Membandingkan Kritik Sosial Lagu Superman Is Dead dan Efek Rumah Kaca

12 Desember 2017 16:33 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Superman Is Dead dan Efek Rumah Kaca (Foto: supermanisdead.net/efekrumahkaca.net)
zoom-in-whitePerbesar
Superman Is Dead dan Efek Rumah Kaca (Foto: supermanisdead.net/efekrumahkaca.net)
ADVERTISEMENT
Superman is Dead (SID) adalah band punk rock Indonesia yang berdiri pada tahun 1995 dan hingga kini masih digawangi oleh Bobby (vokal, gitar), Eka (vokal, bass), dan JRX (drum, vokal). Lewat lagu-lagunya, SID terkesan 'memberontak' dan berusaha mengkritisi berbagai isu sosial yang berkembang di masyarakat dari era 90-an hingga saat ini.
ADVERTISEMENT
Serupa tapi tak sama, Efek Rumah Kaca (ERK), band yang berdiri pada tahun 2001 dengan komposisi awal Cholil (gitar, vokal), Akbar (drum) dan Adrian (bass), juga rajin menyentil isu sosial yang terjadi di Indonesia, namun dengan gaya musik indie pop yang sangat berbeda dari punk rock milik SID yang cadas.
kumparan (kumparan.com) akan membandingkan bagaimana Superman Is Dead dan Efek Rumah Kaca, namun bukan dari segi musikalitas, melainkan dari cara masing-masing band mengkritisi isu sosial yang berkembang di Indonesia.
Superman Is Dead dan trend anak Punk
Karena Superman Is Dead berdiri di tahun 1995, di awal kariernya band ini sering kali memberi kritik sosial mengenai trend yang berkembang di era '90-an dan 2000-an awal. Salah satu lagu yang paling mengkritik trend era 90an dan 2000an awal adalah lagu ‘Punk Hari Ini’ dari album ‘Kuta Rock City’.
ADVERTISEMENT
“Kubenci semua yang tak pasti Rambut spikey dibilang funky Mall dipenuhi lambang anarki Yang akhirnya hilang tak berarti”
Lewat diksi yang berani, Superman Is Dead menyampaikan kekesalan mereka pada anak muda yang kala itu menjadikan punk sebagai satu objek fashion semata. Padahal bagi SID, punk adalah sebuah wadah di mana orang-orang bisa memberontak dan mengkritik kebijakan pemerintah yang tidak adil dan bukan sekedar trend yang sewaktu-waktu bisa hilang.
Efek Rumah Kaca dan trend kaum milenial
Efek Rumah Kaca (ERK) yang mengusung genre indie pop tak jarang melakukan kritik sosial, terutama terhadap isu-isu yang berkembang di kalangan milenial. Salah satu lagu yang mengkritisi trend anak muda ini adalah lagu ‘Kenakalan Remaja Di Era Informatika’ yang diambil dari album ‘’Kamar Gelap’.
ADVERTISEMENT
“Rekam dan memamerkan badan dan yang lainnya Mungkin hanya untuk kenangan Ketika birahi yang juara Etika menguap entah kemana”
Dari lirik itu, tesirat jelas ERK merasa risih dengan perkembangan teknologi dan media sosial yang justru membuat anak-anak muda Indonesia kini semakin berani mempertonton hal-hal yang tidak etis. Lagu ini juga menunjukkan bagaimana anak muda di era milenial kini telah tercemar oleh pornografi yang tersebar dengan mudah.
Superman Is Dead dan Gerakan Bali Tolak Reklamasi
Saat ini Superman Is Dead sudah berusia 22 tahun. Mereka kini disibukkan dan aktif dalam kegiatan BTR yang menolak adanya reklamasi di pulau dewata Bali. Beberapa lagu yang terdapat di album terbaru mereka ‘Sunset Di Tanah Anarki’ banyak memberi gambaran tentang perjuangam SID melawan reklamasi di Bali.
ADVERTISEMENT
Dari judul albumnya saja terlihat kalau SID ingin menekankan kalau Bali terkenal dengan pemandangan sunset-nya yang indah. Namun sayang, reklamasi dinilai mereka mengubah pulau yang indah itu menjadi tempat yang berbahaya dan penuh anarki.
Efek Rumah Kaca dan Gerakan Menolak Lupa Alm. Munir
Meski tumbuh di era milenial, Efek Rumah Kaca bukanlah band yang melupakan sejarah. Lewat salah satu lagu yang berjudul ‘Di Udara’, Efek Rumah Kaca ingin para penggemarnya mengenang kembali Alm. Munir, aktivis sosial yang mati tragis dengan cara diracun karena berusaha menegakkan hak asasi manusia di Indonesia.
Judul lagu tersebut diilhami dari tempat kejadian perkara kematian Munir yang terjadi di dalam pesawat yang tengah terbang membawanya dari Jakarta ke Amsterdam pada 7 September 2004.
ADVERTISEMENT
Efek Rumah Kaca dan Superman Is Dead Membahas Industri Musik
Karena Superman Is Dead sering mengangkat isu-isu sensitif, beberapa tahun belakangan ini mereka agak sulit untuk tampil di berbagai tempat di Indonesia. Para penyelenggara tidak mau ambil risiko jika sewaktu-waktu Superman Is Dead mengangkat isu Bali Tolak Reklamasi saat sedang tampil di atas panggung.
Karena itu, terciptalah lagu ‘Belati Tuhan’ dari album ‘Sunset Di Tanah Anarki’. Lewat lagu ini, Superman Is Dead ingin menyampaikan pesan ke masyarakat bahwa mereka memang band yang tidak akan tinggal diam melihat ketidakadilan di tanah air dan mereka menekankan bahwa mereka tidak takut jika suatu saat disingkirkan dan dibuang dari industri musik Indonesia.
“Gerinda tirani libas persepsi Lukisan hidup berkanvas hitam Vandalis sejati dan malaikatnya Yang mati tertikam belati Tuhan”
ADVERTISEMENT
Superman Is Dead menggambarkan dirinya sebagai seorang vandalis yang suka merusak dan industri musik Indonesia digambarkan seperti belati Tuhan yang selalu berusaha mengekang idealisme para musisi.
Tidak jauh berbeda dari Superman Is Dead yang menjadi musuh bagi industri musik Indonedia, Efek Rumah Kaca juga akhirnya memilih jalur independen agar tetap bisa menyuarakan kritik-kritik sosial di Indonesia.
Tidak mau takut tidak laku, lewat lagu ‘Biru’ dari album ‘Sinestesia’, Efek Rumah Kaca ingin menekankan bahwa mereka bisa menciptakan pasar musik sendiri dan tidak perlu bantuan dari industri musik Indonesia.
“Pasar bisa diciptakan”
Lirik itu terus diputar ulang di lagu ‘Biru’ dan menjadi tanda bahwa Efek Rumah Kaca benar-benar berani melawan industri dan tidak takut karya idealisnya tidak laku di pasaran.
ADVERTISEMENT