5 Selebriti Keturunan Pahlawan Indonesia

18 Agustus 2017 17:21 WIB
Artis keturunan pahlawan. (Foto: Munady dan Instagram/@maiaestiantyreal)
zoom-in-whitePerbesar
Artis keturunan pahlawan. (Foto: Munady dan Instagram/@maiaestiantyreal)
ADVERTISEMENT
Suasana Hari Kemerdekaan Republik Indonesia langsung mengingatkan kita akan perjuangan para pahlawan. Mereka bahkan rela meregang nyawa demi membuat Indonesia merdeka dari penjajah.
ADVERTISEMENT
Tahukah kamu, sejumlah Pahlawan Nasional memiliki keturunan yang menyandang status sebagai selebriti. Berikut ini beberapa di antaranya:
1. Maia Estianty (keturunan pahlawan Tjokroaminoto)
Musisi, Maia Estianty. (Foto: Instagram @maiaestiantyreal)
zoom-in-whitePerbesar
Musisi, Maia Estianty. (Foto: Instagram @maiaestiantyreal)
Penyanyi Maia Estianty rupanya memiliki darah keturunan pahlawan nasional, Raden Hadji Oemar Said (HOS) Tjokroaminoto. Maia merupakan cicit dari pahlawan yang juga merupakan pendiri organisasi Serikat Islam (SI).
Tjokroaminoto merupakan salah satu pelopor pergerakan di Indonesia dan sebagai guru para pemimpin-pemimpin besar di Indonesia. Rumahnya juga sempat dijadikan tempat menginap para pemimpin besar untuk menimbah ilmu padanya, yaitu Semaoen, Alimin, Muso, Soekarno, Kartosuwiryo, bahkan Tan Malaka pernah berguru padanya.
Salah satu trilogi darinya yang terkenal yaitu Setinggi-tinggi ilmu, semurni-murni tauhid, sepintar-pintar siasat. Itu merupakan gambaran suasana perjuangan Indonesia kala itu, yang memerlukan tiga kemampuan pada seorang pejuang kemerdekaan.
ADVERTISEMENT
Dari sekian banyak murid yang berguru, Tjokroaminoto dibuat kagum dengan Soekarno. Ia menikahkan Soekarno dengan putri sulungnya bernama Siti Oetari.
Maia juga beberapa waktu lalu memberikan pengakuan bahwa neneknya yang merupakan putri sulung Tjokroaminoto, merupakan istri pertama Presiden RI, Soekarno. Fakta tersebut diunggah Maia melalui akun Instagramnya.
"My grandmother, Oetari Tjokroaminoto, was the first wife of the first president of Republic Indonesia, Soekarno.... Nenek saya ini, Oetari Tjokroaminoto adalah istri pertama Presiden RI yg pertama, Soekarno. #maiaestianty #diarymaia #soekarno #istrisoekarno," tulis Maia pada keterangan foto yang diunggahnya.
2. Karina Salim (keturunan pahlawan Agus Salim)
Karina Salim (Foto: Munady/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Karina Salim (Foto: Munady/kumparan)
Selain Maia, pemain film, penyanyi, sekaligus balerina, Karina Salim, rupanya juga memiliki darah pahlawan. Karina merupakan cicit dari salah satu tokoh nasional H Agus Salim. Agus Salim merupakan Menteri Muda Luar Negeri Kabinet Sjahrir II 1946 dan Kabinet III 1947.
ADVERTISEMENT
Agus Salim merupakan anak dari pasangan Soetan Salim gelar Soetan Mohamad Salim dan Siti Zainab. Sejak kecil, pendidikan sangat diperhatikan kedua orangtuanya.
Pendidikan sekolah dasar Agus Salim ditempatkan di Europeesche Lagere School (ELS), sekolah khusus anak-anak Eropa. Ia kemudian melanjutkan pendidikan ke Hoogere Burgerschool (HBS) di Batavia. Ketika lulus, ia berhasil menjadi lulusan terbaik di HBS se-Hindia Belanda.
Setelah lulus, Salim bekerja sebagai penerjemah dan pembantu notaris pada sebuah kongsi pertambangan di Indragiri. Kemudia Salim berangkat ke Jeddah, Arab Saudi untuk bekerja di Konsulat Belanda di sana Pada 1906.
Di usianya yang masih muda, Salim memiliki kemampuan tujuh bahasa asing yakni Arab, Belanda, Inggris, Turki, Prancis, Jepang, dan Jerman. Hal itulah yang membuat dirinya menduduki jabatan sebagai Menteri Muda Luar Negeri Kabinet Sjahrir II 1946 dan Kabinet III 1947.
ADVERTISEMENT
Salim juga merupakan diplomat pertama Indonesia yang berhasil memperjuangkan pengakuan kemerdekaan Indonesia di Mesir.
Kemudian Salim terjun ke dunia jurnalistik sejak 1915 di Harian Neratja sebagai Redaktur II. Setelah itu diangkat menjadi Ketua Redaksi. Pada 1952, ia menjabat Ketua di Dewan Kehormatan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Biarpun pertanyaan tajam dan kritikannya pedas, namun Agus Salim dikenal masih menghormati batas-batas dan menjunjung tinggi Kode Etik Jurnalistik.
Selain merupakan cicit dari pahlawan nasional, pemain film 'Salawaku' ini juga merupakan sepupu dari Prof. Dr. Emil Salim, pakar ekonomi dan menteri kabinet di era Soeharto.
Pada saat ditemui beberapa waktu lalu, Karina mengaku sudah diajarkan semangat nasionalisme dan cinta Tanah Air sejak dirinya masih kecil.
ADVERTISEMENT
"Secara enggak langsung sih iya (diajarkan semangat nasionalisme). Mungkin karena dengan titipan itu juga (keturunan pahlawan)," ucap Karina saat ditemui di Kawasan MH Thamrin, Jakarta Pusat, baru-baru ini.
Pelantun lagu 'Dalam Hati Saja' itu juga tentunya merasa bangga, karena memiliki keturunan pahlawan yang turut andil dalam memerdekakan bangsa Indonesia.
"Aku bersyukur dan masih memiliki keturunan pahlawan jadi aku punya tanggung jawab untuk generasi muda, untuk mengingat sejarah dan tak melupakan negara," tandasnya.
3. Asri Welas (keturunan pahlawan Diponegoro)
Asri Welas. (Foto: D.N Mustika Sari/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Asri Welas. (Foto: D.N Mustika Sari/kumparan)
Presenter sekaligus pemain film Asri Welas juga memiliki darah seorang pahlawan. Asri merupakan anak dari pasangan Nurhayati dan R. Djauhari Effendi.
Kakek buyut pemain film 'Cek Toko Sebelah' itu adalah Pangeran Diponegoro, pemimpin Perang Diponegoro saat melawan Hindia Belanda. Pada saat perang tersebut tercatat sebagai peristiwa dengan korban paling besar dalam sejarah Indonesia.
ADVERTISEMENT
Pangeran Diponegoro merupakan putra sulung dari Sultan Hamengkubuwana III, raja ketiga di Kesultanan Yogyakarta.
Perang Diponegoro berawal ketika pihak Belanda memasang tiang pembatas di tanah milik Diponegoro di desa Tegalrejo. Kala itu, ia sudah kesal dengan kelakuan Belanda yang tidak menghargai adat istiadat setempat dan sangat mengeksploitasi rakyat dengan pembebanan pajak.
Saat itu, Diponegoro menyatakan bahwa perlawanannya adalah 'perang sabil', perlawanan menghadapi kaum kafir. Semangat 'perang sabil' yang dikobarkan Diponegoro membawa pengaruh luas hingga ke wilayah Pacitan dan Kedu.
Perang Diponegoro merupakan perang terbuka dengan pengerahan pasukan-pasukan infanteri, kavaleri, dan artileri di kedua belah pihak berlangsung dengan sengit. Front pertempuran terjadi di puluhan kota dan desa di seluruh Jawa.
ADVERTISEMENT
Pertempuran berlangsung sedemikian sengitnya, sehingga bila suatu wilayah dapat dikuasai pasukan Belanda pada siang hari, maka malam harinya wilayah itu sudah direbut kembali oleh pasukan pribumi dan begitu pula sebaliknya. Jalur-jalur logistik dibangun dari satu wilayah ke wilayah lain untuk menyokong keperluan perang.
Kemudian Pangeran Diponegoro dan Kolonel Cleerens bertemu di Remo Kamal. Cleerens mengusulkan agar Kangjeng Pangeran dan pengikutnya berdiam diri di Menoreh, sambil menunggu kedatangan Letnan Gubernur Jenderal Markus de Kock dari Batavia.
Lantaran menolak untuk berdamai, Pangerang Diponegoro ditangkap dan diasingkan ke Ungaran, kemudian dibawa ke Gedung Karesidenan Semarang, dan langsung ke Batavia.
Sesampainya di Batavia, Pangerang Diponegoro dibawa ke Manado, kemudian ditawan di benteng Amsterdam dan dipindahkan ke benteng Rotterdam di Makassar, Sulawesi Selatan. Lalu pada 8 Januari 1855, Diponegoro wafat dan dimakamkan di Makassar.
ADVERTISEMENT
4. Dian Sastrowardoyo (keturunan pahlawan Sunario Sastrowardoyo)
Dian Sastro usai nobar film Kartini. (Foto: D.N Mustika Sari/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Dian Sastro usai nobar film Kartini. (Foto: D.N Mustika Sari/kumparan)
Nama aktris Dian Sastrowardoyo tentu sudah tidak asing lagi di dengar masyarakat. Apalagi sejak akting dalam film 'Ada Apa Dengan Cinta', namanya kian melambung tinggi.
Namun, tahukah kamu? Dian juga memiliki darah pahlawan di dalam dirinya. Dian merupakan putri pasangan Ariawan Rusdianto Sastrowardoyo dan Dewi Parwati Setyorini.
Rupanya mendiang ayah Dian merupakan masih keturunan pahlawan nasional yang bernama Prof. Mr. Sunario Sastrowardoyo. Sunario merupakan tokoh pemuda yang melahirkan Sumpah Pemuda. Dalam Kongres Pemuda II tahun 1928, Sunario menjadi pembicara dengan makalah 'Pergerakan Pemuda dan Persatuan Indonesia'.
Sunario merupakan satu-satunya tokoh yang berperan aktif dalam dua peristiwa yang menjadi tonggak sejarah nasional Manifesto 1925 dan Konggres Pemuda II. Ketika Manifesto Politik itu dicetuskan Ia menjadi Pengurus Perhimpunan Indonesia bersama Hatta.
ADVERTISEMENT
Sunario menjadi Sekretaris II, Hatta bendahara I. Akhir Desember 1925, ia meraih gelar Meester in de rechten, lalu pulang ke Indonesia. Aktif sebagai pengacara, ia membela para aktivis pergerakan yang berurusan dengan polisi Hindia Belanda.
Tokoh kelahiran Madiun, Jawa Timur, 28 Agustus 1902 itu menjabat sebagai Menteri Luar Negeri pada periode 1953-1955. Ia juga diutus menjadi Ketua Delegasi RI dalam Konferensi Asia Afrika di Bandung pada 1955. Ketika menjadi Menlu, Sunario juga menandatangani Perjanjian tentang Dwi kewarganegaraan etnis Cina dengan Chou En Lai.
5. Nia Dinata (keturunan pahlawan Otto Iskandar Dinata)
Nia Dinata (Foto: Prabarini Kartika/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Nia Dinata (Foto: Prabarini Kartika/kumparan)
Sutradara dengan nama lengkap Nurkumiati Aisyah Dewi ini merupakan anak dari Dicky Iskandar Dinata, sekaligus cucu dari pahlawan nasional, Raden Otto Iskandar Dinata.
ADVERTISEMENT
Otto Iskandar Dinata kala itu dikenal dengan julukan si Jalak Harupat. Julukan nama tersebut diambil dari sejenis ayam jantan dalam Bahasa Sunda. Ayam tersebut dimitoskan sebagai ayam yang kuat, pemberani, nyaring saat berkokok. Karakter kuat dan pemberani itu pula yang dimiliki Otto pada massa kemerdekaan.
Kemudian berdirinya Paguyuban Pasundan menjadikan suatu manifestasi dari kelahiran kembali pribadi pemuda-pemuda Sunda dan orang-orang Sunda pada umumnya. Tujuan semula organisasi ini untuk memajukan kehidupan orang-orang Sunda khususnya dan untuk masyarakat Indonesia pada umumnya.
Lalu pada 1928, Oto masuk menjadi anggota Paguyuban Pasundan cabang Jakarta dan langsung menjadi Sekretaris Pengurus Besar organisasi tersebut. Keputusan tersebut diambil setelah Oto pindah ke Jakarta dan menjadi guru HIS Muhammadiyah.
ADVERTISEMENT
Pada Desember 1929 dalam suatu pemilihan pengurus pusat Paguyuban Pasundan di Bandung Oto terpilih menjadi Ketua Pengurus Besar Paguyuban Pasundan. Jabatan tersebut dipegangnya sampai tahun 1945.
Otto juga menjadi anggota Volksraad ('Dewan Rakyat', semacam DPR) yang dibentuk pada masa Hindia Belanda untuk periode 1930-1941. Ia kemudian menjadi anggota BPUPKI dan PPKI yang dibentuk oleh pemerintah pendudukan Jepang sebagai lembaga-lembaga yang membantu persiapan kemerdekaan Indonesia.
Setelah proklamasi kemerdekaan, Otto menjabat sebagai Menteri Negara pada kabinet yang pertama Republik Indonesia tahun 1945. Ia bertugas mempersiapkan terbentuknya Badan Keamanan Rakyat (BKR) dari laskar-laskar rakyat yang tersebar di seluruh Indonesia.
Dalam melaksanakan tugasnya, Otto dinilai telah menimbulkan ketidakpuasan pada salah satu laskar tersebut. Ia menjadi korban penculikan sekelompok orang yang bernama Laskar Hitam, hingga kemudian hilang dan diperkirakan terbunuh di daerah Banten.
ADVERTISEMENT