5 Mitos yang Masih Dipercaya ketika Ayah Berteriak pada Anak

14 September 2019 17:13 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi ayah berteriak pada anak. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi ayah berteriak pada anak. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Beberapa orang tua, terutama para ayah, percaya dengan berperilaku keras terhadap anak maka bisa mendisiplinkan mereka. Sehingga si kecil bisa menjadi anak yang penurut dan mendengarkan orang tua. Tidak heran, ayah menjadi terobsesi untuk melakukan teriakan dan bentakan.
ADVERTISEMENT
Padahal, bisa jadi hasilnya tidak seperti yang diharapkan. Justru anak tumbuh jadi pemberontak misalnya. Dilansir dari Fatherly, berikut adalah mitos-mitos seputar berteriak pada anak:
Mempengaruhi Mentalnya saat Dewasa Nanti
"Ini bergantung pada temperamen anaknya," kata Dr. Kyle Pruett, psikiater anak dari Partnership Parenting. Menurutnya, bisa mengingat momen itu cukup lama pada anak-anak yang pemalu. Tapi tidak dengan anak yang supel.
Ia menambahkan, anggapan bahwa berteriak pada anak bisa berpengaruh hingga jangka panjang adalah pandangan narsistik orang tua. Karena ada pula faktor lain yang juga memengaruhi (mental), seperti perkembangan saraf mereka. Tapi tak ada salahnya untuk memberi semua stimulasi yang baik dan berhenti berteriak pada anak mulai sekarang, sebab otaknya masih dalam proses berkembang hingga usia 20 tahunan.
Ilustrasi Ayah Marah pada Anak Foto: Shutterstock
Sebagai Tanda Ayah Marah
ADVERTISEMENT
Apakah berteriak satu-satunya sebagai tanda seorang ayah sedang marah pada anak? Ternyata manusia memiliki banyak indikator non verbal untuk menunjukkan kemarahan. Contohnya seperti mimik wajah seperti alis yang berkerut, mata menyipit, kulit kemerahan, adanya garis kerutan, dan mulut menunduk di sudut bibir.
Pruett mengatakan, anak-anak merupakan pembaca wajah yang baik. Oleh sebab itu, Anda tak perlu membentak atau berteriak padanya ketika marah. Anak bisa memahami dari rangsangan emosional yang diberikan oleh ayahnya.
Anak Baru akan Mendengar ketika Ayah Berteriak
Ada perbedaan yang jelas antara sekadar mendengar dan menyimak. Ketika ayah berteriak, si kecil mungkin akan mendengar, tapi mungkin tidak benar-benar mendengarkannya. Misalnya anak sedang melakukan sesuatu yang tidak ayah sukai, lalu ia pun berteriak. Anak mungkin berhenti melakukannya, tapi ini lebih karena ia takut.
ADVERTISEMENT
"Tidak akan membuat anak-anak mendengarkan lebih baik, justru sebaliknya. Itu mengajarkan mereka untuk takut pada Anda," ujar Pruett.
Beberapa orang tua mungkin berpikir bahwa ketakutan adalah hal yang baik karena memberikan orang tua rasa otoritas, tapi ternyata tidak demikian. Rasa takut mengikis kepercayaan. Sehingga anak pun lambat laun akan menghindari interaksi dengan Anda.
Ilustrasi ayah berteriak. Foto: Pixabay
Teriakan Ayah Membuat Anak Lebih Kuat
"Tidak ada bukti bahwa bentakan dan teriakan mendukung hal ini," ucap Pruett.
Justru bentakan dan teriakan akan membuatnya lebih agresif pada orang lain, dan bukan membuat ia menjadi anak yang kuat secara mental.
Teriakan Ibu dan Ayah Sama
Ternyata saat Anda dan ayahnya si kecil teriak itu berbeda, Moms. Adapun bila ayah berteriak, maka dipengaruhi hormon testoteron sehingga bisa berdampak lebih menyeramkan buat anak.
ADVERTISEMENT
Jadi, berteriak bukanlah cara untuk mendisiplinkan anak oleh ayah. Bila ayah ingin didengar, Pruett menyarankan agar ayah bicara sejajar dengan anak (bisa sambil berlutut), ada kontak mata, dan bicara secara halus.