Tradisi dan Harga Diri Athletic Club de Bilbao

31 Januari 2018 13:44 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suporter Athletic Club de Bilbao. (Foto: Reuters/Gustau Nacarino)
zoom-in-whitePerbesar
Suporter Athletic Club de Bilbao. (Foto: Reuters/Gustau Nacarino)
ADVERTISEMENT
"Lebih baik aku kalah bersama Athletic dibanding menang bersama Barcelona." - Iraia Iturregi
ADVERTISEMENT
Perempuan berambut cokelat sebahu itu dengan takzimnya mengucap kalimat tersebut. Sama sekali tidak ada keraguan di caranya berucap. Iraia Iturregi memang bukan Telmo Zarra, Rafael 'Pitxitxi' Moreno, atau Julen Guerrero. Akan tetapi, bagi masyarakat Bilbao dan Provinsi Vizcaya, Iturregi ada di tempat yang sama tinggi dengan tiga legenda agung tersebut.
Iturregi, Zarra, Moreno, dan Guerrero punya satu kesamaan. Mereka adalah orang-orang yang mengabdikan masa mudanya untuk Athletic Club de Bilbao. Di lapangan San Mames yang berada di jantung kota Bilbao, pekan demi pekan mereka lalui dengan membela kehormatan orang-orang Vizcaya lewat sepak bola.
Dengan membela Athletic Club, keempat orang tadi secara otomatis punya kesamaan lain, yakni bahwa mereka adalah orang-orang Basque. Pasalnya, di dunia sepak bola, hanya hal inilah yang memungkinkan mereka untuk bisa membela panji Athletic. Seandainya Lionel Messi atau Cristiano Ronaldo berminat untuk menjadi bagian dari klub ini pun mereka tidak akan bisa.
ADVERTISEMENT
Ya, memang demikian adanya. Athletic Club adalah satu-satunya klub yang punya kebijakan demikian. Selain harus mahir mengolah Si Kulit Bulat, seorang pemain juga harus punya identitas sebagai orang Basque untuk bisa membela klub ini. Hebatnya, dengan kebijakan yang sangat, sangat eksklusif ini, Athletic masih bisa bertahan di belantara persepakbolaan modern.
Namun, awalnya tidak begini. Athletic Club memang merupakan simbol kebanggaan masyarakat Basque terhadap identitasnya, tetapi seperti yang terlihat pada namanya, asal muasal klub ini justru sangat bernapaskan Inggris.
Athletic Club secara resmi berdiri pada 1898 dan hanya empat tahun sebelum itulah sepak bola pertama kali dimainkan di kota Bilbao. Dalam pertandingan tersebut, sekelompok ekspatriat Inggris yang berisikan pekerja telegram dan tambang serta pelajar tergabung dalam satu tim untuk melawan tim lainnya yang berisikan para pemuda lokal. Di situ, para ekspatriat Inggris menang 5-0.
ADVERTISEMENT
Para ekspatriat itu kemudian sepakat untuk membentuk klub sepak bola dan jadilah pada 1898 tersebut mereka mendaftarkan Athletic Club ke dewan olahraga lokal. Namun, langkah itu tidak berjalan mulus karena mereka mendapat tantangan dari sebuah klub lokal lain yang bernama Bilbao Football Club.
Bilbao Football Club ini sudah dibentuk setahun sebelum Athletic Club diresmikan. Kedua klub ini kemudian terlibat dalam seri pertandingan yang berjumlah tiga untuk menentukan klub mana yang layak mewakili Bilbao. Setelah bermain imbang pada dua laga perdana, Athletic Club akhirnya menang 3-2 pada pertandingan ketiga dan merekalah yang bertahan sampai detik ini.
Athletic Club dibentuk oleh orang-orang Lancashire dan kebanyakan dari mereka awalnya merupakan suporter Blackburn Rovers. Itulah mengapa, jersi awal Athletic Club tidaklah berwarna merah-putih seperti sekarang, melainkan biru-putih. Hal demikian ini bertahan sampai tahun 1910.
ADVERTISEMENT
Pada 1910 tersebut, seorang utusan dikirim ke Southampton untuk membeli seragam baru untuk Athletic Club. Di sana, kostum biru-putih khas Blackburn tidak tersedia dan akhirnya, karena di bendera Basque (Ikurrina) ada warna merah dan putih, maka seragam merah-putih khas Southampton pun dikirim ke Bilbao.
Suasana di San Mames. (Foto: Reuters/Albert Gea)
zoom-in-whitePerbesar
Suasana di San Mames. (Foto: Reuters/Albert Gea)
Dengan latar belakang yang sangat Inggris ini, Athletic Club pun awalnya banyak memainkan pemain Inggris. Namun, ini semua berubah pada 1912. Hebatnya, perubahan kebijakan ini tidak dilakukan dengan pemaksaan, melainkan dengan seleksi alam. Setelah awalnya Athletic Club dikuasai orang-orang asing, para pemuda lokal pun beradaptasi. Perlahan, mereka semakin membaik sampai akhirnya, pada 1912, dua pemain asing Athletic Club terakhir, Veicht dan Smith, angkat kaki.
ADVERTISEMENT
Sejak itulah Athletic Club berubah menjadi klub yang dikenal semua orang saat ini. Pada dasarnya, ia adalah Tim Nasional (tidak resmi) Basque. Menurut Jon Agiriano dalam tulisannya, 'Voluntad de Tradicion', yang tayang di El Correo pada 2001 silam, ada dua hal yang mendasari perubahan kebijakan ini.
Pertama, adalah karena pada saat itu, sepak bola di Spanyol belum mengenal kata profesional. Sebagai tim amatir, Athletic Club tak punya beban untuk meraih apa pun selain menjaga kebanggaan. Itulah yang kemudian disebut Agiriano sebagai 'romantisisme sepak bola amatir'.
Namun, alasan pertama itu sebenarnya tak bisa dilepaskan dari alasan kedua, yakni campur tangan para politisi. Ketika itu, para pemimpin Partai Nasionalis Basque, Alejandro de la Sota, Ramón Aras-Jauregui, José María Vilallonga, dan Ramón de la Sota, memang membutuhkan sebuah outlet untuk 'menjual' ideologi politik mereka. Athletic Club pun jadi pilihan.
ADVERTISEMENT
Dalam perkembangannya, syarat bagi mereka-mereka yang bisa memperkuat Athletic Club senantiasa mengalami perubahan. Awalnya, untuk bisa membela Los Leones, seorang pemain harus lahir di Basque atau mengenyam pendidikan sepak bola di klub Basque (apa pun itu, termasuk Real Sociedad).
Skuat Athletic Club tahun 1913. (Foto: Dok. Athletic Club)
zoom-in-whitePerbesar
Skuat Athletic Club tahun 1913. (Foto: Dok. Athletic Club)
Namun, ada beberapa kejadian pada dekade 1950-an yang membuat kebijakan ini dipertanyakan. Miguel Jones, Chus Pareda, dan Jose Garate bukanlah orang yang lahir di Basque. Akan tetapi, mereka semua mengenyam pendidikan sepak bola di propinsi ini. Nyatanya, Athletic Club kemudian menolak untuk merekrut para pemain ini.
Keengganan Athletic merekrut Jones menjadi perkara besar. Pasalnya, kebijakan eksklusif mereka kemudian dianggap sebagai kebijakan rasialis oleh berbagai pihak. Akan tetapi, seperti yang diutarakan Jones, dia tidak direkrut Athletic Club karena dia tidak lahir di Vizcaya (tempat Bilbao berada). Alasan yang sama rupanya jadi dasar mengapa Athletic tidak merekrut Pareda dan Garate.
ADVERTISEMENT
Pada perkembangannya, kebijakan perekrutan pemain Athletic Club ini senantiasa mengetat dan mengendur. Pada masa Jones, Pareda, dan Garate, kebetulan saja kebijakan itu sedang mengetat. Ternyata, saat itu kebijakan yang ditetapkan Athletic Club adalah untuk bisa memperkuat klub tersebut, seorang pemain harus lahir di Vizcaya.
Perubahan kebijakan ini tentu saja tidak bisa dilepaskan dari sulitnya mendefinisikan siapa yang dan siapa yang bukan orang Basque. Misalnya, ada satu wilayah di Basque, yakni Navarra (tempat Osasuna berada), yang sampai sekarang masih diperdebatkan ke-Basque-annya. Selain Navarra, wilayah French Basque (Iparralde) juga masuk ke dalam wacana perdebatan demikian.
Namun, seperti yang sudah dikatakan sebelumnya, kebijakan ini pada akhirnya memang begitu fleksibel. Pada 1996, pemain Tim Nasional (Timnas) Prancis, Bixente Lizarazu, direkrut oleh Athletic Club meskipun dia lahir di Prancis dan bukan di Iparralde.
ADVERTISEMENT
Setelah kasus Lizarazu, rekrutmen pemain di Athletic Club menjadi semakin 'longgar'. Fernando Amorebieta menjadi pemain asing berikut yang membela klub tersebut. Sama halnya dengan Lizarazu, Amorebieta tidak lahir di Bilbao, Vizcaya, atau Basque. Pemain yang kini berusia 32 tahun itu lahir di Cantaura, Venezuela, dan akhirnya memilih untuk membela Timnas Venezuela.
Lalu, setelah Lizarazu pada dekade 1990-an dan Amorebieta pada dekade 2000-an, pada dekade 2010-an Athletic Club punya satu pemain asing lain. Namanya Aymeric Laporte. Bek tengah kidal ini pun baru saja resmi menjadi bek termahal kedua di dunia usai menyelesaikan transfer ke Manchester City dengan nilai 57 juta poundsterling.
Selain pemain asing yang kebetulan punya darah Basque, Athletic Club pun ternyata memiliki pemain lokal yang tidak memiliki darah Basque. Pemain yang dimaksud adalah Inaki Williams.
ADVERTISEMENT
Ayahnya berasal dari Ghana, sementara ibunya lahir di Nigeria. Williams pun menghabiskan masa kecilnya di Navarra. Akan tetapi, karena lahir di Bilbao dan merupakan alumnus Lezama (akademi Athletic Club), pemain 23 tahun ini pun berhak untuk membela Athletic.
Williams sendiri merupakan sosok pemain kulit hitam. Dengan warna kulitnya yang berbeda, dia terlihat menonjol di antara para pemain Athletic Club lain yang berkulit putih. Namun, Williams bukan yang pertama. Pada 2011 lalu, Athletic Club sudah punya pemain kulit hitam pertama. Namanya Jonas Ramalho dan kini, pemain yang berposisi sebagai bek kanan itu menjadi andalan Girona.
Penyerang Athletic Club, Inaki Williams. (Foto: Reuters/Vincent West)
zoom-in-whitePerbesar
Penyerang Athletic Club, Inaki Williams. (Foto: Reuters/Vincent West)
Dengan kebijakan rekrutmen pemain yang kompleks ini, tak heran jika talent pool yang dipunya Athletic Club jadi tidak sebesar klub-klub lain. Dulu, Real Sociedad juga pernah memiliki kebijakan eksklusif yang sama, tetapi mereka kemudian menyerah pada keadaan dan merekrut penyerang Wales, John Aldridge, pada 1989. Sementara, sampai saat ini Athletic Club masih bertahan dengan kebijakan tersebut.
ADVERTISEMENT
Walau demikian, Athletic pun mafhum bahwa kebijakan demikian tidak akan bisa membawa mereka mengarungi persepakbolaan modern yang kian kejam ini. Mereka pun mengakalinya dengan mencari loophole di kebijakan mereka sendiri. Sejak awal mereka sudah menegaskan bahwa siapa pun yang mengenyam pendidikan sepak bola di Basque boleh memperkuat Athletic dan inilah yang kemudian mereka lakukan.
Di skuat Bilbao Athletic (skuat cadangan Athletic Club) saat ini, ada nama Christophe Atangana, seorang penjaga gawang asal Kamerun. Tak seperti Inaki Williams atau Jonas Ramalho, Atangana tak sedikit pun memiliki kaitan dengan Basque. Akan tetapi, karena dia dididik di Lezama, maka dia pun--kalau memang cukup bagus--akan bisa bermain di tim utama Athletic.
Apakah dengan demikian Athletic Club sudah berkhianat ada filosofinya sendiri? Tentu tidak. Pasalnya, slogan mereka yang berbunyi 'Con cantera y afición, no hace falta importación' ('Dengan talenta lokal dan dukungan masyarakat lokal, pemain asing tidak dibutuhkan') secara teknis masih berlaku. Atangana adalah talenta yang dikembangkan secara lokal dan dengan demikian, dia cukup Basque untuk menjadi bagian dari Leones.
ADVERTISEMENT
Selain memperluas penjaringan talenta, Athletic Club juga mengakali kerasnya sepak bola modern dengan memagari para pemain mereka dengan harga selangit. Laporte adalah contoh teranyarnya.
Laporte saat melakoni latihan bersama Bilbao (Foto: Vincent West / REUTERS)
zoom-in-whitePerbesar
Laporte saat melakoni latihan bersama Bilbao (Foto: Vincent West / REUTERS)
Sebelum Laporte, sudah ada beberapa pemain Athletic yang direkrut oleh klub lain dan untuk itu, klub-klub tersebut harus melalui negosiasi yang luar biasa alot. Ketika Ander Herrera pindah ke Manchester United, misalnya, si pemain harus mengaktifkan sendiri klausul pembeliannya supaya statusnya menjadi bebas kontrak dan bisa pindah ke Old Trafford.
Terakhir, ada Inigo Martinez. Pemain ini baru saja didatangkan Athletic Club dari Real Sociedad untuk menjadi pengganti Laporte. Dalam kontraknya, ditetapkanlah klausul pembelian senilai 80 juta euro. Apa yang dilakukan pihak Athletic Club ini, tak lain dan tak bukan, adalah sebuah deterrence (gertakan) agar klub-klub yang meminati Martinez ciut nyalinya.
ADVERTISEMENT
Kini, pertanyaannya adalah sampai kapan Athletic Club de Bilbao bisa bertahan dengan cara demikian?
Untuk pertanyaan itu, jawabannya hanya satu: entahlah. Akan tetapi, klub ini sudah bertahan selama lebih dari satu abad dengan kebijakan demikian. Selama ini, mereka tak pernah sekali pun turun ke Segunda Division dan bahkan, masih bisa meraih gelar. Pada 2015 lalu, mereka berhasil mengalahkan Barcelona untuk merengkuh trofi Supercopa de Espana.
Artinya, kebijakan demikian sudah terbukti berhasil dan rasanya, belum ada alasan bagi mereka untuk melacurkan ideologi mereka sebagaimana Real Sociedad dulu. Akan tetapi, di dalam sepak bola, jangan sekali-sekali berkata tidak mungkin karena seperti halnya zaman, ia terus bergulir dan dalam prosesnya, siapa yang tak mampu beradaptasi akan tergilas.
ADVERTISEMENT