersebut pun mengakui ada di Hotel Royal Kuningan, Jakarta, bersama Joko Driyono. Bahkan, acara tersebut menyebut jelas nama Haruna Soemitro yang diketahui publik sebagai manajer Madura United.
Namun, Gusti menampik bila pertemuan tersebut untuk menggalang kekuatan melalui pemilik suara (voters) guna menjatuhkan Edy Rahmayadi lewat mosi tidak percaya. Gusti juga mengaku tidak tahu perihal uang 1.000 dolar Singapura kepada setiap voters yang menandatangani petisi.
Untuk menggali informasi terkait dengan pertemuan rahasia itu, kumparanBOLA mencoba menghubungi sejumlah saksi. Berawal dari manajer Madura FC, Januar Herwanto, yang memberi keterangan bahwa ia tidak mengetahui hal tersebut.
"Saya tidak tahu ada pertemuan di Jakarta sebelum Kongres (Tahunan PSSI) dan pemberian uang 1.000 dolar Singapura untuk menandatangani petisi. Berarti saya tidak diajak. Semua tahu bahwa saya vokal. Pasti tidak diajak," ujar Januar ketika dihubungi kumparanBOLA.
ADVERTISEMENT
Tak diajaknya Januar ditegaskan oleh sumber kumparanBOLA yang berasal dari voters salah satu klub. Menurutnya, tidak diajaknya Januar ke pertemuan itu lantaran dirinya telah dijadikan musuh bersama oleh voters. Alasannya, Januar tak bisa diajak kompromi.
Manajer Madura FC, Januar Herwanto, baru menyelesaikan pemeriksaan Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim. (Foto: Rivan Awal Lingga/Antara)
zoom-in-whitePerbesar
Manajer Madura FC, Januar Herwanto, baru menyelesaikan pemeriksaan Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim. (Foto: Rivan Awal Lingga/Antara)
Sumber itu menyebut bahwa voters di Kongres Tahunan PSSI sudah terkotak-kotak. Ia pun mengaku tahu soal pertemuan di Jakarta tersebut.
"Jeleknya budaya dalam voters ini adalah mereka berkelompok. Wajar kalau yang susah diajak kompromi tidak diajak. Saya juga heran kenapa tiba-tiba Asosiasi Provinsi (Asprov) Jawa Timur menggelar pertemuan di Jakarta. Padahal, di Jawa Timur 'kan bisa," ucapnya.
"Awalnya, saya tidak curiga karena berpikiran positif membicarakan kompetisi. Namun, saya kemudian diperlihatkan rekan sebuah surat yang isinya mengagetkan. Surat itu menginginkan Pak Edy mundur. Oh, jadi ini hasil dari pertemuan terbatas itu," lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Sumber itu pun merasa dibohongi. Pasalnya, ia mengetahui pertemuan itu digelar hanya untuk membicarakan soal kompetisi. Bahkan, kalau memang melenceng, pertemuan tersebut diperkirakannya menjurus kepada keinginan banyak voters untuk menggelar Kongres Luar Biasa (KLB).
Ketua Umum PSSI Edy Rahmayadi (kiri) menyerahkan bendera organisasi sepak bola Indonesia kepada Wakil Ketua Umum PSSI Djoko Driyono seusai menyatakan pengunduran diri dalam pembukaan Kongres PSSI 2019 di Nusa Dua, Bali, Minggu (20/1/2019). (Foto: ANTARA FOTO/Nyoman Budhiana)
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Umum PSSI Edy Rahmayadi (kiri) menyerahkan bendera organisasi sepak bola Indonesia kepada Wakil Ketua Umum PSSI Djoko Driyono seusai menyatakan pengunduran diri dalam pembukaan Kongres PSSI 2019 di Nusa Dua, Bali, Minggu (20/1/2019). (Foto: ANTARA FOTO/Nyoman Budhiana)
"Loh, ini kenapa hanya menginginkan Pak Edy yang mundur? Struktur lain tidak dirombak. Ini aneh ya. Saya kecewa sekali karena merasa dibohongi. Saya kemudian menghubungi rekan-rekan lain yang menandatangani. Ternyata banyak yang tertipu. Awalnya muncul ide untuk bersama-sama mendukung KLB, tapi cuma menurunkan Pak Edy," kata sumber tersebut.
Ya, pada akhirnya, cuma Edy yang dipukul mundur. Fakta itu lantas mengapungkan sejumlah pertanyaan yang belum terjawab hingga kini: Apakah benar cuma Edy yang bersalah? Atau jangan-jangan dipaksanya Edy untuk lengser tak lain demi mengamankan rencana besar lain?
ADVERTISEMENT