Kisah Santhi Serad dan Kecintaannya Terhadap Kuliner Indonesia

8 Maret 2019 11:32 WIB
clock
Diperbarui 26 Agustus 2019 15:45 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Santhi Serad. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Santhi Serad. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
Pagi itu sekitar pukul 10.00, Santhi baru saja sampai di cooking studio miliknya yang berlokasi di Kemang Timur, Jakarta Selatan. Langkahnya sedikit tergesa-gesa, seraya ingin langsung melihat kegiatan kelas memasak khusus anak-anak yang diadakan hari itu.
ADVERTISEMENT
Memasuki ruang kelas ia pun sibuk mengecek satu per satu hasil masakan para murid kecilnya, sambil sesekali memberikan arahan bagaimana cara mengolah ayam kalasan yang baik.
Tempat bernama Ramu Rasa tersebut nampak ramai, dengan harum bumbu masakan yang menggugah. Sambil mengawasi acara kelas memasak, Santhi juga tak lupa menyapa para tamu yang sedang asyik menghabiskan waktu di kafe miliknya tersebut. Beberapa tamu diajaknya mengobrol santai.
Santhi Serad di Ramu Rasa Cooking Studio Foto: Fanny Kusumawardhani/Kumparan
Meski cukup sibuk kala itu, perempuan pemilik nama lengkap Santhi Hendarwati Serad itu masih menyempatkan waktu untuk berbincang langsung dengan kumparan. Sambil ditemani kopi hangat kesukaannya, perempuan kelahiran Bandung 14 September 1972 tersebut mulai menceritakan kisahnya.
Sejak SD sudah biasa ke pasar tradisional
ADVERTISEMENT
Karir seorang Santhi Serad berawal dari hobinya ke pasar tradisional sejak menduduki bangku sekolah dasar (SD). "Dari kecil itu mama selalu mengajak saya belanja ke pasar tradisional, buat saya itu berkesan banget," kisahnya.
Perempuan berusia 46 tahun itu mengaku suka berkunjung ke los daging, melihat proses pemotongan daging, hingga memperhatikan adegan jual-beli antar para pelaku pasar. Warna-warni buah dan sayuran di pasar pun tak luput menjadi daya tariknya. Itu juga yang membuat Santhi selalu ingin kembali ke tempat yang dikenal dengan bau dan kotor tersebut.
Seusai belanja ke pasar, Santhi kecil juga sering diajak ibunya untuk memasak dan menyiapkan langsung makanan yang akan disantapnya bersama keluarga. Ia juga menceritakan jika kedua orang tuanya kerap mengenalkannya terhadap makanan khas kampung halaman.
ADVERTISEMENT
"Mamaku itu orang Malang, dan Papa orang Banyuwangi. Mama dan Papa selalu mengenalkan masakan lokal jaman kecil mereka, small thing tapi bisa bikin selalu teringat di memori saya," kenang sarjana lulusan Peternakan, Universitas Diponegoro 1995 itu.
Seusai lulus dari UNDIP, Santhi melanjutkan pendidikannya kejenjang S2 dengan mengambil jurusan teknologi pangan di Curtin University of Technology, Autralia. Karirnya pun berlanjut dengan bekerja di perusahaan permen Yupi, hingga sekarang ia mengaku tak bisa lepas dengan dunia kuliner.
Menjadi ketua ACMI dan kurator bidang kuliner di London Book Fair 2019
Perempuan dengan moto hidup 'jangan pernah berhenti belajar' itu rupanya terus konsisten untuk berada di jalur kuliner Indonesia. Bahkan bersama rekannya, almarhum Bondan Winarno dan William Wongso ia mendirikan komunitas Aku Cinta Masakan Indonesia (ACMI) yang saat ini diketuai olehnya.
ADVERTISEMENT
"ACMI itu tujuannya adalah ingin sebanyak mungkin mengajak orang-orang di sekitar kita untuk mulai memasak di rumah. Itu kita terapkan dalam 'potluck.' Kita juga ada 'blusukan pasar' untuk mengenal lebih dalam bahan masakan di pasar. Sementara lewat program 'diplomasi kuliner' kami ingin mengajak muda-mudi supaya senang mengolah dan menyajikan masakan Indonesia dengan tampilan yang lebih cantik lagi," terang perempuan yang memiliki kebun herbal di Bandung itu.
Selain sibuk dengan ACMI, kali ini Santhi juga dipercaya Komite Buku Nasional dan Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) menjadi kurator kuliner dalam London Book Fair 2019. Indonesia yang menjadi 'Market Focus Country' di pameran buku yang akan diselenggarakan pada 12-14 Maret 2019 itu diakuinya cukup menguras waktu dan pikirannya.
ADVERTISEMENT
Meskipun begitu, ajang ini dapat menjadi kesempatan yang baik untuknya agar terus dapat mempromosikan kuliner Indonesi ke luar negeri.
Kecintaanya terhadap kuliner Indonesia
Santhi Serad. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Perlahan namun pasti, kecintaannya terhadap kuliner Indonesia secara konsisten ditunjukkannya. "Sampai kapanpun saya akan selalu mengulik makanan Indonesia. Saya sudah jatuh cinta banget sama makanan Indonesia dan banyak makanan kita yang masih bisa digali untuk dikembangkan," ucap penulis buku 'Leaf it to Tea' itu.
Ketika harus menggambarkan makanan Indonesia dengan tiga kata Santhi menjawab, "Makanan Indonesia itu rempah-rempah, berbumbu, dan kompleks," ujarnya. Bahkan ia menegaskan jika sepatut kita bangga menjadi orang Indonesia yang memiliki 17.000 pulau dengan ratusan suku yang dari Ssabang sampai Marauke memiliki makanan lokalnya masing-masing.
ADVERTISEMENT
Perempuan dalam bidang kuliner di Indonesia
Bertepatan dengan International Women's Day kumparan menanyakan pandangan Santhi soal perempuan yang berkarya di bidang kuliner. "Peran perempuan saat ini sudah banyak yang berkarir di bidang kuliner; misalnya menjadi chef. Saya pun selalu mendukung perempuan-perempuan yang mau berkarya, berinovasi, dan menginspirasi apalagi mereka mau mempromosikan makanan Indonesia," katanya.
Dilanjutkan Santhi, meski perempuan identik dengan istilah 'harus selalu di dapur' ia pun tak mengelaknya. Bahkan ia menceritakan jika bapaknya selalu mengingatkan meski ia sudah sekolah tinggi, ia jangan pernah sampai tidak pernah ke dapur.
Santhi juga menaruh harapan kepada para perempuan Indonesia agar dapat selalu menyajikan makanan yang baik untuk keluarga di rumah. Menurutnya, seorang ibu memiliki peran penting untuk membentuk suatu keluarga.
ADVERTISEMENT
"Dengan dia (ibu) memasak di rumah, menyajikan makanan, membuat bekal, dan mengajak anak memasak, maka cita rasa akan suatu keluarga pun dapat terbentuk dengan baik," tungkasnya.
Fakta unik tentang Santhi Serad
Santhi Serad. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Sebagai seorang pelaku kuliner dengan karir yang panjang Santhi kerap menemukan beberapa hal menarik yang bahkan menjadi kenangan tersendiri untuknya. Untuk mengenal lebih dekat, coba simak beberapa fakta berikut,hasil tanya jawab singkat kami dengan Santhi Serad.
Gambarkan diri Anda dalam tiga kata?
Konsisten, disiplin, tapi kata orang yang ngeliat, saya itu serius banget, padahal sih saya enggak serius-serius banget juga," ungkapnya sambil tertawa kecil.
Apa masakan pertama yang dibuat?
"Masakan pertama yang saya buat itu kue lebaran sama donat kentang pakai meises. Kalau lebaran suka bikin kastengel sama nastar. Masakan lebaran khas di rumah yang selalu ada itu ketupat dengan telur petis karena memang kan kita keluarga dari Jawa Timur," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Makanan favoritnya apa?
"Saya suka banget garang asem. Saya juga suka comfort food; seperti sate ayam, ayam goreng, sambel, tempe, sayur asem. Tiap hari di rumah saya harus selalu ada tempe," tambah Santhi.
Pengalaman unik apa yang terkenang hingga sekarang selama bekerja di bidang kuliner?
"Dulu saya pernah jadi juri di Kementerian Perdagangan yang setiap tahun mengadakan lomba masak untuk ibu-ibu. Waktu itu di Gorontalo, dalam waktu 2-2,5 jam itu terkumpul peserta 23 orang yang memasak makanan lokal dengan masing-masing enam jenis makanan dan sambalnya. Jadi bayangin saja, saya harus mencicipi enam jenis makanan yang disajikan oleh 23 dan sambalnya yang pedes. Dengan waktu yang sempit saya harus nyicipin segala masakan, itu parah banget sih," ceritanya sambil tertawa lepas.
ADVERTISEMENT
Makanan aneh apa yang pernah dicicipi?
"Saya pernah nyicipin ikan surstromming yang dinobatkan sebagai 'the worst food' yang kalau dibuka itu baunya busuk banget, kayak air got. Saya juga pernah makan ulet sagu," ceritanya sambil meringis.
Hobinya apa?
"Saya suka hand crafting; misalnya bikin sabun atau kartu ucapan sendiri, sama motret," ucap perempuan berambut pendek itu.
Sebutkan rempah-rempah andalan Santhi Serad?
"Kalau travelling itu aku selalu bawa kayu manis, kecombrang, andaliman, sereh dan daun jeruk, karena memang mereka punya aroma yang beda," tutupnya.