Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Anak Perfeksionis, Bagaimana Cara Menghadapinya?
19 Mei 2018 12:05 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:08 WIB
ADVERTISEMENT
Perfeksionis bisa dikatakan sebagai sifat seseorang yang selalu ingin terlihat sempurna di manapun dan kapanpun. Sifat perfeksionis tidak hanya dimiliki orang dewasa, tapi anak kecil juga sudah bisa memiliki sifat ini lho, Moms.
ADVERTISEMENT
Sebagian orang tua yang melihat anaknya perfeksionis mungkin merasa senang, sebab si kecil dengan mudah menaati berbagai instruksi dan dilakukannya secara sempurna! Di samping itu juga ada sedikit rasa jengkel dan khawatir.
Misalnya, ketika anak menemukan ada sedikit noda di bajunya, saat itu juga ia harus segera mengganti baju. Mungkin tak jadi masalah jika ini terjadi saat berada di rumah, tapi bagaimana jika ini terjadi saat sedang berada di luar rumah dan akses susah ke ruang ganti? Contoh lainnya, ketika anak menangis histeris saat mendapatkan nilai delapan atau sembilan di ulangan matematikanya.
Anak rentan stres , karena apa yang sudah ia rencanakan dan usahakan tidak berjalan sesuai harapan. Selain itu, anak perfeksionis juga cenderung tidak fleksibel, mudah kecewa, takut mencoba hal baru karena takut gagal, dan dampak lebih jauh ia juga enggan bersosialiasi di lingkungan baru.
ADVERTISEMENT
Memiliki anak yang perfeksionis tidak juga salah dan jangan buru-buru menghardiknya, tapi bantulah ia agar lebih relaks dan fleksibel supaya tidak mudah kecewa. Dirangkum kumparanMOM dari berbagai sumber, berikut beberapa cara yang bisa Anda lakukan saat menghadapi anak perfeksionis:
1. Evaluasi Diri Sendiri
Berkacalah pada diri sendiri, Moms. Lihat, apakah sifat perfeksionis datangnya dari orang tua yang punya sifat perfeksionis pula? Sehingga anak yang melihat, dengan mudah merekam dan menirunya setiap hari. Atau, bagaimana dengan tuntutan Anda supaya anak harus menjadi seperti apa yang Anda inginkan?
Jika sudah demikian, tanyakan lagi apa yang Anda akan lakukan untuk mengobati suasana hati bila memang rencana Anda tidak sesuai harapan? Hal yang bisa dilakukan adalah memperluas konsep perfeksionis itu sendiri. Tanamkan di hati bahwa selalu ada rencana B, C, D, dan seterusnya agar tujuan tetap bisa berjalan lancar.
ADVERTISEMENT
Misalnya, saat menggambar dan mewarnai, anak lebih suka menggunakan crayon dengan warna itu-itu saja. Padahal masih tersedia warna-warna lain dan hasilnya juga tak kalah indah.
2. Tetap Apresiasi Meski Mereka Merasa Gagal
“Wah, Mama yakin kamu sudah memberikan yang terbaik dan usaha yang keras sekali, nak!” Kalimat seperti itu bisa lebih menenangkan dan membuat anak tidak merasa gagal, ketika ia mendapatkan nilai ulangan yang dianggapnya buruk, Moms.
Berikan apreasiasi pada tiap usaha anak dan biarkan ia tahu bahwa proses lebih penting dari hasil. Dengan demikian, ia akan merasa lebih penting berusaha semaksimal mungkin, daripada menghalalkan segala cara supaya bisa mendapat nilai terbaik. Perhatikan juga kalimat yang digunakan, bila Anda terbiasa berkata, "Anak Papa hebat, selalu bawa nilai 100 setiap hari," sebab secara tak langsung Anda sedang menuntut anak selalu membawa nilai sempurna.
ADVERTISEMENT
3. Biarkan Mereka Belajar dari Kegagalan
Berikan wadah untuk anak belajar sendiri, Moms. Saat ia menemukan kesulitan, jangan langsung dibantu, tapi biarkanlah ia mengalami kesalahan dan kegagalan. Tentu saja, Bukan bermaksud untuk menjerumuskan anak ke jalan yang salah, tapi Anda sedang membiarkan anak belajar dari sebuah kesalahan, sebab ini penting untuk bekal pembelajarannya di masa depan.
Anda bisa mengatakan padanya, bahwa hal yang ia alami berupa kegagalan adalah wajar dialami semua orang. Dan yang terpenting adalah sikap tetap mau mencoba lagi dan selalu memberikan yang terbaik.
4. Waktu untuk Lebih Banyak Bermain
Longgarkan jadwal les dan waktu mengerjakan tugas demi tugas dari sekolah, Moms. Di samping waktu untuk disiplin, jangan lupa pula untuk membiarkan mereka punya waktu untuk bersenang-senang bersama teman-teman tanpa tuntutan dan pencapaian yang tinggi.
Ajak juga anak mengunjungi tempat baru, kegiatan baru, dan berkenalan dengan orang baru. Dengan demikian, si kecil akan mengenali hal-hal baru, di luar zona nyamannya.
ADVERTISEMENT