Valencia vs Villarreal: Saling Tikam Dua Saudara

21 Desember 2017 17:03 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Duel Valencia dan Villarreal pada 2003. (Foto: AFP/Jose Jordan)
zoom-in-whitePerbesar
Duel Valencia dan Villarreal pada 2003. (Foto: AFP/Jose Jordan)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sejarah, kata orang, selalu mencatat siapa yang jadi pemenang. Sisanya, mereka yang kalah, mereka yang tersisih, apalagi mereka yang menerima kekalahan dengan getir, hanya akan menjadi catatan kaki. Pendekatan positivis semacam ini memang menyebalkan, akan tetapi ini adalah cara termudah untuk membuat perjalanan sejarah menjadi lebih mudah dicerna.
ADVERTISEMENT
Itu, tentunya, tidak berlaku bagi pihak yang kalah. Bagi mereka, selalu ada ruang untuk perdebatan meski mereka sendiri tahu bahwa memperdebatkan yang sudah terjadi hampir tidak pernah ada manfaatnya. Malah, terkadang justru itu semua bakal semakin membuat rasa sakit itu jadi semakin menggumpal.
Laga di Mestalla itu baru berusia 15 menit ketika Curro Torres mengirimkan sebuah umpan lambung dari jarak kurang lebih 40 meter. Bola kiriman Torres itu seharusnya mendarat mulus di dada Miguel Perez Cuesta alias Mista. Akan tetapi, Juliano Belletti yang berada di dekat Mista tentu tidak mau membiarkan penyerang tuan rumah itu mendapat kesempatan terbuka untuk mencetak gol. Oleh Belletti, Mista kemudian diajak untuk beradu badan.
ADVERTISEMENT
Namun, Mista tidak pernah mengetahui "ajakan" Belletti itu dan maka dari itu, dirinya pun tidak siap dan terjatuh di dalam kotak penalti. Kontak itu memang terlihat sangat keras dan sepintas, tidak ada keraguan bahwa aksi Belletti itu memang layak dijatuhi hukuman tendangan penalti. Wasit Tauje Herge dari Norwegia pun tanpa pikir panjang segera menunjuk titik putih.
Mista yang dijatuhkan, Mista pula yang menjadi algojo. Tanpa kesulitan berarti, pemain berambut pirang itu menaklukkan Jose Manuel Reina. Gol itu jadi satu-satunya yang tercipta pada pertandingan tersebut dan dengan demikian, Valencia-lah yang berhak untuk melaju ke partai puncak Piala UEFA 2004. Ya, Valencia, bukan Villarreal.
Bagi khalayak sepak bola umum, pertandingan itu sebenarnya tidak punya signifikansi besar. Mereka, tentunya, lebih mengingat aksi anak-anak asuh Rafael Benitez pada partai puncak di mana Los Che mengubur dalam-dalam mimpi Marseille untuk menjadi jawara. Di laga final itu, Mista kembali mencetak gol, setelah sebelumnya, Valencia juga sudah membobol gawang Fabien Barthez lewat eksekusi penalti Vicente Rodriguez.
ADVERTISEMENT
Musim itu, Valencia berhasil menjadi juara di dua front sekaligus. Selain Piala UEFA, mereka juga sukses menjadi kampiun di La Liga. Sepanjang hampir 100 tahun berdirinya Los Murcielagos, tahun itu adalah tahun terbaik mereka. Khalayak sepak bola umum pun mengingat tahun itu sebagai tahun di mana Rafa Benitez benar-benar memperkenalkan dirinya sebagai salah satu pelatih sepak bola papan atas.
Namun, bagi publik sepak bola Comunitat de Valencia, pertandingan semifinal Piala UEFA antara Valencia dan Villarreal itu jadi laga yang lebih punya signifikansi. Pada akhirnya, laga tersebut menjadi folklor penting dalam riwayat rivalitas antara Valencia dan Villarreal yang sebenarnya baru seumur jagung.
***
Selama lebih dari 80 tahun, tak pernah ada tim yang mampu mengganggu supremasi Valencia di Comunitat di Valencia. Didirikan pada 1919, mereka kemudian mampu jadi lebih besar ketimbang Levante yang berdiri satu dasawarsa sebelumnya. Masa kejayaan yang diraih pada dekade 1940-an, 1970-an, dan 1980-an membuat Valencia tak cuma besar di Pantai Timur saja, tetapi juga menjadi salah satu kesebelasan paling elite di Spanyol.
ADVERTISEMENT
Valencia kemudian menjadi simbol kemewahan sepak bola di wilayahnya sana. Dalam sejarahnya, sudah banyak sekali nama besar yang bermain dalam balutan kostum hitam-putih khas Los Che, mulai dari legenda-legenda terdahulu macam Antonio Puchades, Johnny Rep, dan Mario Kempes sampai legenda-legenda modern seperti Jose Santiago Canizares, Gaizka Mendieta, dan David Villa.
Akan tetapi, Valencia memang tak selalu berada di atas. Musim lalu, misalnya, mereka hanya mampu finis di papan bawah La Liga, dan masa-masa kelam Valencia ini sebenarnya sempat terjadi pula setelah masa keemasan mereka di era 1980-an lewat. Pada dekade 1990-an, mereka sempat mengalami stagnansi, bahkan dekadensi. Hal ini terjadi saat mereka dipimpin oleh seorang miliarder lokal bernama Fransisco "Paco" Roig.
ADVERTISEMENT
Seharusnya, masa kelam Valencia ini bisa saja segera dienyahkan seandainya Paco Roig mau mendengarkan apa kata adiknya. Pada 1997, Paco Roig mendapat tawaran dari adiknya, Fernando, untuk mengalihkan kepemilikan klub kepadanya. Akan tetapi, Paco justru tersinggung dan membekukan Fernando dari keanggotaan klub.
Fernando Roig bersama para pemain Villarreal. (Foto: AFP/Jose Jordan)
zoom-in-whitePerbesar
Fernando Roig bersama para pemain Villarreal. (Foto: AFP/Jose Jordan)
Fernando Roig pun tak kehabisan akal. Merasa disakiti oleh sang kakak, dirinya kemudian mengalihkan pandangan ke sebuah klub yang selama lebih dari 70 tahun selalu berkubang di divisi bawah persepakbolaan Spanyol. Klub itu terletak di sebuah kota yang berjarak 64 km dari Valencia. Klub itu adalah Villarreal.
Paco Roig sendiri akhirnya tersingkir dari Valencia pada 1997 itu dan dari sana, Valencia bangkit sampai akhirnya bisa meraih kejayaan pada awal 2000-an. Akan tetapi, Fernando Roig pun bergerak cepat. Dengan uang yang dimilikinya lewat waralaba toserba Mercadona, Roig membangun Villarreal dari nol.
ADVERTISEMENT
Kota Villarreal sendiri adalah sebuah kota kecil dengan jumlah penduduk sekitar 50 ribu jiwa. Akan tetapi, mereka memiliki sebuah stadion dengan kapasitas 24 ribu penonton dan hal ini menunjukkan betapa gandrungnya masyarakat Villarreal terhadap sepak bola. Roig pun kemudian mentransformasi spirit itu menjadi bukti konkret.
Perlahan tapi pasti, pemain-pemain berprofil besar dia datangkan, mulai dari Sonny Anderson sampai akhirnya Juan Roman Riquelme. Perlahan tapi pasti pula, Villarreal menjadi kekuatan besar baru di Comunitat di Valencia.
Riquelme di Villarreal. (Foto: AFP/Jose Jordan)
zoom-in-whitePerbesar
Riquelme di Villarreal. (Foto: AFP/Jose Jordan)
Awalnya, tak ada rasa curiga dari para suporter Valencia. Mereka sudah terbiasa berada di atas dan ketika Villarreal mulai masuk ke Divisi Primer, mereka justru menganggap Villarreal sebagai adiknya. Yang tidak mereka nyana ketika itu adalah bahwa sang adik sebenarnya sedang menyembunyikan sembilu di balik punggungnya.
ADVERTISEMENT
Laga semifinal Piala UEFA 2004 itu jadi momen di mana Valencia mulai menyadari bahwa ada "sesuatu" yang disembunyikan sang adik dan mereka pun menggunakan momen itu untuk mengubur sang adik sebelum terlambat. Akan tetapi, Villarreal pun tidak diam begitu saja karena kemudian, mereka mampu terbang lebih tinggi lagi, termasuk ketika finis di urutan kedua La Liga dan mencapai semifinal Liga Champions.
Sampai akhirnya, Valencia yang sudah makin gerah dengan tingkah polah Villarreal itu akhirnya berhasil menancapkan balik sembilu itu ke dada sang adik. Pada musim 2011/12, Valencia berhasil mengirim Villarreal kembali ke Divisi Dua lewat sebuah kemenangan yang dipersembahkan oleh Jonas Goncalves pada menit kedua injury time babak kedua. Kehancuran Villarreal itu dirayakan besar-besaran oleh para suporter Valencia di Mestalla dan di saat yang bersamaan, air mata bercucuran di pipi Fernando Roig.
ADVERTISEMENT
***
Ada sepuluh poin yang kini jadi pembeda antara Valencia dan Villarreal di klasemen sementara La Liga musim 2017/18. Walau begitu, secara peringkat, keduanya tidak terpaut begitu jauh. Valencia ada di urutan ketiga, Villarreal ada di posisi keenam.
Selebrasi pemain-pemain Valencia. (Foto: AFP/Jose Jordan)
zoom-in-whitePerbesar
Selebrasi pemain-pemain Valencia. (Foto: AFP/Jose Jordan)
Kedua tim ini akan bersua pada Sabtu (23/12/2017) malam WIB dalam laga pekan ke-17 La Liga dan di sini, dua saudara ini sedang dalam kondisi terluka. Mereka tidak sedang berada dalam tren performa terbaik di mana keduanya sudah menelan dua kekalahan dari tiga pertandingan terakhir. Kemenangan pada Derby de La Comunitat ini tentunya bakal dijadikan momentum bagi keduanya untuk bangkit kembali.
Hanya saja, faktor Mestalla bakal menjadi keuntungan tersendiri bagi Valencia. Pertama, karena mereka sama sekali belum terkalahkan di sana dan kedua, karena berbagai memori buruk yang diderita El Submarino Amarillo (Kapal Selam Kuning) di sana. Selain itu, faktor Marcelino Garcia Toral juga bisa jadi penentu.
ADVERTISEMENT
Marcelino, pelatih Valencia saat ini, adalah salah satu sosok yang berhasil mengangkat Villarreal usai degradasi pada musim 2011/12 itu. Bahkan, cara bermain Villarreal saat ini pun masih sangat berbau Marcelino, yakni dengan pakem dasar 4-4-2 di mana pressing jadi senjata utama.
Namun, biar bagaimana juga, ini adalah laga derbi di mana segalanya mungkin terjadi dan maka dari itu, El Clasico dari Pantai Timur ini dijamin akan memberikan tontonan yang tak kalah seru dibanding El Clasico sungguhan yang mentas tiga jam sebelumnya.
=====
*) Derby de La Comunitat antara Valencia dan Villarreal akan berlangsung pada Sabtu (23/12) di Mestalla pukul 22.15 WIB.