Spanyol vs Inggris: Skema 'Direct' yang Melucuti Dominasi 'Matador'

16 Oktober 2018 15:45 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Para pemain Inggris merayakan gol ke gawang Spanyol. (Foto: Marcelo Del Pozo/Reuters)
zoom-in-whitePerbesar
Para pemain Inggris merayakan gol ke gawang Spanyol. (Foto: Marcelo Del Pozo/Reuters)
ADVERTISEMENT
Tiga gol dalam tempo waktu 12 menit bersarang ke gawang Spanyol di babak pertama. Tak ayal bila para penggawa Inggris berjalan tegak jelang turun minum pada laga yang dihelat di Stadion Benito Villamarin dalam laga UEFA Nations League, Selasa (16/10/2018) dini hari WIB. Sebaliknya, Luis Enrique berulangkali kedapatan berpangku tangan, tanda bimbang lantaran jalannya duel paruh pertama tak sesuai dengan rencana.
ADVERTISEMENT
Meski akhirnya berhasil mencetak dua gol balasan di babak kedua, tetap saja tak menghindarkan La Furia Roja dari kekalahan di depan para pendukungnya --pertama kalinya dari Inggris dalam 31 tahun terakhir.
Spanyol, seperti biasa, lebih mendominasi jalannya pertandingan. Penguasaan bola secara keseluruhan juga mencapai 73%, belum lagi dengan jumlah tembakan yang menyentuh angka 23, unggul jauh dari Inggris yang cuma mengemas lima.
Kehadiran distributor mumpuni macam Sergio Busquets dan gelandang kreatif seperti Thiago Alcantara sukses mendongkrak agresivitas Spanyol. Sialnya, sektor depan cenderung sporadis dalam mengakhiri peluang. Fluiditas Rodrigo Moreno, Iago Aspas, dan Marco Asensio justru tumpul, karena tak ada titik fokus serangan. Bila dikalkulasi, ketiganya hanya berhasil mengukir sebiji tembakan tepat sasaran.
ADVERTISEMENT
Nah, inilah yang membedakan Spanyol dengan Inggris. Meski minim dalam penciptaan peluang, Gareth Southgate paham benar bagaimana menangkal sekaligus melancarkan serangan dengan efektif. Gamblangnya, Inggris memainkan garis pertahanan rendah dan melancarkan long-ball sebagai skema serangan balik.
Itulah mengapa Southgate kembali menerapkan formasi dasar 4-3-3. Dengan begitu, tiga gelandang dengan fungsi berbeda bisa diturunkan secara sekaligus --tanpa mengesampingkan agresivitas dari sepasang full-back.
Harry Winks mengemban peran sebagai penyalur distribusi bola. Intensitas umpan dan jumlah sentuhannya tertinggi di antara tiga gelandang lainya. Sementara Eric Dier diutus untuk melindungi back-four. Kontribusinya tertuang lewat sepasang intersep dan blok, serta sapuan --hanya kalah dari Harry Maguire dan Joe Gomez.
ADVERTISEMENT
Untuk Ross Barkley, tak jauh berbeda dengan Winks. Hanya saja mantan pemain Everton itu cenderung diplot untuk bergerak ofensif. Adalah kemampuan dalam mengirimkan bola lambung yang jadi spesialisasi Barkley. Tengok saja gol ketiga Inggris yang berasal dari long-ball kiriman Barkley kepada Kane, baru kemudian dikhiri lewat sontekan Raheem Sterling.
Diskusi Harry Kane dan Gareth Southgate pada sesi latihan Tim Nasional Inggris. (Foto: Reuters/Lee Smith)
zoom-in-whitePerbesar
Diskusi Harry Kane dan Gareth Southgate pada sesi latihan Tim Nasional Inggris. (Foto: Reuters/Lee Smith)
Nah, cara Southgate memaksimalkan Kane dengan tepat guna. Topskorer Premier League dua kali itu tak difungsikan sebagai ujung tombak utama, tetapi untuk memaksimalkan skema umpan lambung Inggris.
Alih-alih nangkring di sepertiga pertahanan Spanyol, Kane justru intens berada di area tengah. Urusan penterasi, Southgate menyerahkannya kepada Sterling dan Rashford.
Selain efektif dalam melancarkan serangan balik, kecepatan yang dimiliki keduanya menjadi senjata ideal untuk melumpuhkan agresivitas sepasang full-back Spanyol, Marcos Alonso dan Jonny.
ADVERTISEMENT
Yang menarik, keduanya bertangung jawab atas gol pertama dan kedua Inggris. Alonso terlambat satu langkah untuk menutup ruang gerak Sterling. Pun demikian dengan Jonny yang tak mampu menghadang laju Marcus Rashford.
Selain itu, duet Sergio Ramos dan Nacho Fernandez di pos bek sentral juga tampil buruk. Pergerakan Nacho yang terlalu dalam membuat Sterling berada di posisi on-side dalam skema gol pertama. Sementara jarak yang terlalu lebar antara Nacho-Ramos juga jadi pemicu terciptanya lesakan kedua Inggris.
Di satu sisi, keroposnya pertahanan Spanyol tetap tak terlpas dari ketiadaan perebut bola ulung. Harusnya Saul Niguez mengambil peranan demikian, melengkapi Busquets dan Alcantara yang bertugas mengedarkan bola. Hanya sepasang intersep yang dibukukannya, sementara aksi bertahan lainnya berakhir nihil --tekel, intersep, blok, serta sapuan.
ADVERTISEMENT
Dengan minimnya ancaman di tengah Inggris bisa dengan leluasa mengirimkan umpan direct ke jantung pertahanan Spanyol. Hal itu yang membuat serangan Inggris lebih efektif, mengenai sendi terlemah Spanyol.
Raheem Sterling mencetak gol Inggris ke gawang Spanyol. (Foto: Marcelo Del Pozo/Reuters)
zoom-in-whitePerbesar
Raheem Sterling mencetak gol Inggris ke gawang Spanyol. (Foto: Marcelo Del Pozo/Reuters)
Efektivitas adalah kunci keberhasilan Inggris menaklukkan Spanyol. Ya, tak terlepas dari kejelian Southgate dalam memaksimalkan para pemainnya. Tentang bagaimana memanfaatkan umpan lambung dengan Kane sebagai tower. Sedangkan Sterling dan Rashford difungsikan sebagai titik serangan.
Di sisi lain, kekalahan ini masih membuktikan bahwa Spanyol masih lemah dalam mengantisipasi lawan yang bermain direct. Alasannya klasik, karena merek tak memiliki tukang duel yang mumpuni di area sentral.