Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.1
Hyper Parenting, Pola Asuh dengan Kontrol Ketat yang Berdampak Buruk
2 Juni 2018 10:59 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:08 WIB
ADVERTISEMENT
Sebagai orang tua, tak dipungkiri kita selalu ingin memberikan yang terbaik bagi buah hati. Mulai dari memastikan tumbuh kembang anak optimal, menjadikannya pribadi unggul, hingga segala macam proteksi si kecil senantiasa terjaga.
ADVERTISEMENT
Eits, tapi jangan sampai berlebihan menerapkan pola asuh dan kontrol terhadap anak ya, Moms, alias jadi orang tua yang menerapkan hyper parenting.
Hyper parenting atau yang disebut juga intensive parenting atau hyper vigilance merupakan pola pengasuhan orang tua terhadap anak dengan intensitas kontrol yang ketat. Meski sebetulnya tujuannya positif, namun yang seringkali jadi persoalan ialah jadi memaksakan aktivitas itu secara terus menerus hingga pengawasan yang berlebihan.
Baby Post menyebut beberapa efek negatifnya, yaitu anak yang mendapat dorongan dan tekanan terlalu keras bisa mengalami kesulitan dalam relasi sosialnya. Ia jadi tidak terbiasa menentukan pilihan sendiri hingga hubungannya kepada orang tua juga terganggu. Di antaranya: anak jadi pembangkang hingga membenci orang tua yang sombong dan overprotektif .
ADVERTISEMENT
Untuk itu waspadalah, Moms, jangan sampai rasa sayang Anda kepada anak jadi ‘bumerang’. Maka, mulailah hati-hati ketika beberapa tanda-tanda hyper parenting muncul pada diri Anda, seperti berikut ini:
Cemas berlebihan
Anda selalu cemas dan khawatir terhadap apa yang dialami anak. Misal, ketika ia terlambat pulang, menginap di rumah kakek neneknya. Anda seringkali menelepon setiap saat hanya untuk tahu kondisi atau apa yang sedang ia lakukan, apa yang sudah ia makan, memastikan si kecil tidak melakukan kegiatan-kegiatan yang Anda larang selama tidak bersama Anda, dan sebagainya.
Sangat detail
Anda merasa mesti mengetahui dan memastikan apa saja yang dilakukan anak, setiap detailnya. Misalnya, makanan apa yang ia konsumsi, makan sendiri atau disuapi, berapa banyak, dan sebagainya.
ADVERTISEMENT
Merasa frustasi dan gagal
Tak jarang, Anda menuntut anak Anda agar ‘sama’ seperti anak lain. Termasuk, stimulasi yang Anda berikan pada tumbuh kembangnya si kecil. Ketika ia terlambat atau tidak merespon misalnya, Anda bisa dibuat stres dan tertekan sendiri. Anda merasa terpukul dan kecewa ketika anak melakukan kesalahan atau Anda yang merasa tidak becus dalam mengasuh anak.
Berperilaku tak masuk akal
Live Update