Roro Fitria Pertanyakan Barang Bukti dan Pasal Tuntutan Jaksa

17 Oktober 2018 22:13 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Roro Fitria di PN Jaksel (Foto: Garin Gustavian/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Roro Fitria di PN Jaksel (Foto: Garin Gustavian/kumparan)
ADVERTISEMENT
Pemain film Roro Fitria masih mempertanyakan soal barang bukti hingga pasal yang digunakan jaksa untuk menuntut dirinya. Hal itu diungkapkan kuasa hukum Roro, Asgar Sjarfi, saat mendampingi kliennya menjalani sidang lanjutan dengan agenda duplik di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (17/10).
ADVERTISEMENT
"Kami dari penasehat hukum terdakwa, berpendapat bahwa apa yang didakwakan Pasal 114 ayat 1, Pasal 112 ayat 1, tentang narkotika pada diri terdakwa tidak dapat dibuktikan secara sah dan meyakinkan menurut hukum. Dan kami penasehat hukum terdakwa berpendapat Pasal 127 ayat 1 (a) yang tepat untuk terdakwa," ucap Asgar, Rabu (17/10).
Asgar juga mengatakan bahwa Roro Fitria memesan narkotika jenis sabu untuk dikonsumsi bersama dengan Wawan Hartawan yang juga menjadi terdakwa dalam kasus yang sama. Sehingga, pihaknya meminta agar kliennya direhabilitasi.
"Hal itu dikeluarkan oleh keterangan para saksi. Oleh karena itu, terdakwa sudah patut diklarifikasi sebagai pecandu narkotika. Dengan demikian, sudah sepatutnya terdakwa diobati atau direhabilitasi," ungkap Asgar.
Roro Fitria di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. (Foto: Aria Pradana/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Roro Fitria di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. (Foto: Aria Pradana/kumparan)
Mengacu pada Pasal 24 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009, Asgar menyebutkan bahwa pecandu narkotika dan korban penyalahguna narkotika wajib menjalani rehabilitasi sosial.
ADVERTISEMENT
Sehingga, Asgar berharap hakim yang memeriksa perkara pecandu narkotika dapat memutus untuk memberitakan, mempersangkutkan, menjalani pengobatan, dan perawatan rehabilitasi, jika pecandu narkotika tersebut terbukti bersalah melakukan tindak pidana Narkotika.
Selanjutnya, berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 tahun 2010 tentang penempatan penyalahgunaan dari pencandu narkotika adalah ke lembaga rehabilitasi medis.
Dalam peraturan bersama dari beberapa pemangku kebijakan menyebutkan bahwa, para pecandu narkotika dan korban penyalahguna narkotika sebagai tersangka atau terdakwa yang merangkap pengedar ditangkap di dalam rumah, yang bersangkutan dapat memperoleh medis dan rehabilitasi sosial.
Roro Fitria di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. (Foto: Aria Pradana/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Roro Fitria di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. (Foto: Aria Pradana/kumparan)
Menurut Asgar, meskipun Pasal 127 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tidak dilakukan pada diri terdakwa, namun sesuai dengan yurisprudensi Mahkamah Agung nomor 675, apabila delik yang terbukti di persidangan adalah delik yang lebih ringan sifatnya dari delik yang didakwakan, maka walaupun delik yang lebih ringan tidak didakwakan, terdakwa tetap dipersalahkan atas delik tersebut. Terdakwa juga dipidana atas delik yang lebih ringan dalam hal ini adalah Pasal 127 ayat 1 huruf a.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, usai sidang Asgar mengatakan bahwa dalam sidang tersebut ia mempertanyakan kepada Jaksa Penuntut Umum terkait peredaran gelap narkotika.
"Jadi walaupun jaksa tidak menyebutkan itu peredaran gelap tapi unsurnya masuk kepada peredaran gelap, karena mereka dianggap sebagai pengedar berdua," katanya.
"Padahal kita lihat fakta persidangan yang ada bahwa mereka sebagai penyalahguna, sebagai pecandu narkotika, dan sampai detik ini pun belum ada satu unsur pun yang mengatakan sebagai pengedar," jelas Asgar.
Roro Fitria tiba di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. (Foto: Aria Pradana/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Roro Fitria tiba di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. (Foto: Aria Pradana/kumparan)
Asgar juga mengaku bahwa sipil yang ia bacakan sesuai dengan fakta yang ada di lapangan. Namun, yang masih menjadi pertanyaan ialah terkait dengan jumlah barang bukti yang diamankan pada saat penangkapan.
"Ketika barang dijumlahkan bungkus rokok dan plastik semuanya itu dijumlahkan menjadi 2,4 gram. Padahal nettonya adalah 1,5 gram untuk pemakaian menjadi 0,7 gram. Jadi sengaja dikriminalkan agar mereka menjadi pengedar, jadi dianggap 2 (gram) lebih, padahal itu bungkus rokok, bungkus rokok kan kita tahu itu bukan bagian dari narkotika, tapi ikut dijumlah," terangnya.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, terkait dengan dua orang yang diduga sebagai pemasok narkotika terhadap kliennya, yakni Nila Asiani dan Yonik masih belum ada progress dari para aparat penegak hukum.
"Pengembangan belum ada, pengejaran belum ada. Terakhir kita bicara belum ada, mereka dianggap mereka berdua adalah pembeli dan penjual, itu yang menyebabkan secara sempit peredaran gelap," tutur Asgar.
"Secara logika, secara analisa, semua yang orang awam pun dapat melihat bahwa mereka (Roro Fitria dan Wawan Hartawan) adalah penyalahguna narkotika, sebagai pecandu narkotika, bukan sebagai penjual (narkotika)," pungkas Asgar.
Sehingga, sidang yang beragendakan putusan pada Kamis (18/10) besok, ia berharap agar Roro Fitria dapat mendapatkan pengobatan dan perawatan dengan menjalani rehabilitasi di panti rehabilitasi medis yang disediakan oleh negara.
ADVERTISEMENT