Novel #CrazyRichSurabayan Tak Angkat soal Kemewahan

2 November 2018 8:25 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Coming Soon Film #CrazyRichSurabayan (Foto: Ist. Falcon Pictures)
zoom-in-whitePerbesar
Coming Soon Film #CrazyRichSurabayan (Foto: Ist. Falcon Pictures)
ADVERTISEMENT
Tagar #CrazyRichSurabayan sempat menjadi viral di media sosial. Tagar yang muncul sebagai versi plesetan dari film ‘Crazy Rich Asian’ itu, diunggah oleh Judith Tirza ke akun Twitter pribadinya, @btari_durga.
ADVERTISEMENT
Setelah mendapat banyak respons dari masyarakat, cerita singkat itu akan diangkat ke dalam novel. Saat ditemui di kantor Falcon Pictures, kawasan Duren Tiga, Jakarta Selatan, sebagai penulis, Judith bercerita tentang novel tersebut.
Jika sebelumnya cuitan yang diunggah Judith menampilkan tingkah laku orang-orang kaya yang pernah disaksikan olehnya ketika masih menjadi guru TK. Namun, dia mengungkapkan bahwa novel yang ditulisnya itu tidak akan mengangkat tentang kemewahan.
Judith menceritakan bahwa dirinya pernah menjadi seorang guru di salah satu TK yang berlokasi di Surabaya, selama 13 tahun. Selama itu, dia merasa bahwa murid-muridnya telah banyak memberikan pelajaran bagi dirinya.
Judith Tirza (Foto: Munady Widjaja/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Judith Tirza (Foto: Munady Widjaja/kumparan)
“Saya belajar, yang guru itu bukan saya, tapi mereka, gitu. Sebenarnya itu yang akan saya tulis di novelnya sendiri. Jadi, bukan tentang betapa kayanya keluarga mereka, enggak. Tapi, tentang betapa kayanya value yang mereka ajarkan ke saya,” ujar Judith pada Kamis (1/11).
ADVERTISEMENT
Judith menegaskan bahwa apa yang pernah dia unggah ke Twitter, tidak akan ada sangkut pautnya dengan novel yang ditulisnya itu. “Yang di Twitter kan saya cuma ngomongin hype ‘Crazy Rich Asian’,” katanya.
Rencananya, novel tersebut akan terdiri dari 20 bab. Setiap bab yang ditulis oleh perempuan yang kini berprofesi sebagai copywriter itu, akan dia dedikasikan untuk murid-muridnya.
“Setiap bab saya dedikasikan ke satu anak. Ada satu bab yang mungkin dua sampai tiga anak. Dibuat nih bab 1, misalnya Max. Si Max ini apa sih yang Max ajarin ke saya, dan bagaimana ia ngajarin itu ke saya,” ucap Judith.
Karena novel tersebut membahas tentang anak-anak, maka akan ada sedikit komedi di dalamnya dan akan membuat pembaca merasa haru. Judith menulis novel itu sebagai rasa terima kasih untuk murid-muridnya. Sampai saat ini, proses pengerjaannya sudah mencapai 80 persen.
ADVERTISEMENT
“Karena caranya mereka ngajarin itu nampar banget ya, namanya bocah. Kalau ngomong kan suka-suka dia saja gitu, enggak mikir apa-apa, namanya juga anak kecil,” tuturnya.
Lantas, cerita seperti apa yang pernah didapat oleh Judith ketika menjadi guru TK?
“Ada worksheet yang ‘Ceritakan cerita ini dengan bahasamu sendiri’. Pelajaran bahasa Indonesia, benaran murid saya bikin pakai bahasanya sendiri, 'xwwwwjjj'. Terus, saya kayak yang (heran) dan murid saya, 'Lah, katanya pakai bahasa saya sendiri'. Iya juga, berarti salah saya,” pungkas Judith.