Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Tsurutokame, Restoran Jepang yang Beri Ruang untuk Koki Perempuan
8 Maret 2019 17:20 WIB
Diperbarui 20 Maret 2019 20:08 WIB
ADVERTISEMENT
Perempuan dan dapur adalah dua hal yang sering disandingkan. Memasak menjadi salah satu kewajiban yang harus dilakukan oleh seorang perempuan, begitu katanya.
ADVERTISEMENT
Sayang sekali, ketika kegiatan memasak kerap diasosiasikan dengan perempuan, tapi justru di dunia profesional dan komersil --restoran, misalnya-- justru didominasi oleh koki laki-laki. Isu ini jelas bukan sesuatu yang baru, dan praktiknya telah berjalan sejak lama.
Namun, praktik seksisme ini justru dipatahkan oleh sebuah restoran yang berlokasi di Tokyo, Jepang, tepatnya di distrik Ginza. Didirikan sejak bulan Desember tahun 2016, restoran bernama Tsurutokame ini dijalankan oleh tujuh orang koki, yang seluruhnya adalah perempuan.
Ketujuh koki tersebut bertugas menyajikan hidangan kaiseki, sajian tradisional dengan teknik memasak yang rumit untuk dapat menghasilkan masakan kelas tinggi --setara dengan hidangan kerajaan.
Tentu menjadi suatu hal yang luar biasa, mengingat Jepang masih menganut budaya patriarki yang sangat kental. Sangat jarang untuk menemukan seorang koki sushi perempuan, atau sekadar memimpin dapur panas di restoran ternama.
ADVERTISEMENT
Padahal, banyak koki-koki perempuan di Jepang yang punya kemampuan mumpuni. Ironisnya, apresiasi yang mereka dapatkan masih amat minim. Hanya karena gender, koki perempuan seakan tak mendapat tempat yang layak di industri kuliner Jepang, sehebat apapun kemampuannya.
Inilah yang lantas membuat pasangan pebisnis restoran, Harumi Mikuni dan suaminya, Osamu Mikuni memutuskan untuk menciptakan sebuah ruang bagi para koki perempuan, sehingga publik bisa melihat bakat yang mereka miliki.
"Saya dan suami selalu merasa bahwa perempuan --yang selalu dipandang lebih rendah dalam masyarakat dan berada di balik layar-- punya kemampuan yang setara, bahkan bisa lebih dari laki-laki," terang Harumi seperti dikutip dari Forbes.
Dilansir Be My Travel Muse, dalam restoran tersebut, terdapat sebuah meja bar panjang dilengkapi kursi yang saling berjejer, muat untuk 14 pengunjung. Konsep open kitchen memungkinkan terjadinya interaksi satu sama lain.
ADVERTISEMENT
Selama jamuan makan berlangsung, pengunjung bisa melihat proses penyajian makanan, bahkan mengobrol dengan para koki.
Tentu bukan hal yang mudah untuk membangun sebuah ruang untuk berkarya bagi perempuan, khususnya di Jepang. Banyak percobaan yang harus dilakukan sebelum benar-benar membuka Tsurutokame secara publik.
"Sushi dan kaiseki adalah dunia laki-laki. Bahkan para pengunjung berharap kokinya adalah laki-laki," ujar Harumi.
Rasanya agak sulit menghancurkan 'tembok patriarki' yang telah berdiri kokoh di Jepang dalam waktu singkat. Bahkan, di restoran-restoran lain milik mereka, posisi lead chef masih dijalankan oleh laki-laki. Alasannya, koki laki-laki masih belum bisa menghormati perempuan sebagai pemimpin mereka.
Karena itulah, jalan tengah pun diambil; seluruh pegawai mereka harus perempuan.
“Mereka (koki laki-laki) tidak akan hormat dan patuh bila pemimpinnya adalah seorang perempuan. Mereka memang akan bilang 'siap, bu' tapi tak akan benar-benar menatap matamu dan mematuhinya," kata Harumi.
ADVERTISEMENT
"Sulit untuk merubah pola pikir tersebut dalam waktu singkat. Karena hal tersebut tak dipandang sebagai sebuah diskriminasi, melainkan sesuatu yang alami,"
Menu makanan dengan gaya kaiseki dipilih untuk menunjukkan kemampuan, orientasi detail dan profesionalisme yang juga dimiliki koki perempuan. Apalagi, kaiseki dikenal sebagai salah satu metode penyajian hidangan paling menantang di Jepang.
Para koki tak hanya mempelajari masakan Jepang saja, namun juga Prancis, lengkap dengan seni upacara minum teh. Bahkan, ilmu yang mereka pelajari tak hanya tentang makanan dan minuman, tapi juga meliputi haiku, kaligrafi, penataan bunga, serta bahasa Inggris.
Untuk menciptakan ikatan yang erat, seluruh koki dalam tim tinggal bersama di semacam asrama sekolah masak, dan tiap minggunya akan mengadakan kunjungan budaya ke pertunjukan balet, opera, dan museum.
ADVERTISEMENT
Tak heran, kehangatan dari tim di balik sajian Tsurutokame ikut dirasakan oleh para pengunjung. Banyak yang bilang, berkunjung ke restoran itu sama rasanya seperti mengunjungi rumah teman untuk makan bersama.
Pelayanan, makanan, dan presentasi yang begitu memukau membuat Tsurutokame mampu menyaingi restoran-restoran ternama lainnya di Jepang, yang dipimpin oleh koki laki-laki.
Lebih dari sekadar bisnis, Tsurutokame adalah sebuah wadah bagi koki perempuan berbakat sekaligus inspirasi bagi perempuan di luar sana yang ingin meraih mimpi, serta mendorong mereka untuk menghargai nilai-nilai yang dimiliki.
Memang sudah seharusnya, stigma yang melekat di masyarakat tak lagi jadi penghalang perempuan untuk mengejar impian.
Happy International Women's Day!