Anak Stunting, Kenapa Jadi Masalah Genting?

25 Januari 2019 15:46 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi anak Indonesia.  (Foto: Shutterstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi anak Indonesia. (Foto: Shutterstock)
ADVERTISEMENT
Hari ini, 25 Januari 2019, bertepatan dengan Hari Gizi Nasional. Peringatan tersebut menjadi momen yang tepat untuk menilik kembali berbagai persoalan gizi pada anak yang harus dibenahi di Tanah Air.
ADVERTISEMENT
Pada peringatan Hari Gizi Nasional ke-59 ini, Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes) mengangkat sub tema “Keluarga Sadar Gizi, Indonesia Sehat dan Produktif”. Artinya, kualitas gizi dalam skala keluarga menjadi sorotan, termasuk pada anak-anak. Salah satu masalah genting pada anak yang perlu segera ditangani adalah stunting.
Ya Moms, persoalan anak stunting masih menjadi ancaman kesehatan nasional. Berdasarkan data WHO pada 2015, prevalensi stunting pada anak di bawah lima tahun di Indonesia merupakan yang tertinggi kedua di antara negara-negara ASEAN.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI mendefinisikan stunting sebagai kondisi gangguan pertumbuhan pada anak akibat kekurangan gizi dalam waktu yang lama. Alhasil, anak jadi lebih pendek daripada tinggi badan rata-rata usianya.
Ilustrasi bayi menimbang berat badan. (Foto: Shutterstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi bayi menimbang berat badan. (Foto: Shutterstock)
Kekurangan gizi yang dimaksud adalah masalah nutrisi yang kronis, yakni dimulai sejak dalam kandungan hingga 1000 hari pertama kehidupan si kecil. Padahal pada periode itu, tumbuh kembang dan pemenuhan nutrisi anak seharusnya dipantau ketat.
ADVERTISEMENT
Tak hanya lebih pendek, anak stunting juga berisiko lebih mudah sakit, penurunan fungsi kognitif, sistem metabolisme yang terganggu, hingga kematian. Bila terlambat ditangani, penderita stunting juga rentan terkena penyakit degeneratif, seperti diabetes melitus, hipertensi, obesitas, hingga jantung koroner.
Begitu besar dampaknya, ternyata anak penderita stunting di Indonesia masih sangat banyak. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (riskesdas) 2018, jumlah anak stunting di Indonesia mencapai 30,8 persen dari total jumlah anak. Angka itu sebenarnya memang sudah turun dibandingkan Riskesdas 2013, yakni sebesar 37,2 persen.
Namun angka itu jelas masih tinggi. WHO menetapkan prevalensi stunting seharusnya kurang dari 20 persen.
Persoalan stunting sebenarnya sudah lama berusaha ditangani pemerintah. Wakil Presiden Jusuf Kalla misalnya, pada Juli 2018 lalu mengimbau kampanye anti stunting perlu ditingkatkan secara merata di seluruh daerah. JK ingin pelayanan posyandu, puskesmas, program empat sehat lima sempurna kembali dioptimalkan.
ADVERTISEMENT
"Ini bukan soal baru. Justru kita ini koreksi diri bahwa apa yang baik zaman dulu kita tidak teruskan. Dulu ada posyandu, puskesmas, timbang-timbang. Semua itu untuk memperbaiki, dulu ada 4 sehat 5 sempurna diganti dengan gizi seimbang," kata JK di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, pada Juli 2018 lalu.
Ilustrasi anak stunting. (Foto: Shutterstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi anak stunting. (Foto: Shutterstock)
Presiden Bank Dunia, Jim Yong Kim pun sepakat stunting adalah masalah serius yang harus segera ditangani di sejumlah negara berkembang. Sebab masalah gizi itu akan menjadi kendala dalam pertumbuhan ekonomi di masa mendatang.
"Mengatasi masalah stunting sedini mungkin adalah kunci dalam menjaga pertumbuhan ekonomi suatu negara di masa depan," ungkap Kim saat diajak Presiden Jokowi meninjau Posyandu di Bogor, pada Juli 2018.
ADVERTISEMENT
Jadi, untuk mencegah stunting, pastikan anak Anda selalu mendapatkan nutrisi dan gizi seimbang dalam setiap porsi makannya, Moms.