Soal Tuduhan Penyalahgunaan Hormon Pertumbuhan di Barcelona

21 November 2018 14:06 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Iniesta, Messi, Xavi dan trofi Ballon d'Or 2010. (Foto: AFP/Lluis Gene)
zoom-in-whitePerbesar
Iniesta, Messi, Xavi dan trofi Ballon d'Or 2010. (Foto: AFP/Lluis Gene)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ketika Der Spiegel merilis bocoran informasi dari Football Leaks dalam bentuk rangkaian tulisan panjang, ada dua hal besar yang mereka lambungkan ke permukaan. Yakni, soal bagaimana Gianni Infantino memfasilitasi Manchester City dan Paris Saint-Germain untuk mengakali aturan Financial Fair Play (FFP) serta bagaimana 16 klub raksasa Eropa berencana untuk menciptakan Liga Super Eropa mulai tahun 2021 mendatang.
ADVERTISEMENT
Namun, sesungguhnya apa yang dibocorkan Football Leaks lebih dari itu. Ada beberapa hal lain yang sebetulnya layak juga untuk dikedepankan, mulai dari soal pembelian pemain ilegal yang dilakukan oleh Chelsea dan sejumlah klub Premier League lain sampai soal doping yang dilakukan sejumlah pemain pemenang Liga Champions.
Soal pemain yang melakukan doping itu, dalam dokumen yang dibocorkan Football Leaks, memang tidak dicantumkan siapa-siapa saja namanya. Akan tetapi, bersamaan dengan bocornya dokumen yang dimaksud, muncullah sebuah pengakuan lawas dari seorang jurnalis kawakan bernama Graham Hunter.
Hunter adalah seorang jurnalis yang berafiliasi dengan Barcelona. Hasil karya terbesarnya pun berkaitan dengan Barcelona, di mana pada 2012 dia merilis sebuah buku berjudul 'Barca: The Making of the Greatest Team in the World'. Buku itu pun kini sudah dijadikan film dokumenter berdurasi 109 menit dengan titel 'Take the Ball, Pass the Ball'.
ADVERTISEMENT
Buku dan film itu sendiri secara khusus berkisah soal Barcelona di bawah Pep Guardiola. Antara 2008 dan 2012, Blaugrana asuhan Guardiola berhasil memenangi semua gelar yang tersedia. Total 14 trofi dalam empat musim adalah alasan mengapa Hunter menyebut Barcelona yang itu sebagai tim terhebat di dunia.
Kedekatan Hunter dengan Barcelona itu memberi dirinya kredensial tersendiri sebagai orang yang memang tahu situasi luar-dalam klub tersebut. Oleh karena itu, sulit untuk tidak percaya ketika pengakuan Hunter tadi muncul. Dalam pengakuannya itu, pria yang sudah bekerja di Spanyol sejak 2002 tersebut mengamini isi bocoran Football Leaks tadi dengan menyebutkan bahwa Barcelona menggunakan substansi ilegal untuk mempercepat penyembuhan cedera.
Pengakuan Hunter itu sebetulnya sudah berusia enam tahun. Dibuat dalam sebuah wawancara, pengakuan Hunter itu menyebutkan nama Xavi Hernandez sebagai sosok yang menggunakan substansi ilegal bernama HGH tersebut. Hunter pun tak cuma menyebut Xavi karena kemudian dia juga mengatakan bahwa para dokter Barcelona memang secara reguler menggunakan HGH untuk mengatasi masalah cedera dan kebugaran pemain.
ADVERTISEMENT
HGH si Substansi Ajaib
Pada 2006, New York Times pernah merilis dua artikel berkaitan mengenai HGH. Dalam laporannya itu, Times mewawancarai dua dokter pemilik klinik kecantikan yang menggunakan HGH dalam praktiknya. Salah seorang dokter, Darren Clair, berkata, "Sulit dipercaya bahwa tidak semua orang menggunakan [substansi] ini."
HGH pada dasarnya adalah hormon pertumbuhan. Di usia muda, manusia dapat secara natural memproduksi hormon ini dalam jumlah besar melalui kelenjar pituitari. Dari sana, tulang manusia akan bertumbuh, otot akan menguat, dan kolagen kulit akan merenggang. Dengan kata lain, HGH adalah kunci dari segala regenerasi dalam tubuh manusia.
Namun, seperti hormon-hormon lainnya, seiring dengan pertambahan usia, produksi HGH secara natural akan menurun. Setiap tahunnya, menurut dr. Paul Savage --dokter lain yang diwawancarai oleh Times, akan ada penurunan sebesar satu sampai dua persen dalam jumlah produksi HGH. Inilah mengapa, semakin tua usia seorang manusia, proses perbaikan dalam tubuh akan berkurang kualitasnya.
ADVERTISEMENT
Logo WADA. (Foto: AFP/Marc Braibant)
zoom-in-whitePerbesar
Logo WADA. (Foto: AFP/Marc Braibant)
Dalam industri kecantikan, HGH tak ubahnya fountain of youth yang membuat seorang manusia bisa awet muda. Berkat HGH, kulit seseorang bisa tetap kencang, daya tahan tubuh bisa bertahan, dan libido bisa tetap terjaga. Bahkan, ada yang menyebutkan bahwa HGH bisa juga menjadi solusi atas masalah mental seperti depresi.
Di olahraga, fungsi HGH sebenarnya berkisar di situ-situ juga. Mereka yang menerima injeksi HGH akan memiliki otot-otot yang lebih kuat. Dengan demikian, performa mereka di arena pun bakal lebih tokcer. Selain itu, jika mereka terkena cedera, injeksi HGH akan membuat proses penyembuhan bakal berjalan lebih cepat.
Meski demikian, HGH adalah substansi yang sudah dilarang oleh WADA (Badan Antidoping Dunia) sejak lama, meski mereka baru mulai melakukan tes pada 2004. Pertimbangan mereka adalah, HGH memiliki efek samping yang tidak main-main. Mayo Clinic menyebutkan bahwa HGH bisa menyebabkan sindrom lorong karpal, pembengkakan (edema) di lengan dan tungkai, rasa sakit di sendi dan otot, sampai meningkatnya risiko serangan jantung dan kanker.
ADVERTISEMENT
Menariknya, HGH ini juga termasuk substansi yang sulit dideteksi, terutama dengan sistem pengecekan doping yang saat ini dilakukan. Untuk mengetahui apakah seorang pemain menggunakan HGH atau tidak, diperlukan tes darah. Sedangkan, untuk saat ini, tes doping yang diperuntukkan bagi pesepak bola baru sampai pada tes urine seusai pertandingan.
Inilah mengapa, penggunaan HGH dalam sepak bola sampai sejauh ini tarafnya baru sampai pada rahasia umum. Artinya, sudah banyak orang yang mencurigai bahwa substansi ini digunakan di sepak bola, tetapi bukti yang ada masih sangat minim. Bahkan, buktinya bisa dibilang tidak ada, terutama jika sudah menyangkut pemain atau klub dengan nama besar.
HGH untuk Lionel Messi yang Menjadi Pengecualian
Satu-satunya kasus penggunaan HGH yang dikenal luas adalah bagaimana substansi ini diberikan kepada Lionel Andres Messi ketika si pemain masih bocah dulu. Untuk kasus Messi, tidak ada rahasia karena HGH yang pernah diinjeksi ke dalam tubuh sang megabintang tidak terhitung sebagai barang haram.
ADVERTISEMENT
Messi (tengah) dalam laga vs Spanyol. (Foto: JUAN MABROMATA / AFP)
zoom-in-whitePerbesar
Messi (tengah) dalam laga vs Spanyol. (Foto: JUAN MABROMATA / AFP)
Ceritanya, Messi secara medis memang membutuhkan HGH. Ketika masih kanak-kanak, pria kelahiran Rosario itu mengidap penyakit kekurangan hormon yang membuatnya kesulitan tumbuh tinggi. Jika dibiarkan, Messi tak cuma akan jadi cebol, tetapi juga akan mengidap berbagai masalah seperti penyakit gigi dan kulit, penglihatan yang buruk, serta kekebalan tubuh rendah.
Padahal, Messi punya potensi besar. Itulah mengapa, Barcelona sudi membiayai pengobatan sang calon legenda. Sebelumnya, River Plate dan Newell's Old Boys sudah mundur teratur begitu mengetahui bahwa setiap bulannya, biaya pengobatan Messi kecil bisa mencapai 900 dolar AS. Messi beruntung, Barcelona pun setali tiga uang.
Dalam aturan antidoping FIFA, kasus Messi ini disebut sebagai therapeutic use exemption (TUE). Dengan kata lain, asal ada alasan medis yang jelas, penggunaan HGH ini bisa masuk kategori legal. Syaratnya adalah, ketika Messi sudah memasuki usia dewasa alias 18 tahun, injeksi harus dihentikan. Kalaupun berlanjut, Messi membutuhkan dokumen khusus yang menunjukkan bahwa dia, secara medis, memang memerlukan substansi tersebut.
ADVERTISEMENT
Hasilnya pun tampak. Sebelum menggunakan HGH, tinggi Messi hanya ada di kisaran 127 cm. Padahal, kala itu usianya sudah 14 tahun. Sekarang, tinggi tubuh Messi adalah 170 cm, tidak jauh dari tinggi rata-rata pria Argentina (174 cm). Bahkan, Messi bisa jadi lebih tinggi ketimbang pemain-pemain seperti Diego Buonanotte (160 cm) dan Pablo Piatti (163 cm).
Namun, pengecualian memang cuma sampai di sini. Jika HGH digunakan untuk mendongkrak performa, ceritanya lain. Sementara, ketika ia digunakan untuk membantu menyembuhkan cedera, maka HGH masuk zona abu-abu. Di satu sisi, ia memang membantu. Di sisi lain, dengan penggunaannya itu, HGH berpotensi dijadikan pendongkrak performa.
Meski begitu, nyatanya menurut penuturan Hunter tadi, HGH digunakan Barcelona untuk mempercepat penyembuhan cedera, termasuk di era Guardiola. Ketika Guardiola menangani Bayern Muenchen, inilah yang ditengarai menjadi muasal dari perseteruannya dengan dokter klub, Hans-Wilhelm Muller-Wohlfahrt.
ADVERTISEMENT
Josep Guardiola ketika melatih Barcelona. (Foto: JOSEP LAGO / AFP.)
zoom-in-whitePerbesar
Josep Guardiola ketika melatih Barcelona. (Foto: JOSEP LAGO / AFP.)
Di Barcelona, cedera pemain bisa sembuh lebih cepat berkat HGH, sementara di klub lain tidak demikian. Dalam pengakuan Muller-Wohlfahrt yang dilansir Bild, Guardiola pernah berkata seperti ini padanya: "Enggak mungkin, lah, cedera di sini sembuhnya enam minggu kalau di Spanyol bisa dua minggu."
***
Terlepas dari benar dan tidaknya pengakuan Hunter, yang jelas kabar penggunaan HGH di Barcelona ini menambah panjang saja daftar dugaan doping yang beredar di sepak bola. Sudah sejak Piala Dunia 1954 tuduhan seperti ini muncul. Ketika itu, Ferenc Puskas menuduh para pemain Jerman sudah menerima injeksi Pervitin, stimulan yang digunakan tentara Nazi di Perang Dunia II.
Kisah-kisah ini terus berlanjut dari satu dekade ke dekade berikutnya. Di era 1960-an, Helenio Herrera diduga memberi doping amphetamine kepada para pemain Grande Inter. Terakhir, pada Piala Dunia 2018 lalu, dugaan doping dialamatkan pada pemain-pemain Rusia, terutama dengan beredarnya gambar bekas injeksi di lengan Artem Dzyuba dan pengakuan ayah Denis Cheryshev. Untuk kasus Cheryshev, akhirnya memang tak ada bukti.
ADVERTISEMENT
Tuduhan-tuduhan ini hampir selalu ada di sepak bola, tetapi penyelesaiannya hampir tidak pernah ada. Di olahraga balap sepeda, misalnya, ada Operasi Puerto untuk membongkar aksi doping yang akhirnya menyeret nama dr. Eufemiano Fuentes. Seorang saksi sebenarnya sudah menyebutkan adanya orang-orang sepak bola di kasus doping ini, tetapi hingga kini belum ada investigasi berarti.
Ini berarti, sepak bola memang masih punya pekerjaan rumah besar. Selama ini, sepak bola terkesan bersih karena kabar minor soal doping jumlahnya sedikit sekali jika dibandingkan olahraga lain. Namun, itu bukan berarti sepak bola benar-benar bersih. Bisa jadi, olahraga ini memang dianggap terlalu menguntungkan untuk 'dikotori' sehingga akhirnya ia tak pernah disentuh oleh pihak berwajib.