Tempat buat Petr Cech

3 Januari 2018 21:24 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petr Cech saat membela Ceko. (Foto: JEAN-PHILIPPE KSIAZEK / AFP)
zoom-in-whitePerbesar
Petr Cech saat membela Ceko. (Foto: JEAN-PHILIPPE KSIAZEK / AFP)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Mereka yang tersingkirkan selalu melakukan banyak cara agar memiliki tempat. Bagi Petr Cech: Pindah ke Arsenal.
ADVERTISEMENT
Ketika Michael Walker memandu sesi wawancara untuk The Guardian, ia menyisipkan pertanyaan menyoal pendapatnya perubahan dalam manajemen Chelsea.
“Ke mana pun kamu pergi, ambillah koran lokal dan kamu akan menemukan berita tentang Chelsea. Ini tidak hanya di Inggris. Silakan pergi ke Jerman atau Belanda. Bacalah koran di sana, kamu pasti akan menemukan pemberitaan menyoal Chelsea.”
Roman Abramovich datang ke dengan tekad: Chelsea punya tempat, tak cuma di Inggris, tapi juga di Eropa. Tahun 2004, Chelsea mendatangkan Petr Cech. Padahal saat itu Chelsea masih punya Carlo Cudicini, mantan pemain terbaik Chelsea. Abramovic tak peduli dengan gelar masa lalu, yang dibutuhkannya adalah nama besar saat ia memerintah. Makanya tak heran, di masa Roman menjabat sebagai pemilik Chelsea, klub asal London ini begitu sering mengganti pelatih. Jika tak cocok, persetan dengan nama besar. Ganti dengan siapa pun yang sanggup memberikan gelar juara.
ADVERTISEMENT
Setelahnya, Cech berlabuh di Chelsea dengan harga tujuh juta poundersterling dari tim Prancis, Rennes.
Ambisi Abramovich terbukti bukan omong kosong. Musim 2004-2005, Chelsea menjuarai gelaran Premier League dan League Cup. Cech pun memenangi Golden Glove di musim pertamanya bersama Chelsea.
Infografis Arsenal vs Chelsea (Foto: Chandra Dyah Ayuningtyas/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Infografis Arsenal vs Chelsea (Foto: Chandra Dyah Ayuningtyas/kumparan)
Chelsea seketika kembali memiliki tempat di ranah sepak bola. Benar yang diucapkan Cech, tak hanya di Inggris, tapi juga di Eropa. Terbukti, di masa kepemimpinan Abramovich-lah Chelsea merebut gelar Liga Champions pertamanya, musim 2011-2012. Sebelumnya, mereka berhasil mencapai final di gelaran tahun 2007-2008.
Kemenangan dan gelar juara adalah dua hal yang membikin klub punya tempat di ranah sepak bola. Dan dua hal itu, dapat direngkuh dengan dua cara. Yang pertama, mencetak gol sebanyak-banyaknya. Yang kedua, mencegah gol sedapat-dapatnya. Yang dilakukan Petr Cech (serta kiper-kiper lainnya) adalah yang kedua.
ADVERTISEMENT
Di satu sisi, mencetak gol memang penting. Namun, percuma gol dicetak jika klub tak bisa mencegah gol terjadi di kubunya. Untuk itulah seorang kiper bertugas. Untuk tujuan yang satu itulah, kiper harus berbeda dengan yang lainnya. Berseragam dengan warna yang tak sama dengan kawan-kawannya. Menggunakan tangan saat pemain lain hanya boleh menendang dan menyundul. Berdiri sendiri di depan gawang, saat semua rekannya berkelompok bahu-membahu membangun serangan.
Petr Cech memberikan tempat buat Chelsea lewat aksi-aksi penyelamatannya. Kepalanya sampai jadi korban. Makanya, tak heran jika ia menggunakan pelindung kepala yang sebenarnya terlihat konyol setiap kali ia bertanding.
Berbeda dengan peran lainnya, tak semua pemain bisa menjadi kiper. Dalam taktik sepak bola, merotasi peran pemain bukan hal baru. Coba lihat ada berapa banyak penyerang yang pada akhirnya menjadi gelandang atau bek -dan sebaliknya. Namun, dalam urusan merotasi peran pemain, ada berapa banyak penyerang yang beralih fungsi menjadi kiper?
ADVERTISEMENT
Siapa pun yang berperan sebagai penyerang, gelandang atau bek -mereka punya banyak tempat. Sekali pun tempatnya diambil pemain lain, bukannya tak mungkin ia bisa mengisi tempat lain. Namun tidak demikian dengan kiper, jika wilayah 6 yard itu diisi pemain lain, maka habislah kariernya.
Cech paham akan hal itu. Kiprahnya sebagai pesepak bola tidak bermula dari kiper. Agaknya, kebanyakan pemain memang enggan menjadi kiper di awal-awal memutuskan belajar sepak bola.
Tadinya, Cech bermain sebagai gelandang sayap. Namun patah kaki yang dideritanya membelokkan nasib. Katanya ia trauma, proses penyembuhan dari cedera yang didapatnya saat berusia 10 tahun itu memakan waktu lama. Cech sadar, ia terancam tak punya tempat di sepak bola. Lantas, ia memutuskan untuk mulai berlatih sebagai kiper. Posisi yang tak bisa diisi oleh banyak pemain.
ADVERTISEMENT
Cech selalu punya tempat di Chelsea. Namun, itu sebelum palu nasib mengetukkan keputusan lain. Itu sebelum Curtoius, kiper berusia 22 tahun yang sebelumnya melanglang buana sebagai pemain pinjaman di Atletico Madrid, datang merebut tempat Cech. Chelsea tetap punya tempat di Inggris, di Eropa. Tapi cech tak punya tempat di rumahnya sendiri.
Dunia memang mengakui kalau posisi penjaga gawang itu penting dan harus ada. Buktinya, saat seorang penjaga gawang tidak bisa melanjutkan pertandingan dan tidak ada penjaga gawang cadangan, pemain dari posisi lainlah yang harus mengganti jersey mereka dengan jersey milik penjaga gawang. Namun sepenting apa pun mereka, penjaga gawang tak punya banyak tempat di ranah sepak bola, bahkan di klub tempat mereka bermain.
ADVERTISEMENT
Demi punya tempat di depan gawang, Peter Shilton, kiper yang tak sanggup menghalau gol tangan Tuhan Maradona, rela bergelantungan di pegangan tangga lengkap dengan bundelan batu bata pada pergelangan kaki yang diikatkan oleh sang ibu. Ia tahu bahwa penjaga gawang yang ideal adalah mereka yang berpostur tinggi.
Robert Enke, kiper Hannover 96, harus berhadapan dengan penyakit jantung putrinya. Di lapangan, ia dilempari botol bir dan ponsel oleh suporter yang kecewa dengan penapilannya. Enke mengidap depresi akut, namun bertahun-tahun pula ia menyimpan depresi yang diidapnya sejak tahun 2003. Penjaga gawang butuh ketenangan ekstra. Bila klub tahu ia mengidap depresi, tempat untuknya sudah pasti digusur penjaga gawang lain. Lalu yang terdengar setelahnya, Enke mati bunuh diri. Menabrakkan diri ke kereta api yang melaju dengan kecepatan penuh pada tahun 2009.
ADVERTISEMENT
Petr Cech: Bayern Munich vs Arsenal (Foto: Johannes EISELE / AFP)
zoom-in-whitePerbesar
Petr Cech: Bayern Munich vs Arsenal (Foto: Johannes EISELE / AFP)
Demi tempat yang tak banyak itu, Cech pindah ke Arsenal. Olok-olok, sumpah-serapah, dan ragam makian lain jadi makanannya sehari-hari. Suporter Chelsea tak senang. Mereka mengumpat, menyumpahi Cech agar mati seketika. Tapi dalam wawancaranya bersama Michel Walker tadi pun, Cech berkata bahwa ia sudah biasa tak melihat keberadaan suporter saat bertanding.
“Segala sesuatunya adalah tentang bola, bahkan bagi para penjaga gawang. Selama pertandingan hal yang saya lihat hanyalah bola dan pertahanan saya. Saya tidak melihat suporter, garis pinggir lapangan adalah hal terakhir yang saya lihat di lapangan. Terkadang saat pertandingan berakhir, saya bahkan tidak menyadari siapa menggantikan siapa.”
---
Bersama Arsenal, akhirnya Cech punya tempat. Tempatnya tak baru, tetap di depan gawang. Keberadaannya menggeser dua kiper utama Arsenal Wojciech Szczesny atau David Ospina. Peduli setan dengan omongan suporter. Yang paling penting, kotak di depan gawang itu tetap menjadi tempat buatnya.
ADVERTISEMENT
Dua tahun lebih bermain untuk Arsenal, Cech mendapat ancaman serupa. Suporter Arsenal yang tak puas dengan penampilan Cech, meminta klub untuk segera menggeser posisinya sebagai kiper utama. Di Premier League, dalam tiga musim ini ia sudah kebobolan 94 gol.
Sepak bola adalah olahraga yang tak bisa menyimpan kesalahan seorang pemain. Mata para pengamat atau penonton memang bisa luput dalam mengamati apa-apa yang terjadi di lapangan. Namun, catatan statistik tak bisa berbohong. Ia ada untuk mengingatkan seberapa gemilang dan seberapa buruk seorang pemain saat berada di atas lapangan.
Di gelaran Premier League, selama tiga musim ini saja, Petr Cech sudah kebobolan 94 gol. Angka yang kelewat mengerikan buat para suporter. Apalagi suporter dari klub yang begitu mendamba kemenangan dan memohon gelar juara. Lantas, belakangan terdengar bahwa para suporter meminta klub untuk segera menggusur Cech dari posisinya sebagai penjaga gawang utama.
ADVERTISEMENT
Bertahun-tahun bekerja sebagai kiper, Cech mendapat ancaman serupa. Boleh dibayangkan, akumulasi beban-beban macam itu, lengkap dengan segala catatan statistik tadi menjadi ketakutan tersendiri bagi Cech. Tempatnya terancam lagi.
Dan ketika tempat itu benar-benar tak ada lagi untuknya, apa lagi yang bisa ia lakukan?