Ki Ageng Selo, Sang Penangkap Petir yang Menjadi Inspirasi Gundala

3 Agustus 2019 10:37 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi petir. Foto: NTARA FOTO/Iggoy el Fitra/ama.
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi petir. Foto: NTARA FOTO/Iggoy el Fitra/ama.
ADVERTISEMENT
Film Gundala besutan Joko Anwar sudah merilis trailernya di YouTube. Dalam 7 hari, trailer film super hero Indonesia ini telah berhasil menembus 3 juta penonton. Rencananya film Gundala akan tayang pada 29 Agustus 2019.
ADVERTISEMENT
Nama Gundala berasal dari kata "gundolo" yang berarti petir. Sesuai dengan namanya, Gundala merupakan karakter komik karya Harya Suraminata yang memiliki berbagai kekuatan super diantaranya pukulan petir.
Kekuatan petir yang dimiliki Gundala ini terinspirasi dari karomah Ki Ageng Selo, seorang pujangga kuno asal Jawa yang konon memiliki kemampuan menangkap petir dengan tangannya. Legenda ini kemudian turun temurun diceritakan di lingkungan masyarakat Jawa.
Kekuatan Super Gandala. Foto: Putri Arifira/ kumparan.
Saking masyhurnya nama Ki Ageng Selo di telinga keturunan Jawa, hingga hari ini apabila ada petir yang akan menyambar, mereka berteriak, “Gandrik! Aku Putune Ki Ageng Selo” (“Gandrik, aku cucu Ki Ageng Selo”).
Selain menjadi legenda yang dituturkan dari generasi ke generasi, cerita legenda Ki Ageng Selo juga sudah diadaptasi ke dalam film layar lebar yang berjudul Petualangan Menangkap Petir. Film yang di sutradarai oleh Kuntz Agus tayang pada tahun 2018 lalu.
ADVERTISEMENT
Melihat nama Ki Ageng Selo yang masih beragung hingga kini, kumparan akan mengajak kamu untuk mengenal lebih jauh sosok sakti, sang penangkap petir ini.

Hikayat Ki Ageng Selo

Ki Ageng Solo diperkirakan lahir pada akhir abad ke-15 atau awal ke-16. Berdasarkan buku Pepali Ki Ageng Selo (1957) yang diterjemahkan R.M Soetardi Soeryohoedoyo. Ki Ageng Selo merupakan cucu Raja Majapahit terakhir. Dia juga adalah moyang Panembahan Senapati, pendiri Kerajaan Mataram Islam.
Selo hidup pada masa berdirinya Kerajaan Demak. Saat beranjak dewasa, dia berkeinginan menjadi prajurit. Dalam hal ini, anggota Korps Prajurit Tamtama (Pasukan Penggempur) Kerajaan Demak.
Namun, cita-citanya pun harus pupus. Selo tidak lulus tes mengalahkan banteng. Dia diduga takut melihat darah sehingga memalingkan muka saat pertarungan berlangsung.
Ilustrasi Ki Ageng Selo. Foto: Wikipedia
Malu, Ki Ageng Selo kemudian berupaya menciptakan kesibukan sendiri. Ia mengasingkan diri, angkat kaki dari desa asalnya dan pergi ke arah Tawangharjo, Kabupaten Purwodadi.
ADVERTISEMENT
Ki Ageng Selo kemudian memperdalam ilmu agama, belajar filsafat, dan ilmu hidup. Ia menanamkan pengaruh kepada masyarakat lewat syair yang ditulis sebagai Pepali. Pepali ini kemudian diwariskan kepada keturunannya sebagai kitab yang berisikan didikan kesusilaan, kebatinan dan keagamaan.
Selain itu, filsafat hidup yang diajarkan Ki Ageng Selo merupakan perpaduan dari unsur-unsur keagamaan Islam dan Hindu. Pengaruh yang disebarkan sang filsuf ini mampu manjadikan desa yang ia tempati dinamai desa Selo.
Pengembaraannya berbuah manis. Ki Ageng Selo pada akhirnya berhasil mendirikan kerajaannya. Meski tidak diraih oleh tangannya sendiri, tapi melalui cicitnya Sutawijaya, cicitnya berhasil mendirikan kerajaan yang dinamakan Kerajaan Mataram Islam.
ADVERTISEMENT

Legenda Menangkap Petir

Kisah Ki Ageng Selo yang bisa menangkap petir tentunya tanpa bukti. Meski begitu, sebagian masyarakat tetap percaya. Itu karena, kisah tersebut selaras dengan ukiran pintu Masjid Agung Demak. Pintu yang diberi nama Bledeg.
Ukiran bergambar naga yang berada di pintu Bledeg merupakan perwujudan petir yang pernah dipersembakan Ki Ageng Solo kepada Kerajaan Demak pada zaman Sultan Trenggono. Namun, ada juga yang menyatakan bahwa kesaktian Ki Ageng Selo menangkap petir hanya berupa metafora semata.
Masjid Agung Demak. Foto: Wikipedia
Meski cerita Ki Ageng Selo dikategorikan sebagai sebuah legenda, ketenaran namanya masih terdengar hingga hari ini. Situs makam Ki Ageng Selo yang terletak di belakang Masjid Ageng Selo kecamatan Tawangharjo, Kabupaten Grobongan, Jawa Tengah masih ramai dikunjungi peziarah.
ADVERTISEMENT