Apa Kata Psikolog Tentang Kepercayaan Anak pada Sinterklas

24 Desember 2018 13:00 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sinterklas. (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Sinterklas. (Foto: Thinkstock)
ADVERTISEMENT
Natal dan Sinterklas, seolah satu paket yang terpisahkan. Apalagi di mata anak-anak yang kerap melihatnya di film-film khas Natal, jadi dekorasi atau atraksi di mal, hingga turut hadir memeriahkan perayaan Natal anak di gereja.
ADVERTISEMENT
Konon Sinterklas atau Santa Claus digambarkan sebagai sosok yang membawa banyak hadiah, untuk dibagikan kepada anak-anak yang berhasil berperilaku baik sepanjang tahun. Tapi kita tahu, sebenarnya kado Natal yang didapat anak itu adalah dari orang tuanya dan orang tua tetap menyebutnya sebagai hadiah dari Sinterklas.
Tapi sebenarnya, sama nggak sih dengan orang tua yang sedang membohongi anak?
Nah, untuk menjawab hal ini, kumparanMOM menghubungi psikolog anak dan keluarga, dari Klinik Terpadu Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia, Anna Surti Ariani M.Psi, Psi,. Yuk, Moms, simak tanya-jawab kami berikut ini.
Santa Claus menaruh kado di bawah pohon Natal  (Foto: Shutter Stock )
zoom-in-whitePerbesar
Santa Claus menaruh kado di bawah pohon Natal (Foto: Shutter Stock )
Bagaimana kalau anak percaya pada Sinterklas?
J: Sebetulnya Sinterklas ini kan mitos. Namun buat anak usia dini, kita nggak bisa polos-polos bilang bahwa itu mitos. Ingat, kita kan juga menceritakan dongeng. Anak usia dini punya daya fantasi yang tinggi. Jadi mereka dengan senang hati saja membayangkan tentang Sinterklas.
ADVERTISEMENT
Yang penting kita jangan memaksakan bayangan bahwa Sinterklas itu nyata. Memang sih, membuat anak percaya bahwa Sinterklas itu ada jadi salah satu cara orang tua untuk memotivasi anak mereka dalam berbuat baik. Namun biasanya setelah anak masuk sekolah, mereka mulai bertanya-tanya apakah Sinterklas itu benaran ada.
Lantas, kapan waktu yang tepat mengatakan yang sejujurnya tentang Sinterklas?
J: Jika mereka mulai bertanya (tentang keberadaan Sinterklas), sebetulnya bisa dibilang mereka sudah siap untuk menemukan fakta bahwa Sinterklas tidak betul-betul ada di dunia ini.
Kalau mereka masih sangat percaya, tepatnya terlanjur orang tua bikin percaya bahwa Sinterklas betul-betul ada, maka tidak apa-apa juga sih. Ingat, kita juga senang menonton film padahal kita tau bahwa film itu fiksi semata. Nggak ada masalah juga, kan?
ADVERTISEMENT
Tapi begitu anak mulai bertanya-tanya, maka sudahlah, jangan lagi memaksakan anak untuk percaya bahwa Sinterklas itu ada.
Santa Claus mengantar hadiah dengan kereta rusanya (Foto: Shutter Stock )
zoom-in-whitePerbesar
Santa Claus mengantar hadiah dengan kereta rusanya (Foto: Shutter Stock )
Seperti apa tips menyampaikannya pada anak?
J: Kita bisa mulai dari menyampaikan bahwa mereka sudah besar. Misalnya bilang, “Kan, kamu sudah tinggi, sudah lebih besar dibandingkan tahun lalu. Baju yang kemarin sudah nggak muat lagi. Selain kamu bertambah tinggi, kamu juga bertambah pintar. Jadi mama akan beritahu kamu suatu rahasia.”
Dengan awalan semacam ini, anak akan merasa lebih siap untuk membicarakan fakta sesungguhnya. Barulah ortu membahas, “Menurut kamu, Sinterklas itu sebetulnya ada betulan atau nggak? Apa yang membuat kamu berpikir seperti itu?” Setelahnya barulah bilang, “Iya, memang Sinterklas itu tidak betul-betul ada."
Boleh kok, orang tua bilang Sinterklas yang ada di mal itu hanyalah orang yang berpakaian Sinterklas. Lalu, orang tua juga bisa mengenalkan dan membedah tentang Sinterklas lewat cerita atau dongeng-dongeng, kemudian bersama membahas dan menutup ceritanya dengan bilang, “Kamu sekarang tahu bahwa itu hanya dongeng!”
Sinterklas dan pengunjung RS Siloam (Foto: Intan Alfitry Novian/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Sinterklas dan pengunjung RS Siloam (Foto: Intan Alfitry Novian/kumparan)
Nah bagaimana, Moms? Anda tak perlu merasa bersalah karena telah membohongi anak lagi kalau begitu, ya.
ADVERTISEMENT
Di akhir diskusi Anda juga bisa sampaikan pada anak, bahwa Sinterklas juga merupakan salah satu contoh dari semangat Natal itu sendiri, yang semestinya ada di dalam benak tiap orang. Yaitu si pembawa kebahagiaan dan memiliki sikap yang dermawan kepada semua orang.