Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Alasan Nasi Tumpeng Jadi Menu Wajib Saat 1 Suro
11 September 2018 11:03 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:06 WIB
ADVERTISEMENT
Masyarakat Jawa memiliki cara tersendiri dalam merayakan Tahun Baru Hijriah 1 Muharram yang bertepatan dengan 1 Suro dalam kalender Jawa. Tradisi yang dimaksud kental dengan kearifan lokal, budaya, dan pesan moral. Iring-iringan rombongan masyarakat atau yang biasa kita sebut kirab menjadi salah satu hal yang bisa dilihat dalam ritual tradisi ini. Dalam iring-iringan kirab tersebut, biasanya hasil kekayaan alam berupa gunungan tumpeng serta benda pusaka menjadi sajian khas.
ADVERTISEMENT
Bahkan di Semarang, ada sebuah kegiatan yang disebut 'kembul bujana' atau menyantap tumpeng secara bersama-sama. Jadi dalam acara tersebut, semua masyarakat duduk bersama mengelilingi tumpeng sembari menunggu dilantunkannya doa sebagai harapan untuk sesuatu yang lebih baik di tahun depan.
Lantas, kenapa tumpeng sering disajikan dalam syukuran 1 Suro atau Tahun Baru Hijriah?
Menurut pakar kuliner, Arie Parikesit, banyak budaya pra-Islam yang tetap dipakai masyarakat Jawa dalam acara syukuran, dalam hal ini tumpengan.
"Maknanya itu sebagai wujud rasa syukur kepada kekuatan besar yang saat itu mereka sembah," kata Arie saat dihubungi kumparanFOOD, pada Senin (10/9).
Lebih lanjut, Arie juga menyebut bahwa tradisi tumpengan ini sudah ada sejak lama, bahkan sebelum masuknya agama-agama besar ke Nusantara.
ADVERTISEMENT
Ya, tumpeng merupakan salah satu kuliner khas Indonesia yang memiliki cara penyajian yang cukup unik, nasi beserta lauk-pauknya dibuat dalam bentuk kerucut dan disajikan di atas tampah. Ternyata, ada makna tersendiri kenapa tumpeng selalu memiliki bentuk kerucut atau segitiga.
"Bentuk itu melambangkan gunung yang erat hubungannya dengan sesuatu yg bersifat spiritual. Bentuk tersebut juga merupakan hubungan antara manusia, alam, dan Sang Pencipta," tutup Arie.