Usai Piala Dunia, Prancis dan Kroasia Larut dalam Pesta

17 Juli 2018 8:55 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Presiden Macron beserta istri, pelatih dan penggawa Timnas Prancis merayakan gelar juara Piala Dunia kedua mereka. (Foto: REUTERS/Philippe Wojazer)
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Macron beserta istri, pelatih dan penggawa Timnas Prancis merayakan gelar juara Piala Dunia kedua mereka. (Foto: REUTERS/Philippe Wojazer)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
2018 adalah deja vu 1998 bagi Prancis. Jika pada 1998 Jean-Marie Le Pen mengembuskan isu anti-imigran, tahun ini isu serupa masih dikobarkan oleh anak paling bungsunya, Marine. Bedanya di pemantiknya saja.
ADVERTISEMENT
Di 1998, isu tersebut berhembus karena ekonomi Prancis sedang suram-suramnya. Sementara, Marine menghembuskan isu itu kembali berdasarkan fobia masyarakat setelah serangan teroris di Paris pada akhir tahun 2015. Namun, sekali lagi, sepak bola menunjukkan bahwa ia bukan sekadar permainan. Olahraga ini bisa juga menjadi simbol perlawanan bagi mereka yang percaya.
Seperti di 1998, pada akhirnya dunia bertepuk tangan untuk keberagaman usai gelar Piala Dunia berhasil diraih Tim Nasional (Timnas) Prancis pada Minggu (15/7/2018). Dan seperti di 1998 pula, ada seorang imigran yang kembali menjadi poster boy-nya Les Bleus. Jika dahulu orang itu adalah Zinedine Zidane, kini adalah waktunya untuk seorang remaja berdarah Aljazair-Kamerun bernama Kylian Mbappe untuk menjadi wajah sepak bola Prancis.
ADVERTISEMENT
Presiden Prancis, Emmanuel Macron, sama sekali tidak ragu untuk menunjukkan bahwa dia sangat seirama akan keberagaman yang ditunjukkan tim besutan Didier Deschamps itu. Dalam kemenangan 4-2 atas Timnas Kroasia di final Piala Dunia 2018, misalnya, Macron merayakan tiap gol yang diciptakan Prancis di tribune penonton dengan meninju tangannya ke udara sambil berdiri.
Usai kemenangan di final itu resmi didapat, Macron juga tak ragu untuk berbasah-basahan bersama Antoine Griezmann dan kolega saat mengangkat trofi di tengah Stadion Luzhniki yang malam itu sedang diguyur hujan. Bahkan, presiden berusia 40 tahun itu juga masuk ke ruang ganti. Di sana, dia melakukan dab setelah diajari Paul Labile Pogba dan tentu saja, meminum sampanye dan bernyanyi dengan pemuda-pemuda lainnya.
ADVERTISEMENT
Sehari setelahnya, skuat Prancis berpesta di salah satu gedung ikonik di Kota Paris, Elysee Palace. Dalam perayaan yang bernuansa formal itu, hadirlah juga anggota keluarga para penggawa Prancis dan juga pelatih Deschamps. Salah satu yang mencolok adalah hadirnya ibunya Pogba, yang sebelumya juga diajak gelandang Manchester United itu berpesta dalam gelar juara dunia kedua Prancis di Rusia.
Ibunya Paul Pogba hadir dalam pesta juara dunia kedua Timnas Prancis. (Foto: REUTERS/Philippe Wojazer)
zoom-in-whitePerbesar
Ibunya Paul Pogba hadir dalam pesta juara dunia kedua Timnas Prancis. (Foto: REUTERS/Philippe Wojazer)
Dalam kesempatan kali ini juga hadir Presiden Macron. Namun, tak seperti sebelumnya, kali ini dia ditemani sang istri. Tak lama setelah hadirnya dua figur itu, skuat Prancis lebur dalam suasana gembira dengan masyarakat Prancis yang saling berdesak-desakan untuk menyaksikan langsung para idola dengan pasang mata mereka, atau mengabadikannya dalam gawai mereka.
ADVERTISEMENT
Sayangnya, kebahagiaan itu memakan korban jiwa. Menteri Dalam Negeri Prancis mengatakan, ada 292 orang yang ditangkap polisi dalam perayaan kemenangan 4-2 atas Kroasia di Prancis. Kondisi terparah terjadi di Paris. Tercatat, ada 102 orang ditangkap di kota itu dan dari kejadian itulah muncul dua korban jiwa.
Di sisi lain, Timnas Kroasia juga berpesta meski hanya mampu jadi runner-up. Sebab, perjalanan Vatreni di Piala Dunia kali ini berhasil membuat seluruh orang Kroasia bisa sejenak kembali mencintai sepak bola setelah sebelumnya mereka dikhianati dengan isu korupsi di tubuh federasi sepak bola mereka. Warga juga bisa sedikit bernapas setelah isu skuat Kroasia ditunggangi kepentingan partai memecah opini di Kroasia.
Timnas Kroasia merayakan status 'runner-up' bersama sang presiden. (Foto: Sputnik, via Reuters/Alexei Nikolsky)
zoom-in-whitePerbesar
Timnas Kroasia merayakan status 'runner-up' bersama sang presiden. (Foto: Sputnik, via Reuters/Alexei Nikolsky)
Ngomong-ngomong, pencapaian Kroasia di Piala Dunia kali ini melampaui apa yang terjadi di 1998. Di tahun itu, mereka hanya berstatus sebagai semifinalis. Dan itulah yang membuat mereka tak sendu-sendu amat kendati kalah dari Prancis.
ADVERTISEMENT
Setelah laga, Presiden Kroasia, Kolinda Grabar-Kitarović, langsung menghampiri Luka Modric dan kolega untuk memberikan aplaus. Bahkan, presiden perempuan pertama Kroasia ini turut bergembira dengan skuat besutan Zlatko Dalic itu di ruang ganti.
Sehari setelahnya, skuat Kroasia berkelilingi mengitari Kota Zagreb. Anda tahu berapa banyak orang yang menyambut mereka di Ibukota Kroasia itu? Menurut media Kroasia, Sportsnet, jumlahnya mencapai 250 ribu orang! Orang-orang Kroasia ini kemudian bernyanyi "Campeone, Campeone" dan berbagai lagu-lagu lainnya untuk skuat Kroasia.
Karena sambutan yang begitu istimewa inilah Modric berkali-kali mengucapkan terima kasih. Sementara, Ivan Rakitic memilih untuk mengabadikan momen yang mungkin hanya terjadi sekali seumur hidupnya dengan gawainya. Gelandang Barcelona itu kemudian mengunggah hasilnya ke akun Twitter pribadinya.
ADVERTISEMENT
Namun, kesenangan tak sampai di situ. Saat malam tiba, skuat Kroasia pun berdiri di atas panggung untuk bernyanyi. Orang-orang Kroasia yang ada di situ kemudian menyambut nyanyian penggawa Kroasia itu dengan turut bernyanyi, atau mengeluarkan isi confetti, mengibarkan bendera, hingga menyalakan suar. Saking banyaknya suar, Kota Zagreb pun tampak sangat merah jika dilihat dari udara.
Warga Kroasia berpesta untuk status 'runner-up' di Piala Dunia 2018. (Foto: REUTERS/Antonio Bronic)
zoom-in-whitePerbesar
Warga Kroasia berpesta untuk status 'runner-up' di Piala Dunia 2018. (Foto: REUTERS/Antonio Bronic)
Ya, begitulah Piala Dunia kali ini berakhir. Meski hasilnya berbeda, finalis Piala Dunia kali ini sama-sama tetap bisa bersenang-senang dengan caranya tersendiri. Sebab, Piala Dunia kali ini membuat dua negara ini bisa sejenak lupa dengan masalah yang sedang melanda.