Bincang Serial Netflix Street Food Bersama Kevindra Soemantri

23 April 2019 17:44 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mbah Satinem, penjaja street food dari Yogyakarta. Foto: Dok. Netflix
zoom-in-whitePerbesar
Mbah Satinem, penjaja street food dari Yogyakarta. Foto: Dok. Netflix
ADVERTISEMENT
Setelah sukses dengan serial Chef's Table, Netflix kembali menghadirkan serial dokumenter bertema kuliner. Serial baru bertajuk Street Food ini mengangkat cerita mengenai kuliner 'pinggir jalan' dari Asia.
ADVERTISEMENT
Indonesia masuk sebagai salah satu negara yang diangkat oleh serial yang akan tayang pada 26 April 2019 mendatang. Street Food akan mengangkat penjaja makanan legendaris di Yogjakarta. Mulai dari Mbah Lindu yang terkenal dengan gudegnya, hingga mi lethek legendaris khas Bantul.
Sontak, acara ini jadi sorotan. Laman media kuliner luar negeri banyak menulis soal serial ini. Bahkan, Food & Wine menggunakan foto Mbah Satinem sebagai gambar muka ulasan mereka.
Rupanya, penulis kuliner asal Indonesia, Kevindra Prianto Soemantri, punya peran penting dalam pembuatan serial Netflix ini. Jebolan Masterchef Indonesia 2011 ini berperan sebagai 'penyambung' antara Netflix dengan penjaja makanan Yogja legendaris tersebut.
Ia yang mengenalkan Mbah Satinem dan Mbah Lindu. Dari sudut jalan Yogya ke sebuah serial kuliner yang jadi sorotan dunia.
ADVERTISEMENT
Penasaran dengan serial terbaru Netflix ini? Simak bincang kumparan bersama Kevindra Soemantri.
Kevindra Prianto Soemantri, penulis kuliner. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Bagaimana awal mula Netflix membuat serial Street Food spesial Asia ini?
Awal mulanya gimana mungkin bisa dilihat dari perubahan trend. Bagaimana orang sekarang justru suka sesuatu yang serba lokal.
Pertama dari sisi bisnis, source-ing bahan lokal itu lebih murah karena ada dimana-mana. Kedua dari sisi kesehatan justru lebih sehat. Kalau kita ngomongin sustainability sudah enggak perlu bahan bakar batu bara untuk mengangkut dari ujung ke ujung. Ketiga dari kebanggaan terhadap produk lokal.
Apa sih yang kayak gitu di makanan? Ya street food.
Street food itu lebih humanis, lebih punya cerita, dan bisa relate ke orang. Dari crazy rich Asian sampai general people bisa akses street food. Itu ide awal mereka yang saya tangkap.
ADVERTISEMENT
Mengapa memilih Asia untuk musim pertama serial Street Food?
Karena kuncian street food dunia kan memang Asia. Jadi kalau ngomongin street food is Asia.
Benua barat enggak punya tradisi street food. Mereka paling adanya kayak food truck, dan kebanyakan imigran.
Apa keistimewaan kuliner Indonesia sehingga diangkat di serial Street Food?
Di kalangan orang-orang kuliner besar seperti Anthony Bourdain, mereka tahu street food di Indonesia itu one of the world best. Itu mereka udah statement berkali-kali.
Bahkan Anthony Bourdain di World Street Food Congress di Singapura pernah bilang: "Indonesian cuisine is the motherland of Southeast Asian food," Nah, Netflix menangkap itu.
Bagaimana prosesnya hingga memilih Yogjakarta untuk Street Food spesial Indonesia?
ADVERTISEMENT
Awalnya dia (Netflix) mau ke Jakarta. Waktu itu saya dan William Wongso kasih saran. Mereka tanya ada nggak story telling yang bisa digali lebih dalam.
Ya sudah kita saranin Yogyakarta. Mereka research dan suka banget sama cerita itu. Dari kultur, kesultanan, makanannya, ibu-ibu yang jual sudah sepuh, di situ mereka jatuh cinta dengan Yogyakarta.
Siapa saja penjaja kuliner yang diangkat di Street Food spesial Indonesia?
Ada tiga tempat di di Yogya, yaitu Mbah Satinem, Mbah Lindu, sama mi lethek. Tapi yang kuat adalah Mbah Satinem dan Mbah Lindu.
Mungkin bisa dibilang, 60 persen Mbah Satinem, 20 persen Mbah Lindu, dan 20 persen mi lethek.
ADVERTISEMENT
Berapa lama proses produksi Street Food di Yogyakarta?
In total, hampir satu bulan. Tapi waktu itu kita ke Yogya, tiga kali weekend.
Apa peran serta Kevindra Soemantri di serial Street Food?
Jadi host expert di situ. Akan kasih lihat story telling-nya. Akan menuntun penonton di 109 negara ini untuk story telling.
Apa saja kendala yang dialami saat syuting Street Food di Yogyakarta?
Tadinya Street Food Asia itu ingin semua pelaku street food itu jadi tokoh utama. Tapi di antara yang nanti kalian tonton, Indonesia itu yang paling tua. Jadi mereka sadar kalau ini sudah enggak bisa dibawa kemana-mana.
Bagaimana mengatasi kendala bahasa?
Mereka (narasumber) cerita juga sudah susah. Kita bawa translator dua orang, dari bahasa Jawa ke Indonesia, dari bahasa Indonesia ke bahasa Inggris. Karena mereka nyamannya pakai bahasa Jawa dan lebih luwes.
Kevindra Prianto Soemantri, penulis kuliner. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Selain Indonesia, kuliner dari negara mana saja yang akan ditayangkan di Street Food?
ADVERTISEMENT
List-nya ada Singapura, Jepang, Korea Selatan, Thailand, India, Vietnam, Filipina, Indonesia, dan Taiwan. Semua mungkin sudah lebih dikenal. Street Food berjumlah sembilan episode dan akan tayang 26 April nanti.
Apa harapan setelah Street Food Asia ditayangkan?
Mungkin dengan adanya Street Food ini, percaya deh, ini mengubah banget peta gastronomi Indonesia di dunia. Begitu episode Indonesia keluar, saya yakin pasti akan lebih dapat exposure dari media luar. Otomatis kan akan membuat jutaan pembaca 'Indonesia is something'.